JAKARTA - DPR RI telah menyetujui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru dengan pengaturan penahanan yang lebih objektif.
KUHAP baru menghapus frasa subjektif yang terdapat pada KUHAP lama, seperti “alat bukti yang cukup”, “diduga keras”, dan “kekhawatiran” dalam menetapkan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa.
Langkah ini diambil agar persyaratan penahanan menjadi jelas dan dapat diterapkan secara konsisten di seluruh proses hukum.
KUHAP baru menegaskan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan dua alat bukti yang sah.
Aturan ini mengatur dengan rinci kondisi-kondisi yang memungkinkan penahanan, mulai dari pengabaian panggilan penyidik hingga tindakan yang dapat menghambat proses pemeriksaan, melarikan diri, merusak barang bukti, melakukan tindak pidana ulang, atau mempengaruhi saksi.
Dengan demikian, KUHAP baru diharapkan memberikan perlindungan hukum yang lebih tegas sekaligus mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang dalam penahanan.
Persyaratan Penahanan Lebih Terukur
Dalam KUHAP baru, penahanan ditujukan hanya kepada orang yang melakukan tindak pidana, percobaan, atau membantu tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih. Selain itu, KUHAP baru juga mencakup jenis tindak pidana tertentu yang memperbolehkan tersangka atau terdakwa ditahan.
Penyusunan bab tentang penahanan dalam KUHAP baru mempertimbangkan kritik terhadap kata “kekhawatiran” yang dianggap terlalu subjektif. Komisi III DPR RI menyusun ketentuan penahanan agar lebih konkret dan terukur, sehingga keputusan penahanan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dengan kata lain, KUHAP baru memberi kejelasan bagi aparat penegak hukum dalam menilai kapan penahanan dapat diterapkan dan mengurangi ketidakpastian yang sebelumnya muncul dalam praktik KUHAP lama.
Proses Persetujuan RUU KUHAP di DPR RI
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan KUHAP disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI. Seluruh fraksi partai politik menyampaikan pandangan dan persetujuan mereka terhadap RUU KUHAP yang telah dibahas secara mendalam oleh Komisi III DPR RI.
Persetujuan ini menunjukkan komitmen parlemen untuk menghadirkan KUHAP baru yang lebih relevan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Dalam proses persetujuan, Ketua DPR RI menanyakan apakah seluruh anggota DPR menyetujui pengesahan RUU KUHAP menjadi undang-undang. Seluruh anggota hadir menyatakan setuju, menandai tonggak penting dalam pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.
Dengan pengesahan ini, KUHAP baru menjadi acuan resmi yang mengatur penahanan dan proses hukum pidana secara lebih objektif dan modern.
Harapan Implementasi KUHAP Baru
Pengesahan KUHAP baru diharapkan membawa perubahan signifikan dalam praktik peradilan pidana di Indonesia. Penekanan pada objektivitas syarat penahanan memberikan kepastian hukum bagi tersangka dan terdakwa, sekaligus melindungi hak-hak mereka dari kemungkinan penahanan yang sewenang-wenang.
Selain itu, KUHAP baru diharapkan mempermudah aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, karena kriteria penahanan yang jelas dan terukur mengurangi interpretasi subjektif.
Dengan aturan yang lebih rinci dan prosedural, KUHAP baru dapat meningkatkan efisiensi proses peradilan, mengurangi potensi konflik hukum, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum pidana di Indonesia.
Reformasi ini juga menjadi langkah penting menuju penegakan hukum yang lebih transparan, adil, dan profesional, selaras dengan kebutuhan masyarakat modern dan prinsip hak asasi manusia.