JAKARTA - Dalam beberapa pekan terakhir, kasus flu atau influenza meningkat seiring perubahan cuaca, mendorong pakar kesehatan menekankan pentingnya vaksin sebagai upaya pencegahan.
Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga tercatat secara global. Pakar kesehatan pernapasan dari IPB University, Dr. dr. Desdiani, SpP, MKK, MSc (MBioEt), menjelaskan bahwa lonjakan kasus flu dipengaruhi kombinasi faktor individu, lingkungan, dan perubahan iklim yang semakin dinamis.
Menurut Desdiani, rata-rata suhu udara nasional pada September 2025 mencapai 26,91 derajat Celcius, sedikit di atas rata-rata klimatologis 26,56 derajat Celcius. Anomali ini termasuk yang tertinggi dalam empat dekade terakhir.
“Anomali suhu ini merupakan yang tertinggi ketujuh sejak 1981 dan berpotensi meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan,” kata Desdiani.
Fenomena ini menjadi peringatan bahwa perubahan iklim kini berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, termasuk risiko meningkatnya penyakit musiman seperti influenza.
Fluktuasi Suhu Ganggu Pertahanan Tubuh
Desdiani menekankan bahwa bukan hanya suhu panas yang memicu risiko flu, tetapi juga perubahan suhu ekstrem dalam waktu singkat.
Perbedaan suhu antara siang dan malam kini bisa mencapai 4–5 derajat Celcius. “Dalam sehari, suhu bisa naik-turun cepat. Misalnya, siang mencapai 37 derajat Celcius lalu turun ke 32 derajat Celcius hanya dalam satu jam,” ujarnya.
Kondisi tersebut membuat sistem pertahanan saluran napas sulit beradaptasi. Akibatnya, virus influenza lebih mudah menyerang tubuh.
Selain itu, urbanisasi dan polusi udara turut memperparah situasi ini. Pertumbuhan bangunan yang padat dan berkurangnya ruang hijau membuat suhu lingkungan meningkat, sementara polutan di udara menekan daya tahan tubuh.
Kombinasi faktor ini mempercepat penyebaran virus influenza tipe A dan B yang menjadi penyebab utama flu musiman.
Vaksinasi Influenza Tetap Jadi Perlindungan Utama
Vaksinasi influenza tahunan disebut sebagai langkah pencegahan paling efektif. Menurut Desdiani, vaksin dapat menurunkan risiko komplikasi serius seperti pneumonia dan rawat inap, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit kronis.
“Vaksin influenza memberikan perlindungan ganda. Selain mengurangi risiko tertular, juga menekan tingkat keparahan bila seseorang terinfeksi,” ujarnya.
Efektivitas vaksin bisa menurun pada usia lanjut, tetapi manfaatnya tetap besar untuk mencegah kasus berat. Vaksin perlu diperbarui tiap tahun karena virus influenza terus bermutasi.
Dengan cakupan vaksinasi yang luas, potensi wabah besar bisa ditekan, terutama di tengah cuaca yang tidak menentu akibat perubahan iklim.
Kesadaran Lingkungan dan PHBS Jadi Kunci Pencegahan
Selain vaksinasi, Desdiani menekankan pentingnya penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk mencegah penularan flu. Masyarakat dianjurkan menjaga etika batuk, memakai masker saat sakit, serta memperhatikan kualitas udara dan kebersihan lingkungan.
“Perubahan iklim dan polusi udara kini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga isu kesehatan publik,” ujarnya.
Mitigasi lingkungan harus masuk dalam strategi pencegahan penyakit menular. Menjaga kesehatan individu tidak cukup tanpa memperhatikan kondisi lingkungan sekitar.
“Kesadaran lingkungan dan vaksinasi influenza harus berjalan beriringan. Di tengah cuaca ekstrem, keduanya menjadi benteng utama untuk menjaga daya tahan tubuh masyarakat,” pungkas Desdiani.