Petani

Harga Acuan Singkong Resmi Berlaku, Petani Lampung Semangat Naikkan Produksi

Harga Acuan Singkong Resmi Berlaku, Petani Lampung Semangat Naikkan Produksi
Harga Acuan Singkong Resmi Berlaku, Petani Lampung Semangat Naikkan Produksi

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan harga acuan pembelian ubi kayu atau singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram dengan rafaksi 15 persen. 

Kebijakan ini resmi mulai berlaku, memberikan dasar bagi petani untuk menjual hasil panennya dengan harga yang lebih stabil dan menguntungkan.

Para petani menyambut baik kebijakan harga acuan tersebut. Mereka berharap langkah ini bisa meningkatkan daya beli dan kesejahteraan petani, sekaligus menjaga kesinambungan pasokan singkong bagi industri olahan. 

Dengan harga acuan ini, industri diharapkan menyesuaikan pembelian sehingga harga di lapak dan pabrik tidak lagi merugikan petani.

Respons Petani Terhadap Kebijakan Baru

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, menegaskan bahwa harga jual singkong di lapak dan pabrik mulai menunjukkan perbaikan. “Saat ini industri sudah mulai mengikuti aturan harga acuan pembelian singkong yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Respons positif ini memberikan dorongan moral bagi petani untuk tetap memproduksi singkong dengan kualitas terbaik. 

Mereka berharap peningkatan harga ini dapat menutup biaya produksi, sekaligus meningkatkan pendapatan secara signifikan. Keberadaan harga acuan dianggap penting agar pasar singkong lebih stabil dan tidak terlalu tergantung pada fluktuasi harga lokal maupun nasional.

Meskipun sebagian besar pabrik mulai mengikuti ketentuan harga acuan, masih ada sejumlah industri yang tutup sementara. 

Mereka mengaku perlu waktu untuk menyesuaikan sistem pembelian dan pengolahan sesuai aturan baru. Hal ini dipandang sebagai fase transisi wajar sebelum kebijakan benar-benar berjalan efektif di seluruh wilayah Lampung.

Dampak Kebijakan Terhadap Industri dan Petani

Kebijakan harga acuan ini bukan hanya menguntungkan petani, tetapi juga memberi kepastian bagi industri pengolahan singkong. Dengan standar harga yang jelas, pabrik dapat merencanakan anggaran pembelian dan produksi dengan lebih terstruktur, sehingga operasional menjadi lebih efisien.

Dasrul Aswin menekankan bahwa meskipun masih ada pabrik yang menutup sementara, langkah pemerintah ini tetap menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan industri singkong. “Industri yang sudah menerima ketetapan ini menjadi contoh bagi pabrik lain agar segera menyesuaikan,” tambahnya.

Dengan demikian, kebijakan harga acuan diharapkan mendorong terciptanya ekosistem yang saling menguntungkan antara petani dan industri. Stabilitas harga tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga memastikan pasokan bahan baku untuk pabrik tetap terjaga, sehingga produk olahan singkong dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Optimisme Petani Lampung dan Prospek Masa Depan

Penerapan harga acuan singkong di Lampung memberikan dorongan semangat bagi para petani. Mereka percaya bahwa langkah ini akan meningkatkan kesejahteraan dan menambah motivasi untuk menanam lebih banyak singkong dengan kualitas yang baik.

Selain itu, adanya kepastian harga memungkinkan petani merencanakan produksi jangka panjang. Mereka bisa memperkirakan keuntungan dari panen berikutnya dan menyesuaikan pola tanam agar lebih produktif. Dengan stabilitas harga yang ditetapkan pemerintah, prospek industri singkong Lampung ke depan dinilai semakin cerah.

Kebijakan harga acuan ini juga diharapkan memberi efek domino bagi daerah lain. Lampung sebagai salah satu sentra produksi singkong terbesar di Indonesia menjadi contoh bagaimana sinergi antara pemerintah, petani, dan industri dapat menciptakan pasar yang adil, stabil, dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index