PERTUMBUHAN EKONOMI

Belanja Negara Jadi Tumpuan Optimisme Pertumbuhan Ekonomi 2026

Belanja Negara Jadi Tumpuan Optimisme Pertumbuhan Ekonomi 2026
Belanja Negara Jadi Tumpuan Optimisme Pertumbuhan Ekonomi 2026

JAKARTA - Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 mulai mendapatkan dorongan optimisme, terutama dari arah kebijakan belanja pemerintah yang diproyeksikan lebih efektif dibanding tahun sebelumnya. Sejumlah program unggulan—mulai dari Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP)—dianggap dapat memberi suntikan signifikan bagi aktivitas ekonomi apabila pelaksanaannya semakin matang.

Kepala Biro Banking Research & Analytics BCA, Victor George Petrus Matindas, menekankan bahwa faktor belanja pemerintah menjadi komponen terkuat yang mampu mengangkat pertumbuhan di tahun mendatang. Dalam forum Indonesia Economic Outlook 2026 di Universitas Indonesia, ia menyoroti bahwa 2025 merupakan fase transisi, sehingga berbagai program baru belum berjalan optimal. 

“Jadi kita harapkan sebenarnya untuk tahun depan pertama dari sisi belanja pemerintah ya itu kita harapkan jauh lebih baik,” ujar Victor.

Menurutnya, program-program besar seperti MBG dan KDMP masih berada pada tahap awal implementasi. MBG, misalnya, baru menjangkau sekitar 30 jutaan penerima dari target 82,9 juta. Kondisi ini membuat dampaknya belum maksimal pada tahun berjalan. Oleh sebab itu, 2026 diharapkan menjadi momentum akselerasi ketika kedua program tersebut telah memiliki struktur pelaksanaan yang lebih tertata. 

“Harusnya nanti tahun 2026 program-program ini bisa lebih cepat dan lebih efektif lagi. Akselerasinya itu semakin bagus. Jadi belanja pemerintah ini kita harapkan sebagai driver,” ucap Victor.

Ia menegaskan bahwa semakin matang pelaksanaan program belanja, semakin kuat pula dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Belanja pemerintah tidak hanya memperluas daya beli dan konsumsi rumah tangga, tetapi juga menjadi katalis bagi sektor-sektor yang bergantung pada permintaan domestik.

Kebangkitan Investasi dari Danantara dan Pelaku Swasta

Selain belanja negara, Victor juga menekankan pentingnya kontribusi investasi sebagai penyokong pertumbuhan pada 2026. Ia menilai potensi investasi bisa menguat seiring perbaikan fundamental ekonomi serta dukungan institusi negara seperti Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

 “Kita harapkan juga konsumsi ini membaik, dan dari sisi investasi tadi sempat disebutkan juga Danantara dan investasi swasta itu diharapkan juga membaik,” ujarnya.

Danantara, sebagai pengelola investasi BUMN, dinilai memiliki peluang memperbesar portofolio penanaman modal di berbagai sektor strategis. Kehadiran investasi swasta juga diharapkan semakin menggeliat, terutama jika situasi makro tetap stabil dan daya beli masyarakat terjaga.

Meski begitu, Victor mengingatkan adanya tantangan dari sisi ekspor yang berpotensi menahan laju ekonomi. Situasi perdagangan global yang belum sepenuhnya pulih serta kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat menjadi faktor pembatas. 

Dalam kondisi tersebut, kuatnya belanja pemerintah dianggap mampu menjadi penyeimbang atas lemahnya kinerja ekspor. Harapannya, konsumsi domestik dan investasi bisa mengambil alih peran sebagai pendorong utama.

Belanja Pemerintah Menjadi Andalan di Pengujung Tahun

Dari sisi pemerintah, keyakinan terhadap peran belanja negara juga terlihat dalam penilaian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN, Ferry Irawan, menjelaskan bahwa kuartal IV-2025 masih mengandalkan akselerasi realisasi anggaran sebagai motor pertumbuhan. Berdasarkan catatannya, lebih dari 33,6 persen belanja pemerintah terealisasi pada kuartal akhir.

“Dengan berbagai akselerasi yang dilakukan atau program stimulus minimal 33,6 persen ini bisa kita capai, kita harapkan jadi penopang juga untuk pertumbuhan di kuartal keempat,” tutur Ferry. Pola belanja yang menumpuk di penghujung tahun ini bukan hal baru, tetapi pada masa transisi seperti 2025, proporsinya menjadi semakin krusial.

Ia juga menyebutkan bahwa berbagai stimulus telah digulirkan sepanjang tahun, mulai dari momentum Ramadan dan Lebaran hingga menjelang akhir tahun pada periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Program-program bantuan dan insentif tersebut diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak melemah di tengah tekanan ekonomi global.

Stimulus dan Penempatan SAL sebagai Penopang Tambahan

Tak hanya mengandalkan realisasi belanja, pemerintah juga memanfaatkan mekanisme penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) di perbankan BUMN untuk mendongkrak likuiditas. Langkah ini dinilai strategis untuk mendorong penurunan suku bunga, sehingga biaya pembiayaan bagi pelaku usaha bisa menjadi lebih ringan.

“Jadi total ada Rp 236 triliun yang diharapkan bisa menambah likuiditas maupun mendorong percepatan penurunan suku bunga, ini kita harapkan bisa juga jadi salah satu sumber pertumbuhan kita di kuartal keempat,” jelas Ferry. Penempatan SAL tersebut menjadi bagian dari strategi fiskal yang lebih fleksibel agar ruang pertumbuhan ekonomi tetap terbuka.

Gabungan antara belanja negara, stimulus langsung, peningkatan investasi, dan dukungan likuiditas perbankan diharapkan dapat memperkuat landasan pertumbuhan memasuki 2026. Jika seluruh kebijakan tersebut berjalan optimal, Indonesia berpeluang memasuki fase pemulihan yang lebih kuat dan merata. 

Pemerintah berharap momentum ini dapat mendorong stabilitas, menguatkan daya beli, serta menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index