JAKARTA - Hari Pahlawan menjadi momen penting untuk mengenang jasa pahlawan dan menumbuhkan semangat nasionalisme.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyoroti peran strategis Museum Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor sebagai wahana edukasi sekaligus inspirasi karya budaya populer, termasuk film perjuangan. Menbud menekankan pentingnya mengenalkan generasi muda pada nilai-nilai kepahlawanan dan semangat juang para tokoh PETA.
Kunjungan Menbud Fadli Zon ke Museum PETA
Menbud Fadli Zon mengunjungi Museum PETA untuk melihat langsung koleksi artefak, diorama, dan dokumentasi sejarah yang menyoroti perjalanan Tentara Pembela Tanah Air.
"Banyak tokoh besar bangsa kita yang pernah dididik di tempat ini, seperti Jenderal Sudirman, Pak Harto, Ahmad Yani, Supriyadi, dan banyak lainnya," ujarnya. Ia berharap kunjungan ini dapat meningkatkan jumlah pengunjung dan kesadaran masyarakat akan nilai edukatif serta patriotik museum
Menbud juga menekankan, PETA telah melahirkan sebelas tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, sehingga peran sejarahnya sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa.
Dalam kesempatan yang sama, Fadli Zon mengusulkan agar kisah perjuangan PETA diangkat ke layar lebar. Ia berharap film tersebut mampu menyebarkan semangat kebangsaan lebih luas.
"Misalnya dalam bentuk film tentang perjuangan PETA dalam konteks kemerdekaan Republik Indonesia. Mudah-mudahan ke depan hal ini dapat direalisasikan melalui kolaborasi dan sinergi bersama berbagai pihak," katanya. Langkah ini diharapkan bisa menjadi jembatan antara edukasi sejarah dan hiburan yang menginspirasi.
Revitalisasi dan Upaya Edukasi Museum
Selain meninjau koleksi, Menbud Fadli Zon menekankan pentingnya revitalisasi Museum PETA untuk meningkatkan pengalaman pengunjung. Pihak Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat dan Yayasan PETA untuk mengembangkan narasi sejarah yang inspiratif dan mendidik.
Revitalisasi ini juga menekankan pemanfaatan teknologi agar generasi muda lebih mudah memahami perjalanan PETA.
"Kita berharap museum ini akan semakin banyak dikunjungi oleh masyarakat. Kementerian Kebudayaan tentu ikut mendukung upaya revitalisasi Museum PETA bersama dengan pihak TNI Angkatan Darat dan Yayasan PETA," tambah Menbud.
Kehadiran artefak seperti senjata, dokumen, dan diorama perjuangan menjadi media visual yang kuat untuk mengenalkan sejarah perjuangan PETA. Langkah ini diharapkan dapat menanamkan nilai kepahlawanan dan patriotisme sejak dini.
Sejarah Lahirnya PETA
Pembela Tanah Air (PETA) dibentuk pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, 3 Oktober 1943, melalui Osamu Seirei No.44 oleh Letnan Jenderal Kumakichi Harada.
Pembentukan PETA dipicu empat faktor utama: kebutuhan Jepang menambah pasukan, strategi memengaruhi simpati rakyat Indonesia, aspirasi tokoh pergerakan nasional untuk pelatihan militer, serta upaya Jepang membangkitkan semangat patriotisme rakyat.
Proses pembentukan diawali permohonan tokoh nasional Gatot Mangkupraja kepada Gunseikan, pemimpin militer Jepang, pada 7 September 1943. Setelah mendapat persetujuan, struktur PETA dibentuk dari Daidan (Batalyon), Chudan (Kompi), Shodan (Peleton), hingga Bundan (Regu), dengan Giyuhei sebagai prajurit biasa.
Struktur ini menekankan jabatan bukan pangkat militer konvensional, menanamkan disiplin, solidaritas, kekuatan fisik, dan retorika patriotik kepada para anggota berusia 18–25 tahun, yang sebagian besar terpelajar.
Pentingnya Memperkenalkan Sejarah kepada Generasi Muda
Menbud Fadli Zon menegaskan bahwa memperkenalkan sejarah PETA kepada generasi muda bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga menanamkan nilai kepahlawanan dan nasionalisme.
Museum PETA berfungsi sebagai sumber pembelajaran dan inspirasi untuk memahami perjuangan bangsa. Eksistensi film tentang PETA diharapkan bisa mempermudah masyarakat luas, terutama generasi muda, untuk memahami perjuangan dan pengorbanan para pendahulu.
Langkah edukatif ini sejalan dengan upaya Kementerian Kebudayaan memadukan sejarah dengan hiburan edukatif, agar nilai-nilai heroik dan semangat nasionalisme tetap hidup. Kehadiran tokoh, artefak, dan diorama menjadi media efektif memperkuat pemahaman sejarah.
Dengan revitalisasi dan kolaborasi berbagai pihak, Museum PETA diharapkan menjadi pusat pembelajaran sejarah yang inspiratif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.