JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga saat ini belum mengajukan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2026.
Perseroan tengah meninjau dampak insiden longsor di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) sebelum mengirimkan revisi RKAB ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
VP Corporate Communications PTFI, Katri Krisnati, menyatakan perusahaan akan melakukan penyesuaian RKAB 2026 seiring dengan evaluasi pasca-longsor. Penyesuaian ini akan dilaporkan dan didiskusikan dengan pemerintah terlebih dahulu.
“Kami akan melakukan penyesuaian, yang kemudian akan disampaikan dan dibahas dengan pihak pemerintah,” ujar Katri. Hal ini menunjukkan komitmen Freeport untuk menjaga kepatuhan terhadap regulasi sambil menyesuaikan rencana operasional dengan kondisi terbaru tambang.
Target Produksi dan Kapasitas Saat Ini
Dalam RKAB eksisting, Freeport telah memperoleh persetujuan ESDM untuk menambang bijih sebanyak 212.000 ton per hari, dengan kandungan tembaga 1% dan emas 1 gram per ton.
Target produksi tahunan dipatok sekitar 75–77 juta ton bijih, sementara konsentrat yang diproduksi secara harian adalah 10.000 ton, dan tahunan 3,5 juta ton tergantung kadar tembaga.
Produksi logam tahun ini diestimasi mencapai 1,67 miliar pon tembaga, 1,6 juta ons emas, dan 5,7 juta ons perak. Namun, insiden longsor diperkirakan memengaruhi capaian target di kuartal IV-2025. Pemerintah juga tengah memantau evaluasi Freeport terkait kegiatan produksi pasca-longsor yang menewaskan tujuh pekerja.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hingga kini revisi RKAB Freeport belum diajukan. Ia menekankan bahwa perubahan rencana produksi sangat mungkin terjadi akibat insiden di Grasberg, tetapi diharapkan evaluasi dapat segera selesai agar penataan pasca-musibah berjalan lancar.
Penundaan Operasi dan Dampak Jangka Pendek
Freeport menangguhkan operasional tambang emas dan tembaga di GBC sejak insiden awal September. Infrastruktur pendukung produksi rusak akibat longsor lumpur bijih, sehingga perusahaan menunda kegiatan produksi pada kuartal IV-2025 hingga sepanjang 2026.
Badan bijih GBC mencakup sekitar 50% cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024. Selain itu, area ini menyumbang sekitar 70% proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029.
Penundaan di GBC berarti penjualan logam pada kuartal IV-2025 akan jauh di bawah estimasi sebelumnya, yakni 445 juta pon tembaga dan 345.000 ons emas.
PTFI menargetkan tambang Big Gossan dan Deep MLZ kembali beroperasi pada pertengahan kuartal IV-2025, sementara pemulihan bertahap GBC dijadwalkan mulai paruh pertama 2026. Tiga blok produksi akan dibuka secara bertahap: PB2 pada awal 2026, PB3 dan PB1S pada paruh kedua 2026, dan PB1C menyusul pada 2027.
Strategi Produksi dan Proyeksi Masa Depan
Menyikapi keterlambatan RKAB, Freeport berupaya menyesuaikan strategi produksi agar tetap efisien. Meski GBC terdampak parah, tambang lain tetap dioptimalkan untuk menjaga aliran produksi tembaga dan emas.
Perusahaan juga menekankan komunikasi intensif dengan pemerintah terkait penyesuaian target produksi dan anggaran. Langkah ini bertujuan memastikan kepatuhan sekaligus meminimalkan risiko finansial akibat gangguan operasional.
Dengan strategi bertahap dan evaluasi mendalam, Freeport berharap produksi dapat kembali normal sesuai proyeksi jangka menengah. Penyesuaian RKAB 2026 akan mencerminkan kondisi aktual tambang, sekaligus memperkuat kesiapan perusahaan menghadapi tantangan operasional pasca-longsor.