JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan pergerakan yang stabil dan fluktuatif, memberikan indikasi positif bagi perekonomian domestik.
Dengan dukungan kebijakan moneter global dan faktor internal, rupiah mampu bertahan di level strategis, sementara sejumlah mata uang Asia lainnya juga mencatat penguatan. Pergerakan ini menjadi penting bagi pelaku usaha, investor, dan masyarakat untuk merencanakan transaksi lintas mata uang serta mengantisipasi fluktuasi ekonomi.
Pergerakan Rupiah dan Mata Uang Asia
Rupiah mengalami penguatan pada awal perdagangan dan menutup hari dengan nilai yang relatif stabil terhadap dolar AS.
Pada sesi perdagangan, rupiah menguat di kisaran Rp16.646–Rp16.669 per dolar AS, menunjukkan resilien terhadap tekanan eksternal. Indeks dolar AS cenderung menurun, memberikan ruang bagi rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya untuk menguat.
Selain rupiah, mata uang seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, baht Thailand, dan yuan China mencatatkan penguatan. Sementara yen Jepang, dolar Hong Kong, won Korea Selatan, dan peso Filipina mengalami pelemahan. Kondisi ini mencerminkan dinamika pasar regional yang dipengaruhi faktor global dan domestik.
Sentimen Ekonomi Global
Pergerakan rupiah dipengaruhi kebijakan moneter The Fed yang memangkas suku bunga menjadi 3,50%-3,75%, level terendah dalam tiga tahun terakhir. Ketua The Fed menekankan perlunya waktu untuk menilai dampak pemotongan suku bunga tahun ini terhadap perekonomian AS.
Keputusan ini menimbulkan ekspektasi pelonggaran likuiditas global, yang secara tidak langsung memberikan tekanan positif bagi mata uang negara berkembang termasuk rupiah.
Investor global mencermati data ekonomi terbaru dari AS, serta potensi kebijakan lanjutan The Fed pada pertemuan berikutnya. Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi arah perdagangan rupiah dan aliran modal asing di pasar keuangan Indonesia.
Faktor Domestik dan Prospek Rupiah
Dari sisi domestik, Bank Pembangunan Asia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9% untuk 2025 dan 5% untuk 2026 akibat tarif tinggi yang dikenakan AS. Hal ini menimbulkan ketidakpastian perdagangan yang memengaruhi prospek ekspor dan pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, rupiah mampu mempertahankan penguatan seiring dengan data perdagangan dan arus modal yang mendukung stabilitas mata uang domestik.
Penguatan rupiah juga didukung aktivitas pasar yang stabil, serta kepercayaan investor terhadap kebijakan fiskal dan moneter Indonesia. Hal ini memberikan indikasi bahwa meski terdapat tantangan eksternal, fundamental ekonomi tetap kuat dan rupiah berada pada posisi yang relatif aman terhadap gejolak global.
Implikasi bagi Pelaku Usaha dan Investor
Stabilitas rupiah menjadi penting bagi pelaku usaha dan investor dalam merencanakan kegiatan ekonomi dan transaksi internasional. Penguatan mata uang domestik membantu menjaga biaya impor tetap terkendali, sementara ekspektasi nilai tukar yang stabil memungkinkan perencanaan investasi lebih matang.
Bagi eksportir dan importir, fluktuasi yang terkendali memberikan kepastian bagi arus kas dan kontrak perdagangan. Investor juga dapat memanfaatkan momen penguatan rupiah untuk diversifikasi portofolio dan meminimalkan risiko nilai tukar.
Kombinasi sentimen global dan fundamental domestik menunjukkan bahwa rupiah memiliki daya tahan yang cukup baik menghadapi dinamika pasar internasional.