KemenPPPA

KemenPPPA Dorong Regulasi Pembatasan Gawai untuk Anak

KemenPPPA Dorong Regulasi Pembatasan Gawai untuk Anak
KemenPPPA Dorong Regulasi Pembatasan Gawai untuk Anak

JAKARTA - Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Ratna Susianawati, menyatakan bahwa pembatasan gawai menjadi kebutuhan mendesak dalam upaya perlindungan anak di Indonesia. 

“Pembatasan gadget itu menjadi penting,” ujar Ratna dalam media talk yang digelar di Jakarta, Rabu 1 Oktober 2025.

Menurut Ratna, regulasi ini diharapkan dapat memperkuat kerangka hukum yang sudah ada, seperti Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Daring serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas). 

Regulasi tambahan ini bertujuan memberikan pedoman yang lebih spesifik terkait akses anak terhadap gawai dan internet, termasuk batasan usia dan durasi penggunaan.

Tantangan Implementasi Regulasi
Ratna menegaskan bahwa regulasi pembatasan gawai tidak mudah diterapkan di Indonesia. 

Diperlukan kajian mendalam dan komprehensif dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait, akademisi, dan masyarakat agar aturan yang disusun tepat sasaran dan dapat dijalankan secara efektif. 

“Aturan seperti ini harus dibuat dengan hati-hati, melihat kondisi sosial dan budaya anak-anak di Indonesia,” tambahnya.

Keberadaan regulasi dianggap penting mengingat angka kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada anak yang dipicu akses teknologi digital, terus meningkat. 

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SPHAR), tercatat 4 dari 100 anak mengakses ruang digital yang mengarah pada kekerasan seksual. Data ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat agar penggunaan gawai bagi anak diawasi dengan ketat.

Tren Penggunaan Internet oleh Anak
KemenPPPA mencatat ada peningkatan signifikan jumlah anak yang mengakses internet, yakni hingga 30 persen pada 2023. Selain itu, sebanyak 74,25 persen anak menggunakan internet untuk berbagai aktivitas, mulai dari hiburan, jejaring sosial, belajar online, hingga belanja daring. 

Kondisi ini memperlihatkan bahwa gawai dan akses internet telah menjadi bagian integral dari kehidupan anak-anak, sekaligus menimbulkan risiko tinggi jika tidak diawasi dengan baik.

Sayangnya, tidak semua anak mendapatkan pendampingan dan edukasi yang memadai saat berselancar di ranah daring. 

Akibatnya, banyak anak mengakses konten-konten negatif, termasuk pornografi, yang berpotensi membuat mereka adiksi terhadap konten dewasa atau bahkan menjadi pelaku kekerasan seksual. 

“Anak yang tidak mendapatkan pengawasan cenderung rentan terpapar konten berbahaya,” jelas Ratna.

Langkah KemenPPPA untuk Perlindungan Anak
Saat ini, KemenPPPA tengah memperkuat tiga aspek penting dalam perlindungan anak di ranah daring:

Pencegahan penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
KemenPPPA terus menjalankan program edukasi kepada anak-anak dan orang tua mengenai penggunaan gawai yang aman, bijak, dan sehat. Program ini mencakup literasi digital, pengenalan risiko online, serta cara melaporkan konten negatif.

Penanganan kasus penyalahgunaan TIK terhadap anak
Bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan TIK, KemenPPPA memperkuat layanan penanganan termasuk psikologis, hukum, dan rehabilitasi sosial. Hal ini dilakukan agar anak mendapatkan perlindungan komprehensif dan pemulihan trauma secara optimal.

Kolaborasi lintas pemangku kepentingan
Perlindungan anak di ranah daring memerlukan sinergi berbagai pihak, mulai dari kementerian, lembaga hukum, sekolah, orang tua, hingga sektor swasta yang menyediakan platform digital. 

Ratna menekankan, “Kolaborasi semua pihak sangat penting agar regulasi ini bisa berjalan dan memberikan dampak nyata bagi anak-anak Indonesia.”

Perbandingan dengan Negara Lain
Ratna mencontohkan regulasi pembatasan gawai yang diterapkan di beberapa negara lain, yang membatasi durasi penggunaan gadget berdasarkan usia dan menetapkan zona bebas gawai di rumah atau sekolah. 

Meski inspiratif, penerapan serupa di Indonesia memerlukan adaptasi terhadap kondisi sosial, budaya, dan ketersediaan infrastruktur digital di berbagai wilayah.

Urgensi Regulasi bagi Masa Depan Anak
Pembatasan gawai bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga strategi perlindungan anak jangka panjang. Regulasi yang jelas akan membantu menanamkan kebiasaan digital yang sehat sejak dini, mencegah risiko kecanduan, dan mengurangi potensi anak menjadi korban atau pelaku kekerasan online.

Ratna menekankan, regulasi ini juga akan memperkuat implementasi PP Tunas dan Perpres Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring, sehingga semua pihak memiliki pedoman yang jelas dalam melindungi anak dari konten berbahaya. 

“Dengan adanya aturan, orang tua dan pendidik pun tahu batasan tanggung jawab mereka, anak-anak pun terlindungi secara hukum,” ujarnya.

Kesimpulan
KemenPPPA menegaskan perlunya regulasi pembatasan penggunaan gawai bagi anak sebagai bagian dari upaya perlindungan menyeluruh. 

Dengan kombinasi edukasi, pengawasan, penegakan hukum, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, diharapkan anak-anak Indonesia dapat menikmati manfaat teknologi digital tanpa terpapar risiko kekerasan dan konten negatif. 

Regulasi ini menjadi fondasi penting untuk memastikan anak-anak tumbuh aman, cerdas, dan sehat di era digital.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index