Nikel

Saham Nikel Melesat Didukung Hilirisasi dan Arah Baru Transisi Energi Global

Saham Nikel Melesat Didukung Hilirisasi dan Arah Baru Transisi Energi Global
Saham Nikel Melesat Didukung Hilirisasi dan Arah Baru Transisi Energi Global

JAKARTA - Kinerja saham-saham nikel sepanjang tahun 2025 terus menanjak seiring meningkatnya permintaan global terhadap bahan baku baterai kendaraan listrik (EV) dan dorongan kuat dari program hilirisasi dalam negeri. 

Momentum transisi energi menuju sumber daya hijau membuat logam nikel kembali menjadi primadona di pasar modal nasional.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menyebutkan bahwa faktor utama di balik reli saham nikel adalah meningkatnya kebutuhan industri kendaraan listrik serta kebijakan hilirisasi yang memperkuat nilai tambah komoditas tersebut di Indonesia.

“Karena supply masih sedikit, hal ini bisa mendorong dari sisi kinerja saham nikel,” jelas Indy. Peningkatan permintaan global terhadap EV menciptakan peluang besar bagi emiten-emiten nikel yang selama ini menjadi tulang punggung pasokan logam penting itu di pasar dunia.

Permintaan Baterai EV Pacu Prospek Nikel Global

Kenaikan harga saham nikel tidak terlepas dari tren transisi energi yang tengah berlangsung di seluruh dunia. Nikel menjadi bahan vital dalam pembuatan baterai listrik karena kemampuannya meningkatkan kapasitas penyimpanan energi.

Meskipun terjadi fluktuasi harga di pasar global, mayoritas emiten nikel masih menunjukkan performa keuangan yang solid. Dari sisi fundamental, kata Indy, kinerja perusahaan tetap kuat meski pertumbuhan laba bersih sedikit melambat.

“Secara fundamental masih cukup baik secara profitabilitas, walaupun ada pelemahan di net income growth namun masih positif. OPM dan NPM masih stabil,” ujarnya. Artinya, sektor nikel tetap tangguh di tengah perubahan dinamika pasar dunia yang semakin kompetitif.

Tiongkok dan Risiko Oversupply Jadi Tantangan Industri Nikel

Meski prospek sektor nikel masih cerah, sejumlah tantangan global juga mulai muncul. Menurut Indy, permintaan dari Tiongkok masih menjadi faktor penting yang akan menentukan arah kinerja emiten nikel ke depan. Negeri tersebut merupakan pasar utama logam nikel dunia, terutama untuk industri baja tahan karat dan kendaraan listrik.

Namun, perlambatan ekonomi di Tiongkok dapat menekan permintaan nikel industri, sehingga berpotensi menahan laju kenaikan harga di pasar internasional. Di sisi lain, potensi oversupply juga membayangi pasar, terutama dengan masuknya produksi baru dari proyek-proyek besar di Indonesia dan negara lain.

“Masuknya suplai baru bisa menekan harga global jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan permintaan yang sepadan,” jelasnya. Meski begitu, ia menegaskan peluang masih besar karena permintaan dari sektor EV dan proyek hilirisasi masih tumbuh kuat.

Saham Emiten Nikel Catat Lonjakan Mengagumkan Sepanjang 2025

Kinerja positif sektor nikel tercermin dari lonjakan harga saham sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Central Omega Resource Tbk (DKFT) mencatat kenaikan tajam sebesar 261,90% year to date (YtD) ke level Rp760 per saham. Sementara PT Pam Mineral Tbk (NICL) bahkan melonjak lebih tinggi, yakni 328,85% YtD ke posisi Rp1.115 per saham. 

Tak ketinggalan, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) turut menguat 51,66% YtD ke Rp1.145 per saham, disusul PT Merdeka Battery Minerals Tbk (MBMA) yang naik 37,55% YtD ke Rp630 per saham, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang meningkat 25,41% YtD ke Rp4.540 per saham.

Lonjakan tersebut menunjukkan keyakinan investor terhadap masa depan nikel sebagai pendorong utama transisi energi global dan komoditas strategis dalam rantai pasokan baterai EV. “Peluangnya masih tinggi mengingat demand untuk EV dan hilirisasi yang besar, jadi margin berpotensi lebih kuat,” pungkas Indy.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index