JAKARTA - Isu mengenai rencana penyederhanaan nilai mata uang rupiah atau redenominasi kembali menarik perhatian publik setelah kabar tersebut mencuat dari dokumen rencana strategis yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan untuk periode 2025–2029.
Situasi ini berkembang cepat karena beleid yang diteken secara resmi memuat agenda penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah sebagai bagian dari langkah strategis kebijakan fiskal dalam beberapa tahun ke depan.
Pada saat bersamaan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan tanggapan terhadap isu yang berkembang dengan menegaskan bahwa rencana tersebut belum menjadi bahasan internal pemerintah secara mendalam.
Ia menyampaikan bahwa proses diskusi formal belum dilakukan, meskipun agenda penyusunan tercantum dalam dokumen perencanaan Kementerian Keuangan.
Pernyataan ini ikut meredakan spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat yang menilai bahwa pengaturan dalam rencana strategis menandakan pelaksanaan yang sudah dekat.
Selain itu, Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah belum memiliki rencana konkret untuk membahas isu redenominasi secara lebih jauh, termasuk belum adanya komunikasi resmi dengan Kementerian Keuangan mengenai usulan tersebut.
Ia menegaskan perlunya menunggu proses pembahasan yang jelas sebelum keputusan apa pun dapat disampaikan kepada publik.
Sementara itu, dokumen resmi Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa urgensi RUU Redenominasi diarahkan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, menjaga stabilitas nilai rupiah, melindungi daya beli masyarakat, serta memperkuat kredibilitas mata uang nasional.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan sebagai penanggung jawab utama penyusunan RUU yang direncanakan dapat diselesaikan pada 2026 atau 2027. Ketentuan tersebut menjadi dasar yang memunculkan kembali diskusi mengenai masa depan struktur nominal rupiah.
Di samping pembahasan utama mengenai redenominasi, Kementerian Keuangan juga menyiapkan agenda penyusunan tiga rancangan undang-undang lain yang direncanakan mulai digarap dalam kurun yang sama.
Ketiga RUU tersebut mencakup RUU tentang Perlelangan, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, dan RUU tentang Penilai, yang masing-masing ditargetkan untuk masuk tahap penyusunan dalam rentang 2025 hingga 2026.
Penyusunan sejumlah RUU ini menunjukkan arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat kerangka hukum pengelolaan fiskal dan memastikan bahwa struktur regulasi tetap adaptif terhadap dinamika ekonomi yang berkembang di tingkat nasional maupun global.
Isi Kebijakan dan Rencana Penyusunan Regulasi Terkait Redenominasi
Penyusunan RUU Redenominasi sebagaimana tercantum dalam rencana strategis memiliki tujuan strategis yang diproyeksikan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dalam jangka panjang.
Rencana ini diarahkan untuk menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam sistem pembayaran, pembukuan, dan transaksi, sekaligus memperkuat persepsi internasional terhadap stabilitas rupiah sebagai mata uang nasional.
Namun, Airlangga menegaskan kembali bahwa pencantuman rencana penyusunan RUU dalam dokumen strategis tidak otomatis berarti kebijakan tersebut segera dibahas atau dilaksanakan.
Ia menekankan bahwa pemerintah membutuhkan kajian mendalam sebelum masuk ke dalam tahap pembahasan antarinstansi yang lebih formal.
Sementara itu, urgensi kebijakan tersebut termuat dalam penjelasan bahwa penyederhanaan nominal rupiah dinilai mampu menjaga efisiensi ekonomi sekaligus meningkatkan kredibilitas mata uang domestik.
Poin ini menjadi dasar awal pembahasan di tingkat kementerian teknis sebelum memasuki tahap harmonisasi antar kementerian lain.
Namun, sikap pemerintah melalui pernyataan langsung dari Airlangga menunjukkan bahwa tahapan tersebut belum dimulai, sehingga proses pembahasan yang biasanya berlangsung panjang belum dapat dikaitkan dengan keputusan akhir apa pun dalam waktu dekat.
Pemerintah juga menekankan bahwa belum ada komunikasi yang menunjukkan pembahasan lintas kementerian mengenai isu ini.
Rencana penyusunan regulasi lain yang tercantum dalam dokumen rencana strategis menegaskan bahwa Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan sejumlah kerangka hukum baru dengan fokus memperkuat tata kelola fiskal negara.
Ketiga RUU pendamping tersebut menandai adanya upaya untuk menyempurnakan mekanisme lelang, memperkuat sistem pengelolaan kekayaan negara, serta meningkatkan kualitas profesi penilai.
Semua rencana ini ditempatkan sebagai bagian dari strategi memperkuat fondasi kebijakan ekonomi nasional melalui pembaruan regulasi yang relevan.
Latar Belakang Kemunculan Wacana dan Riwayat Pembahasannya
Isu redenominasi sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru dalam ruang publik Indonesia.
Pemerintah sebelumnya pernah mempertimbangkan kebijakan tersebut pada masa Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika penyederhanaan nominal rupiah menjadi topik yang mencuat dalam rangka menciptakan kemudahan transaksi dan memperkuat persepsi stabilitas nilai mata uang.
Namun, implementasi rencana tersebut mengalami penundaan bertahun-tahun karena mempertimbangkan kesiapan publik serta kondisi ekonomi makro yang dinilai belum cukup stabil untuk menghadapi perubahan struktural dalam bentuk mata uang.
Dalam praktiknya, kebijakan redenominasi berbeda dengan pemotongan nilai uang atau sanering karena tidak mengubah daya beli masyarakat. Kebijakan ini hanya menyederhanakan digit nominal rupiah agar lebih ringkas dan mudah digunakan dalam transaksi sehari-hari.
Namun, implementasinya membutuhkan kesiapan sistem perbankan, kesiapan teknologi, serta sosialisasi publik yang komprehensif. Karena itu, pemerintah selalu berhati-hati mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memutuskan apakah rencana tersebut layak dilanjutkan atau masih perlu ditunda.
Munculnya kembali wacana redenominasi dalam dokumen rencana strategis Kementerian Keuangan memunculkan diskusi baru di tengah masyarakat, terutama karena rencana tersebut masuk dalam agenda pembahasan yang diproyeksikan berjalan dalam beberapa tahun ke depan.
Meski demikian, pernyataan pemerintah yang menyebut belum adanya pembahasan formal menunjukkan bahwa isu ini masih berada pada tahap awal perumusan.
Pemerintah menegaskan bahwa penyusunan regulasi semacam ini memerlukan evaluasi menyeluruh terkait dampak jangka panjang serta kesiapan ekonomi nasional sebelum memasuki proses legislasi.
Arah Kebijakan Keuangan Nasional dan Harapan Pemerintah
Dengan ramainya kembali isu redenominasi, pemerintah menegaskan bahwa fokus utama tetap berada pada stabilitas ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, serta penguatan nilai rupiah melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terintegrasi.
Pemerintah menilai bahwa setiap kebijakan yang berdampak sistemik, termasuk redenominasi, harus melalui kajian komprehensif yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Karena itu, meskipun rencana penyusunan RUU tercantum dalam dokumen strategis, langkah implementasi memerlukan evaluasi yang matang berdasarkan dinamika ekonomi dan kesiapan publik.
Di saat yang sama, langkah pemerintah memasukkan sejumlah RUU lain dalam rencana strategis menunjukkan bahwa arah kebijakan fiskal dan ekonomi diarahkan pada pembaruan sistem regulasi yang lebih kuat.
Pemerintah berkomitmen memastikan bahwa setiap kebijakan yang dirumuskan selaras dengan kebutuhan reformasi struktural untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Dengan meningkatnya perhatian publik terhadap isu redenominasi, pemerintah menilai diskusi terbuka mengenai dampak dan manfaat kebijakan akan meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan memperkuat pemahaman publik mengenai masa depan kebijakan moneter.