Purbaya

Purbaya Tambah Pungutan Kakao dan Turunkan Bea Keluar Ekspor

Purbaya Tambah Pungutan Kakao dan Turunkan Bea Keluar Ekspor
Purbaya Tambah Pungutan Kakao dan Turunkan Bea Keluar Ekspor

JAKARTA - Pemerintah memperluas kebijakan pungutan dana perkebunan dengan menambahkan biji kakao sebagai komoditas ekspor yang dikenakan pungutan. 

Langkah ini menjadi bagian dari strategi baru Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memperkuat sektor perkebunan sekaligus mendorong peningkatan nilai tambah produk hilir di tingkat petani.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2025, yang resmi mencabut PMK No. 30/2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) pada Kementerian Keuangan. 

Aturan baru ini diteken oleh Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan 15 Oktober 2025, menggantikan beleid sebelumnya yang hanya mengatur pungutan bagi komoditas kelapa sawit dan turunannya.

Kakao Masuk Daftar Komoditas Strategis yang Dikenakan Pungutan

Dalam Pasal 2 PMK 69/2025 disebutkan bahwa tarif layanan BPDP kini mencakup dua komoditas utama: kelapa sawit dan biji kakao. 

Perluasan jenis pungutan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dukungan bagi petani kakao dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan memperkuat rantai nilai industri hilir.

Dalam bagian pertimbangan huruf a beleid tersebut ditegaskan, “Perluasan jenis pungutan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas produk perkebunan dan memberikan nilai tambah produk hilir di tingkat petani.”

Langkah ini sekaligus menandai komitmen pemerintah untuk tidak hanya berfokus pada komoditas sawit, tetapi juga memperluas basis dukungan terhadap sektor perkebunan lain yang berpotensi ekspor tinggi. 

Indonesia sendiri merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia, namun nilai ekspor masih terbatas akibat minimnya pengolahan di dalam negeri.

Pungutan Kini Berlaku untuk Industri Berbahan Baku Perkebunan

Berbeda dengan aturan sebelumnya, PMK 69/2025 juga memperluas subjek pungutan. Jika dulu hanya berlaku bagi pelaku usaha dan eksportir sawit, kini pungutan juga dikenakan kepada pelaku industri berbahan baku hasil perkebunan yang melakukan ekspor.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 PMK 69/2025, yang menyebutkan bahwa pungutan dana perkebunan berlaku tidak hanya untuk eksportir produk primer, tetapi juga untuk industri turunan yang menggunakan hasil perkebunan sebagai bahan baku utama.

Lebih lanjut, Pasal 8 beleid tersebut menjelaskan formula perhitungan pungutan ekspor (PE) untuk biji kakao, yaitu:
PE = Tarif x Harga Ekspor (HE) x Jumlah Satuan Barang x Nilai Kurs (NK).

Rumus tersebut dirancang agar pungutan bersifat proporsional dan progresif, menyesuaikan dengan pergerakan harga kakao internasional.

Struktur Tarif Progresif untuk Biji Kakao

Pemerintah menetapkan tarif pungutan ekspor kakao secara bertahap (progresif), mengikuti harga referensi yang ditentukan oleh Menteri Perdagangan. Struktur tarif tersebut tertuang dalam Lampiran C PMK 69/2025, dengan rincian sebagai berikut:

0% untuk harga referensi ? USD 2.000 per ton

2,5% untuk harga referensi ? USD 2.750 per ton

5% untuk harga referensi ? USD 3.500 per ton

7,5% untuk harga referensi di atas USD 3.500 per ton

Struktur ini lebih fleksibel dibandingkan ketentuan sebelumnya, yang hanya berfokus pada sawit. Dengan sistem tarif baru, pemerintah berharap pungutan dana perkebunan bisa lebih adaptif terhadap kondisi pasar global tanpa membebani eksportir kecil.

Sementara itu, pengaturan pungutan untuk kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya tetap mengacu pada Lampiran A dan B sebagaimana berlaku dalam PMK 30/2025.

Evaluasi Bulanan dan Pengawasan Ketat

Dalam Pasal 10 PMK 69/2025, pemerintah menegaskan bahwa pelaksanaan tarif pungutan dana perkebunan akan dievaluasi setiap bulan oleh kementerian terkait. 

Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan efektivitas pungutan serta menyesuaikannya dengan kondisi pasar dan harga referensi terbaru. Selain itu, Komite Pengarah BPDP juga diberi kewenangan untuk melakukan tinjauan ulang (review) setiap enam bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan. 

Dengan mekanisme tersebut, pungutan diharapkan lebih transparan dan tepat sasaran. PMK 69/2025 secara resmi mencabut PMK 30/2025, dan mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15.

Bea Keluar Kakao Turun, Dorong Daya Saing Ekspor

Bersamaan dengan perluasan pungutan dana perkebunan, pemerintah juga menurunkan tarif bea keluar (BK) untuk ekspor biji kakao. Kebijakan ini tertuang dalam PMK No. 68/2025, yang merupakan perubahan atas PMK No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarifnya.

Dalam Lampiran B PMK 68/2025, struktur tarif bea keluar biji kakao kini menjadi 0%, 2,5%, 5%, dan 7,5%, menyesuaikan dengan level harga referensi internasional.

Padahal, sebelumnya dalam PMK 38/2024, tarif bea keluar ditetapkan lebih tinggi, yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15% untuk empat rentang harga referensi: ?USD 2.000, ?USD 2.750, ?USD 3.500, dan >USD 3.500 per ton.

Beleid baru yang diteken Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan 15 Oktober 2025 ini juga mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal II.

Menjamin Pasokan Dalam Negeri dan Daya Saing Global

Dalam konsiderans PMK 68/2025, Purbaya menjelaskan bahwa penyesuaian tarif bea keluar dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan domestik dan ekspor. 

Tujuannya, agar kebutuhan dalam negeri untuk biji kakao, produk kelapa sawit, CPO, serta getah pinus tetap terpenuhi, tanpa menghambat potensi ekspor komoditas unggulan tersebut.

“Perubahan ini dilakukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri atas biji kakao, produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta getah pinus,” tulis Purbaya dalam konsiderans beleid tersebut.

Dengan kombinasi kebijakan pungutan dan penyesuaian bea keluar ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem pembiayaan sektor perkebunan yang berkeadilan, menjaga stabilitas harga di tingkat petani, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index