JAKARTA – Dalam upaya memperkuat pengembangan industri nikel berkelanjutan sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di bidang mineral dan teknologi, PT Vale Indonesia Tbk resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) strategis dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) dan perusahaan nikel asal Tiongkok, Huayou. Penandatanganan MoU ini dilakukan di Hall Taman Antarbangsa, kawasan TPT Vale, Sorowako, Sulawesi Selatan.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam menyatukan kekuatan antara dunia industri dan akademisi, sejalan dengan program strategis pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan mentah serta memperkuat hilirisasi mineral di dalam negeri.
Direktur Proyek Pengembangan CGPO PT Vale Indonesia, Muhammad Asril, menjelaskan bahwa MoU ini merupakan bagian dari pengejawantahan nilai-nilai yang sejak lama dianut oleh PT Vale, yakni pentingnya hilirisasi untuk masa depan industri pertambangan nasional.
“Kita sudah memulai hilirisasi sejak tahun 1978 semenjak kami berdiri. Pengejawantahan ini adalah nilai-nilai yang kami anut bahwa masa depan itu ada di sumber daya mineral. Tidak ada masa depan tanpa pertambangan dan tidak ada pertambangan tanpa memikirkan masa depan,” ujar Asril.
Asril menekankan bahwa keberhasilan hilirisasi tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama yang saling berkaitan erat, yaitu pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab, inovasi dan teknologi, serta penguatan sumber daya manusia melalui lembaga pendidikan.
“Kita tidak akan menyelesaikan hilirisasi tanpa ada teknologi dan inovasi. Dan yang ketiga adalah sumber daya manusia dari institusi pendidikan,” tambahnya.
Komitmen Unhas Dorong Kontribusi Akademik untuk Industri Berkelanjutan
Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, menyambut positif kerja sama ini sebagai wujud nyata sinergi antara akademisi dan industri dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, terutama dalam sektor industri ekstraktif seperti nikel.
“Universitas Hasanuddin bisa berkontribusi dalam kaitannya dengan misi industri nikel, terutama yang berhubungan dengan yang telah dikembangkan selama ini. Dan tentu Universitas Hasanuddin juga memiliki misi untuk bisa berdampak kepada masyarakat, industri, dan pemerintah, untuk bisa ikut memberi solusi terhadap tantangan yang dihadapi oleh industri,” jelas Jamaluddin.
Menurutnya, kolaborasi ini memberikan ruang yang luas bagi sivitas akademika Unhas untuk berkontribusi secara langsung dalam riset terapan, inovasi teknologi ramah lingkungan, serta pelatihan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan industri nikel nasional dan global.
Huayou: Fokus pada Pendidikan dan Pengembangan Riset Teknologi
Sementara itu, General Manager Huayou Indonesia, David Wei, menegaskan bahwa pihaknya sangat optimis terhadap hasil dari kolaborasi ini, khususnya dalam bidang pendidikan, beasiswa, serta penguatan riset teknologi mineral.
“Saya sangat senang bahwa kami dapat menandatangani MoU hari ini. MoU ini ditujukan untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa jurusan teknik,” ujar David Wei.
“Kami juga akan mendukung mereka yang ingin mendedikasikan diri pada masa depan bidang mineral, geologi, dan hidrometallurgi,” tambahnya.
Komitmen Huayou untuk mendukung pendidikan tinggi di Indonesia sejalan dengan agenda hilirisasi nasional, di mana keberadaan tenaga ahli dan kompeten sangat krusial untuk memastikan transformasi sektor pertambangan menuju industri bernilai tambah tinggi.
Menuju Industri Nikel yang Inovatif dan Berkelanjutan
Dengan penandatanganan MoU ini, PT Vale, Unhas, dan Huayou berharap dapat menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan industri nikel berbasis riset, teknologi, dan inovasi. Sinergi antar pihak juga diharapkan mampu menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus menjawab tantangan keberlanjutan lingkungan dan efisiensi operasional dalam sektor pertambangan.
Program ini juga diharapkan mampu mempercepat transformasi sektor pertambangan Indonesia, dari industri berbasis eksploitasi menjadi industri hilir berbasis teknologi tinggi yang mampu bersaing di tingkat global.
Lebih jauh, kolaborasi ini menandai pendekatan baru dalam tata kelola industri nikel di Indonesia, yang tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga mencakup pembangunan sumber daya manusia, penguatan inovasi, serta tanggung jawab sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.