JAKARTA - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengusulkan agar pelaku UMKM lokal diberi ruang untuk memproduksi barang tiruan atau versi KW.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menilai langkah ini bisa menjadi strategi alternatif untuk mendorong kreativitas sekaligus meningkatkan daya saing para pengusaha kecil dalam negeri.
Hal ini dilakukan di tengah gempuran barang impor KW asal China yang memenuhi pasar domestik, sehingga pengrajin lokal kesulitan bersaing secara langsung dengan harga dan model produk.
Maman menjelaskan bahwa fenomena maraknya produk tas tiruan seperti KW 1, KW 2, dan KW 3 dari China membuat UMKM lokal harus menemukan cara kreatif agar tetap menarik bagi konsumen.
“Kita dorong para pengrajin tas kita membuat produk yang sama seperti produk tas branded, misalnya Louis Vuitton. Ya saya sarankan untuk membuat barangnya kurang lebih sama, tapi namanya kita sebut 'Luis Vutong', atau Gucci menjadi 'Gucco'. Ini kan kreativitas,” ujar Maman.
Langkah ini dianggap sebagai strategi agar UMKM lokal tetap mampu bersaing dengan produk impor tanpa mengabaikan aspek inovasi dan daya saing, karena kualitas dan tampilan barang tetap menarik bagi pembeli.
Selain itu, Maman menekankan bahwa strategi ini bukan sekadar meniru, melainkan upaya membangun kreativitas, strategi bisnis, dan strategi dagang yang adaptif di pasar modern.
“Ini bukan barang replika, enggak. Ini masalah kita, bagaimana kita membangun kreativitas, strategi bisnis dan strategi dagang. Kalau enggak, kita kalah sama mereka [China],” kata Maman.
Dengan pendekatan ini, UMKM tidak hanya meniru desain, tetapi juga belajar berinovasi agar produknya relevan dan diminati masyarakat, sekaligus tetap berada dalam kerangka hukum yang jelas.
Contoh Barang KW yang Didorong untuk UMKM
Maman memberikan contoh konkret bagaimana pengrajin lokal bisa mengadaptasi merek ternama untuk menciptakan produk yang mirip secara visual, tetapi tetap berbeda secara legal.
Misalnya, tas Louis Vuitton dapat dibuat versi KW dengan nama yang dipelesetkan menjadi 'Luis Vutong', sementara Gucci menjadi 'Gucco'. Ide ini dianggap sebagai bentuk kreativitas yang sah untuk menghadapi persaingan pasar, khususnya bagi pengusaha kecil yang belum memiliki kapasitas besar dalam menghadapi impor murah.
Langkah tersebut juga memberikan peluang bagi pelaku UMKM untuk mengasah kemampuan desain, produksi, dan pemasaran mereka, karena mereka harus menyesuaikan produk agar tetap menarik namun berbeda dari merek asli.
Selain tas, produk lain yang banyak bersaing dengan barang impor, seperti sepatu, pakaian, dan aksesoris, juga dapat menjadi peluang bagi pengrajin lokal untuk menampilkan kreativitasnya.
Menurut Maman, kebijakan ini akan memacu UMKM untuk lebih aktif dan berani dalam mengambil peluang pasar yang sebelumnya didominasi produk impor, sekaligus meminimalkan kerugian ekonomi akibat banjir barang KW.
Maman menekankan bahwa kreatifitas ini harus dilandasi strategi bisnis yang matang, sehingga produk KW tetap memiliki nilai tambah di mata konsumen dan mampu bersaing di pasar domestik.
“Kita harus membangun strategi yang jelas agar kreativitas ini benar-benar memberikan manfaat ekonomi bagi UMKM,” tambahnya.
Hal ini sekaligus menjadi cara untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha lokal agar tidak hanya menjadi penjual produk, tetapi juga menjadi inovator di bidangnya masing-masing.
Perlindungan Hukum bagi Produk Kreatif Lokal
Selain mendorong kreativitas, Maman juga mengusulkan agar barang tiruan yang dibuat UMKM tetap mendapat perlindungan hukum melalui Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
HAKI dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di bawah Kementerian Hukum, sehingga produk lokal memiliki dasar hukum yang jelas meski mirip dengan produk terkenal. “Melindungi secara hukum kan dasarnya adalah bagaimana diberikan HAKI dari Kementerian Hukum, ya kita koordinasikan,” jelas Maman.
Langkah ini diharapkan membantu UMKM untuk tetap produktif dan kreatif tanpa takut terkena sanksi hukum, selama produk yang dibuat berbeda secara jelas dari merek asli.
Selain itu, perlindungan hukum ini juga menjadi bentuk legitimasi bagi UMKM agar hasil karyanya bisa diakui secara resmi, sekaligus meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk lokal
Dengan adanya perlindungan hukum, UMKM diharapkan mampu mengembangkan usahanya lebih jauh dan bersaing secara sehat dengan produk impor.
Maman menegaskan bahwa strategi ini tidak meniru atau mereplikasi secara ilegal, melainkan bentuk inovasi yang diperlukan untuk menjaga daya saing ekonomi nasional.
“Kita dorong kreativitas, strategi bisnis, dan strategi dagang agar UMKM tetap tangguh menghadapi gempuran produk impor,” tuturnya.
Pendekatan ini sekaligus menjadi cara pemerintah untuk mendukung pelaku usaha lokal agar lebih berdaya dan mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada.
Risiko dan Sanksi Hukum Produksi Barang KW
Meskipun dorongan kreativitas ada, produksi barang KW tetap memiliki risiko hukum karena pelanggaran hak merek diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016.
Orang yang menggunakan merek dagang terdaftar milik orang lain secara tidak sah dapat dikenai pidana penjara hingga lima tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.
Jika menggunakan merek yang mirip dengan merek terdaftar, pelaku juga bisa dikenai pidana hingga empat tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.
Yang menarik, pelanggaran merek termasuk delik aduan, sehingga proses hukum hanya bisa berjalan bila pemilik merek resmi mengadukan pelanggaran tersebut kepada pihak berwenang.
Ketentuan ini memberi ruang bagi UMKM untuk tetap berinovasi dengan penyesuaian nama dan desain produk agar tidak melanggar hak merek.
Dengan memahami risiko dan aturan hukum, UMKM diharapkan mampu menyeimbangkan kreativitas dengan kepatuhan hukum sehingga tetap produktif dan aman secara legal.
Maman menegaskan, strategi kreatif ini menjadi langkah penting bagi UMKM untuk meningkatkan daya saing tanpa mengorbankan aspek legalitas. Pendekatan ini diharapkan mampu memacu pengrajin lokal untuk lebih aktif dan berani menciptakan produk inovatif, sehingga ekonomi kreatif Indonesia terus berkembang.
Dengan dukungan pemerintah, UMKM diharapkan mampu bersaing dengan produk impor sekaligus memperkuat identitas produk lokal di pasar domestik dan internasional.