JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) terus memperkuat kualitas layanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui pembinaan langsung terhadap penjamah makanan di seluruh Indonesia.
Kali ini, 30 ribu penjamah pangan yang bertugas di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 34 kabupaten/kota mengikuti bimbingan teknis yang digelar Direktorat Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II BGN.
Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II BGN, Nurjaeni, menekankan pentingnya program ini sebagai strategi pemerintah untuk memperkuat ketahanan gizi nasional melalui peningkatan mutu layanan SPPG.
“Melalui bimtek ini, kami ingin memastikan setiap penjamah makanan memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai dalam seluruh tahapan penyediaan makanan bergizi, mulai dari pemilihan bahan, pengolahan, hingga distribusi kepada penerima manfaat,” ujarnya di Jakarta, Senin.
Fokus pada Keamanan, Higienitas, dan Mutu Pangan
Selain aspek teknis, bimbingan ini juga menekankan kesadaran akan higienitas, keamanan, dan keberlanjutan pangan. BGN menargetkan seluruh layanan SPPG bebas dari kasus kontaminasi atau kerusakan pangan, menerapkan prinsip nol kejadian terhadap insiden pangan basi maupun berisiko bagi kesehatan.
Nurjaeni memaparkan 10 langkah strategis peningkatan layanan MBG yang mencakup aspek teknis, manajerial, dan kualitas pelayanan:
Transfer pengetahuan melalui juru masak profesional – Sebanyak 5.000 chef dari Indonesian Chef Association (ICA) ditempatkan di SPPG baru untuk berbagi keahlian pengolahan makanan bergizi dan aman.
Rapid test food berkala – Dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM) guna menjamin keamanan pangan.
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) – Wajib dimiliki setiap SPPG untuk standar sanitasi yang jelas.
Pembelajaran daring via LMS Plataran Sehat – Platform ini menjadi sarana edukasi berkelanjutan bagi tenaga pelaksana MBG.
Penggunaan air bersih dan sterilisasi alat makan – Semua alat dimandikan dengan air panas 80 derajat Celcius untuk memastikan kebersihan.
Penambahan tenaga ahli gizi – Agar pendampingan gizi lebih optimal dan menyesuaikan kebutuhan anak.
Sertifikasi halal – Memastikan kepatuhan terhadap nilai keagamaan dalam penyajian makanan.
Pemasangan CCTV di dapur SPPG – Untuk menjaga transparansi dan pengawasan setiap proses produksi.
Kepatuhan terhadap SOP – Dasar tata kelola layanan yang profesional dan akuntabel.
Penguatan edukasi dan monitoring berkelanjutan – Menjaga mutu layanan MBG secara konsisten di seluruh SPPG.
Penjamah Makanan, Tugas Sosial dan Ibadah
Nurjaeni menekankan bahwa peran penjamah makanan tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga memiliki dimensi sosial dan ibadah. Setiap makanan yang disiapkan menjadi kontribusi nyata terhadap kesehatan anak-anak Indonesia yang merupakan Generasi Emas 2045.
“Dari dapur SPPG inilah kita menyiapkan generasi cerdas, sehat, dan berdaya saing,” tegas Nurjaeni. Ia menambahkan bahwa peningkatan kompetensi penjamah pangan secara langsung berimplikasi pada kualitas gizi anak yang menerima MBG.
Dampak Program terhadap Mutu Layanan MBG
Dengan program ini, BGN berharap terjadi peningkatan signifikan pada:
Keamanan pangan, dengan prosedur sterilisasi dan rapid test berkala.
Kualitas gizi, melalui pendampingan ahli gizi dan menu seimbang.
Profesionalisme penjamah, dengan transfer ilmu dari chef profesional dan sertifikasi resmi.
Transparansi layanan, melalui pemasangan CCTV dan pemantauan SOP.
Langkah-langkah tersebut diharapkan menjadikan MBG bukan sekadar program bantuan, tetapi juga sarana pendidikan gizi yang terstruktur, aman, dan berkelanjutan.
Menuju Layanan MBG yang Lebih Baik
Bimbingan teknis bagi penjamah pangan ini juga merupakan bagian dari strategi BGN untuk membangun kapasitas nasional. Dengan 30 ribu penjamah pangan terlatih, layanan MBG diharapkan semakin andal, higienis, dan sesuai standar gizi.
Nurjaeni menegaskan bahwa seluruh upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat mengakses makanan bergizi secara aman dan terjamin, sehingga berkontribusi pada pencapaian generasi sehat dan cerdas di masa depan.
“Kami berharap semua penjamah tidak hanya melihat tugasnya sebagai pekerjaan rutin, tetapi sebagai tanggung jawab sosial dan ibadah, karena setiap piring yang mereka siapkan berarti masa depan generasi bangsa,” pungkasnya.