JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, kolaborasi antara industri fintech dan perbankan semakin menonjol sebagai strategi memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat yang belum terjangkau layanan keuangan formal. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat inklusi keuangan, tetapi juga membuka jalan bagi solopreneur dan pelaku UMKM untuk mendapatkan dukungan modal yang lebih cepat, aman, dan terukur.
Momentum inilah yang diwujudkan melalui sinergi antara platform pinjaman daring Indonesia Fintopia Technology (Easycash) dan PT Bank Saqu Indonesia (Bank Saqu), yang berfokus pada penyaluran pinjaman melalui skema loan channeling.
Kolaborasi tersebut menjadi respons nyata terhadap kebutuhan mendesak akan pemerataan akses layanan finansial, terutama bagi kelompok unbanked dan underbanked. Meski tingkat inklusi keuangan nasional telah mencapai lebih dari 92 persen pada 2025, literasi keuangan masih tertinggal di angka 66,64 persen.
Ketimpangan ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki akses, tetapi belum mampu memanfaatkan layanan keuangan secara optimal. Melalui kerja sama ini, kedua institusi ingin menghadirkan pembiayaan yang lebih bertanggung jawab dan efisien, sekaligus selaras dengan regulasi OJK, khususnya POJK No. 40 Tahun 2024 tentang kolaborasi lembaga keuangan dalam penyaluran kredit.
Peran Teknologi AI dalam Memperkuat Akurasi Kredit
Salah satu sorotan utama dalam kemitraan Easycash dan Bank Saqu adalah penggunaan teknologi artificial intelligence (AI) dalam sistem credit scoring. Dengan model perhitungan risiko yang lebih mutakhir, proses penilaian kelayakan pinjaman dapat dilakukan secara lebih cepat tanpa mengorbankan akurasi. Direktur Utama Easycash, Nucky Poedjiardjo, menegaskan bahwa teknologi ini memungkinkan proses pengajuan berjalan lebih efisien dan tetap mematuhi standar kepatuhan serta keamanan data.
Hingga September 2025, Easycash telah menyalurkan lebih dari Rp81,97 triliun kepada lebih dari 8 juta penerima dana. Angka ini menunjukkan kontribusi signifikan platform tersebut dalam memperluas akses permodalan, terutama bagi mereka yang sebelumnya sulit mendapatkan kredit dari lembaga keuangan formal.
Nucky memastikan, melalui kerja sama dengan Bank Saqu, prinsip transparansi dan perlindungan data menjadi prioritas utama. Ia menegaskan bahwa teknologi AI tidak hanya mempercepat proses, tetapi juga membantu meminimalkan risiko gagal bayar melalui pemodelan risiko yang lebih presisi.
Hasilnya, kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mampu menghadirkan layanan pembiayaan yang aman, mudah, cepat, dan tetap bertanggung jawab.
Tren Pendanaan Fintech dan Dampaknya pada UMKM
Pertumbuhan penyaluran dana dari institusi perbankan ke industri fintech P2P lending terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. OJK mencatat bahwa per Juli 2025, pendanaan dari lender perbankan meningkat hingga 40,09 persen secara tahunan, yaitu mencapai Rp54,1 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh industri P2P mencapai Rp87,6 triliun pada Agustus 2025, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp84,6 triliun.
Data tersebut mencerminkan bahwa ekosistem fintech lending tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional, dengan pertumbuhan mencapai 21,6 persen secara tahunan.
Bagi pelaku UMKM, pertumbuhan ini membawa dampak nyata: akses pembiayaan menjadi lebih inklusif dan variatif. Mereka yang selama ini kesulitan mengakses kredit dari bank konvensional kini dapat memanfaatkan platform digital yang prosesnya lebih fleksibel.
Chief Digital Business Officer Bank Saqu, Angela Lew Dermawan, menilai sinergi antara bank digital dan fintech seperti Easycash bukan sekadar penyaluran dana. Upaya ini merupakan pembangunan ekosistem yang berkelanjutan, memberikan fondasi kuat bagi solopreneur, UMKM, dan masyarakat underbanked untuk tumbuh sekaligus berkontribusi pada perekonomian nasional. Integrasi teknologi fintech dan ekosistem layanan Bank Saqu diharapkan memperluas inklusi keuangan secara modern, aman, dan bertanggung jawab.
Inovasi Produk dan Komitmen Mendorong Inklusi Keuangan
Bank Saqu sendiri terus memperluas jangkauan layanan dengan menghadirkan berbagai produk digital yang menyasar kebutuhan pengelolaan keuangan segmen UMKM dan individu produktif. Produk seperti Saku Kredit, Busposito, Tabungmatic, hingga Saku Booster terbukti mendukung masyarakat dalam mengatur arus kas sekaligus meningkatkan produktivitas usaha. Atas inovasi tersebut, Bank Saqu kini telah memiliki lebih dari 3 juta nasabah.
Dalam konteks kerja sama dengan Easycash, Bank Saqu berkomitmen memperkuat ekosistem pembiayaan yang inklusif. Angela menekankan bahwa layanan keuangan yang efektif tidak hanya mengandalkan kecepatan dan kemudahan, tetapi juga keberlanjutan. Kolaborasi ini, menurutnya, memberikan peluang lebih besar bagi pelaku usaha kecil untuk berkembang melalui akses kredit yang lebih terukur dan aman.
Nucky Poedjiardjo menambahkan, kolaborasi lintas sektor merupakan faktor kunci dalam memperluas inklusi keuangan secara konsisten. Ia berharap setiap individu dan pelaku usaha dapat merasakan manfaat dari transformasi digital yang terjadi di sektor finansial. Dengan semakin kuatnya kemitraan fintech–bank, percepatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai melalui pemerataan akses modal, terutama bagi sektor yang selama ini kurang tersentuh layanan perbankan tradisional.
Perluasan Akses sebagai Fondasi Pertumbuhan Ekonomi Digital
Kerja sama Easycash dan Bank Saqu menjadi gambaran bahwa masa depan ekosistem pembiayaan di Indonesia mengarah pada kolaborasi lintas sektor yang lebih erat. Dengan dukungan teknologi AI, peningkatan inklusi keuangan, serta ekspansi layanan yang menyasar kelompok produktif, sinergi ini membuka peluang baru bagi UMKM untuk tumbuh lebih cepat.
Kemitraan seperti ini tidak hanya menjawab kebutuhan pembiayaan jangka pendek, tetapi juga menguatkan fondasi pertumbuhan ekonomi digital dalam jangka panjang. Pemerataan akses kredit, penguatan literasi keuangan, dan pengelolaan risiko yang lebih baik menjadi elemen penting bagi Indonesia dalam menghadapi kompetisi ekonomi global.