Ekonomi

Strategi Pemerintah Dorong Ekonomi Capai Pertumbuhan 8 Persen

Strategi Pemerintah Dorong Ekonomi Capai Pertumbuhan 8 Persen
Strategi Pemerintah Dorong Ekonomi Capai Pertumbuhan 8 Persen

JAKARTA - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8%, namun sejumlah pengamat menilai langkah mencapai target itu masih penuh tantangan. 

Meski pertumbuhan kuartal terakhir tercatat 5,12%, angka tersebut dinilai masih jauh dari target ambisius dan belum didukung kebijakan yang cukup mempercepat laju ekonomi.

Teuku Riefky, ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia, menekankan perlunya perbaikan kualitas institusi dan penggunaan anggaran yang tepat sasaran. 

“Pencapaian target makro sangat lemah. Memang kemarin 5,12%, tapi belum terlihat ada program yang benar-benar mendukung pertumbuhan. Saat ini mempertahankan angka 5% saja sudah sulit,” ujarnya.

Riefky menilai misalokasi sumber daya fiskal masih terjadi, sehingga belanja negara belum optimal mendorong produktivitas. Selain itu, kinerja ekspor yang masih bergantung pada kondisi global, daya beli masyarakat yang melemah, serta kontraksi investasi asing menjadi hambatan utama. 

“Perbaiki kualitas institusi, iklim investasi sehingga investasi masuk, lapangan pekerjaan tercipta, daya beli meningkat, penerimaan negara akan masuk dengan sendirinya,” jelasnya.

Perlu Diversifikasi Mesin Pertumbuhan

Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Indef, menyoroti ketergantungan Indonesia pada konsumsi rumah tangga. Menurutnya, untuk menembus pertumbuhan 8%, pemerintah harus menggerakkan sektor ekspor dan investasi, tidak hanya mengandalkan belanja domestik.

“Kalau kita punya target pertumbuhan ekonomi 8%, itu tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga. Harus dari ekspor dan investasi,” kata Esther. 

Ia menambahkan, Indonesia telah terjebak dalam middle income trap sejak 1993, sehingga pertumbuhan di atas 6% menjadi keharusan agar negara bisa keluar dari jebakan ini.

Strategi yang perlu dilakukan termasuk diversifikasi produk ekspor dan perluasan pasar. Industri kreatif, misalnya, memiliki potensi besar untuk menambah nilai tambah ekonomi dibanding ketergantungan pada komoditas primer seperti sawit, batu bara, dan karet. 

Selain itu, pemerintah perlu menembus pasar baru selain China dan Amerika Serikat untuk meningkatkan ketahanan ekspor nasional.

APBN Harus Lebih Produktif

Esther menekankan, kebijakan fiskal sebaiknya diarahkan dari konsumtif ke produktif. Banyak aktivitas ekonomi selama ini bersifat konsumtif, sementara APBN seharusnya menjadi instrumen untuk memperkuat produktivitas dan penciptaan lapangan kerja.

 “APBN seharusnya fokus mendukung sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja,” ujarnya.

Tantangan Lapangan Kerja

Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, menekankan bahwa pemulihan ekonomi selama setahun terakhir masih menghadapi masalah signifikan terkait penciptaan lapangan kerja. 

Meskipun konsumsi rumah tangga mulai menunjukkan perbaikan, indikator terkait job creation melemah hampir di semua sektor.

“Kalau lihat satu tahun ke belakang, kaitannya dengan konsumsi, ini yang belum dibahas. Sebenarnya ada satu catatan PR besar yang belum bisa diselesaikan dengan baik, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan,” katanya. 

Semua indikator ketenagakerjaan, mulai tingkat partisipasi tenaga kerja hingga persepsi masyarakat terhadap ketersediaan pekerjaan, menunjukkan pelemahan. Bahkan, indeks kepercayaan ekonomi konsumen pada aspek lapangan kerja menjadi yang paling pesimis dibanding indikator lainnya.

Sinergi Kebijakan dan Investasi

Bagi para pengamat, kunci mencapai target 8% terletak pada sinergi antara kebijakan fiskal yang tepat, dorongan investasi, dan penguatan ekspor. Investasi yang masuk akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli, dan pada akhirnya memperkuat basis ekonomi domestik.

Sementara itu, ekspor yang lebih beragam dan masuk pasar baru akan mengurangi ketergantungan pada kondisi global yang fluktuatif.

Dalam konteks ini, pemerintah diharapkan mampu menyusun program stimulus yang lebih terarah, meningkatkan kualitas institusi, serta menjaga kepastian regulasi agar investor domestik maupun asing memiliki kepastian dan keberanian menanamkan modal.

Dengan strategi yang tepat, kombinasi investasi, ekspor, dan belanja produktif dapat menjadi mesin pertumbuhan yang memungkinkan Indonesia tidak hanya mempertahankan pertumbuhan 5%–6%, tetapi juga mendekati target ambisius 8%.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index