Minyak

Kelebihan Pasokan dan Perang Dagang Tekan Harga Minyak

Kelebihan Pasokan dan Perang Dagang Tekan Harga Minyak
Kelebihan Pasokan dan Perang Dagang Tekan Harga Minyak

JAKARTA - Harga minyak dunia membuka pekan ini dengan tren melemah, terdorong kekhawatiran kelebihan pasokan global di tengah ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Sentimen perlambatan ekonomi akibat eskalasi perang dagang turut menekan prospek permintaan energi.

Berdasarkan data Reuters, minyak Brent kontrak Januari 2026 turun 24 sen atau 0,4% menjadi US$61,05 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) melemah 21 sen atau 0,4% ke posisi US$57,33 per barel, menghapus seluruh kenaikan yang terjadi pada perdagangan Jumat sebelumnya. Kedua acuan harga mencatat penurunan lebih dari 2% sepanjang pekan lalu, menandai pelemahan tiga minggu berturut-turut.

Analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa, menyebut tekanan pasar terutama berasal dari proyeksi International Energy Agency (IEA) yang memperkirakan surplus pasokan minyak global pada 2026. 

“Kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan akibat meningkatnya produksi dari negara-negara penghasil minyak, ditambah dengan kekhawatiran perlambatan ekonomi yang dipicu ketegangan dagang AS–China, memicu tekanan jual di pasar minyak,” ujarnya.

Tazawa menambahkan langkah AS yang meningkatkan tekanan terhadap pembeli minyak mentah Rusia turut menimbulkan ketidakpastian menjelang pertemuan puncak antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin. 

“Hal ini membuat sejumlah investor kesulitan untuk mengambil posisi,” katanya.

Dampak Perang Dagang terhadap Pasokan dan Permintaan

Ketegangan dagang antara AS dan China kembali memanas setelah kedua negara saling memberlakukan biaya tambahan terhadap kapal pengangkut kargo antarnegara, yang dapat mengganggu arus perdagangan global. 

AS dan China, sebagai dua konsumen minyak terbesar dunia, menjadi fokus pasar energi karena potensi pelemahan permintaan akibat konflik perdagangan ini.

Direktur Jenderal World Trade Organization (WTO) memperingatkan bahwa konflik dagang berkepanjangan berpotensi memangkas output ekonomi global hingga 7% dalam jangka panjang, dan mendesak kedua negara untuk menurunkan eskalasi ketegangan.

Selain perang dagang, tekanan terhadap pembeli energi asal Asia juga meningkat karena langkah AS dan Eropa mendorong negara seperti India agar menghentikan impor minyak dari Rusia mulai Desember 2025.

 Kondisi ini diperkirakan membuka peluang bagi China untuk membeli minyak Rusia dengan harga lebih murah, yang menimbulkan dinamika baru di pasar global.

Gejolak Politik dan Energi

Selain isu dagang, geopolitik juga turut memengaruhi harga. Trump dan Putin sepakat menggelar pertemuan puncak baru terkait konflik Ukraina, meskipun Washington terus menekan India dan China agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia. 

Dalam pertemuan di Gedung Putih dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Jumat 17 Oktober 2025, Trump menyerukan agar perang segera dihentikan, meski itu berarti Ukraina harus melepaskan sebagian wilayahnya.

Sentimen geopolitik ini menambah ketidakpastian di pasar energi. Investor menjadi lebih berhati-hati, sementara keputusan politik dapat langsung memengaruhi aliran pasokan minyak global, terutama dari Rusia.

Kelebihan Produksi Memperburuk Tekanan

Dari sisi pasokan, data Baker Hughes melaporkan bahwa perusahaan energi AS menambah jumlah rig minyak dan gas untuk pertama kalinya dalam tiga minggu terakhir. Lonjakan kapasitas ini menambah tekanan terhadap harga, di tengah kekhawatiran pasar akan surplus global di tahun depan.

Dengan proyeksi surplus minyak dan tekanan geopolitik, analis memperingatkan volatilitas harga akan tetap tinggi. 

Surplus pasokan global dari negara penghasil minyak, dikombinasikan dengan ketegangan dagang yang dapat menurunkan permintaan, membuat pasar berada dalam posisi rentan.

Pandangan Analis dan Prospek Pasar

Analis pasar menekankan bahwa kombinasi faktor ekonomi, geopolitik, dan produksi berlebih menjadi penyebab utama tekanan harga. 

Toshitaka Tazawa menyoroti perlunya investor berhati-hati, karena fluktuasi harga bisa berlangsung hingga ada kepastian terkait pertemuan Trump-Putin dan dinamika perang dagang AS-China.

Di tengah kondisi ini, harga minyak diperkirakan akan bergerak fluktuatif, tergantung pada perkembangan negosiasi dagang, kebijakan impor energi negara-negara Asia, dan produksi rig baru di AS.

nvestor juga mencermati langkah Rusia, India, dan China dalam perdagangan minyak untuk melihat potensi perubahan aliran pasokan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index