JAKARTA - Pemerintah terus mempercepat upaya pengentasan kemiskinan ekstrem melalui sektor perumahan. Salah satu langkah konkret yang segera terealisasi adalah pencairan dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang lebih dikenal dengan program bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
Mulai Oktober 2025, ribuan keluarga penerima manfaat akan segera menerima bantuan pembangunan rumah yang telah lama mereka nantikan.
Program ini menjadi bukti nyata bahwa perbaikan kualitas tempat tinggal bukan sekadar urusan infrastruktur, tetapi juga kunci kesejahteraan dan martabat masyarakat berpenghasilan rendah.
Fokus Pengentasan Kemiskinan Lewat Perumahan
Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Fitrah Nur, mengungkapkan bahwa hingga September 2025, sebanyak 38.000 unit rumah telah diverifikasi dan mendapatkan Surat Keputusan (SK). Jumlah ini merupakan bagian besar dari target 45.000 unit RTLH yang akan dituntaskan hingga akhir tahun.
“Penyaluran dana untuk puluhan ribu penerima manfaat ini akan mulai cair pada Oktober 2025,” ujar Fitrah dalam kegiatan akad massal rumah subsidi.
Dari total 38.000 unit yang sudah lolos verifikasi, sebanyak 3.000 unit di antaranya merupakan rumah kategori ekstrem yang diperoleh melalui koordinasi dengan Kementerian Sosial.
Langkah ini menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya menargetkan pengurangan backlog perumahan, tetapi juga berupaya memutus rantai kemiskinan ekstrem di akar permasalahan sosial masyarakat.
Pesisir Jadi Fokus Utama Perbaikan Rumah
Program BSPS 2025 mencakup 24 provinsi, dengan konsentrasi penerima terbanyak berada di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Namun, jika ditinjau dari tipologi wilayah, terdapat pola unik dalam sebaran penerima manfaat yang memperlihatkan fokus pemerintah terhadap kawasan paling rentan.
Fitrah Nur merinci data persebaran tersebut sebagai berikut:
Wilayah pesisir: 23.420 unit
Wilayah pedesaan: 14.503 unit
Wilayah perkotaan: 7.114 unit
“Wilayah pesisir di Pulau Sulawesi menjadi salah satu penyumbang terbesar penerima manfaat BSPS,” jelas Fitrah.
Dominasi wilayah pesisir dalam daftar penerima bantuan menggambarkan tingginya tingkat kerentanan masyarakat di kawasan tersebut terhadap kondisi rumah tidak layak huni.
Selain faktor ekonomi, perubahan iklim, abrasi, dan cuaca ekstrem turut memperparah kondisi hunian warga pesisir, menjadikannya prioritas utama dalam agenda peningkatan kesejahteraan berbasis tempat tinggal.
Rincian Dana: Rp 20 Juta per Rumah
Setelah verifikasi rampung, pencairan dana sebesar Rp 20 juta per unit akan segera dilakukan.
Dana ini diberikan sebagai stimulus bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka dapat memperbaiki rumah secara swadaya tanpa bergantung sepenuhnya pada kontraktor atau pihak ketiga.
“Dana Rp 20 juta itu kami bagi menjadi dua bagian, yakni Rp 17,5 juta untuk bahan bangunan dan Rp 2,5 juta untuk upah tukang,” ungkap Fitrah.
Kementerian PUPR menegaskan, skema bantuan ini bukan sekadar pemberian hibah, melainkan upaya pemberdayaan masyarakat agar terlibat langsung dalam pembangunan rumahnya sendiri.
Masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan, pembelian bahan, hingga proses pembangunan, sehingga dana dapat digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
Anggaran Rp 850 Miliar untuk Dorong Akses Hunian Layak
Total anggaran program BSPS tahun 2025 mencapai Rp 850 miliar yang tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian PUPR.
Dana tersebut dialokasikan untuk memperbaiki rumah-rumah warga yang tersebar di berbagai daerah prioritas nasional.
“Pencairan dana pada Oktober 2025 ini menjadi penanda keseriusan pemerintah dalam mempercepat pencapaian target 45.000 unit RTLH,” ujar Fitrah.
Program ini juga sekaligus menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan visi Indonesia Layak Huni dan Berkelanjutan.
Dengan konsep swadaya dan gotong royong, BSPS tidak hanya membangun rumah, tetapi juga membangun rasa kepemilikan, tanggung jawab sosial, dan solidaritas antarwarga.
BSPS: Bukan Sekadar Bedah Rumah, Tapi Gerakan Sosial
Selama ini, BSPS dikenal luas sebagai program “bedah rumah”, tetapi esensinya jauh lebih dalam.
Program ini menekankan pada pemberdayaan masyarakat agar mampu menciptakan lingkungan layak huni secara mandiri.
“Program BSPS membuktikan bahwa solusi perumahan tidak selalu melalui pembangunan rumah baru, tetapi juga dengan memperkuat kemampuan masyarakat memperbaiki rumahnya sendiri,” jelas Fitrah.
Skema ini sejalan dengan pendekatan pembangunan inklusif, di mana setiap warga dilibatkan sebagai subjek perubahan.
Pemerintah menyediakan stimulan, sementara masyarakat berperan aktif memastikan hasil pembangunan sesuai kebutuhan mereka.
Pendekatan semacam ini tidak hanya efisien secara anggaran, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif terhadap lingkungan tempat tinggal.
Langkah Nyata Kurangi Ketimpangan dan Kemiskinan Ekstrem
Program BSPS kini menjadi salah satu instrumen utama pemerintah dalam strategi pengentasan kemiskinan ekstrem nasional.
Rumah yang layak huni menjadi fondasi penting bagi peningkatan kesehatan, produktivitas, dan kualitas hidup masyarakat.
Selain menyediakan hunian yang aman, program ini turut mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, karena masyarakat membeli bahan bangunan dari toko setempat dan menyerap tenaga kerja lokal sebagai tukang.
Efek domino dari program ini menjangkau berbagai sektor — dari konstruksi, bahan bangunan, hingga pemberdayaan sosial.
Dengan pencairan dana BSPS bulan ini, pemerintah berharap ribuan keluarga dapat keluar dari lingkaran kemiskinan struktural dan memiliki tempat tinggal yang lebih layak dan sehat.
Harapan Pemerintah untuk Akselerasi 2026
Keberhasilan realisasi BSPS 2025 menjadi tolok ukur kesiapan program perumahan rakyat di tahun berikutnya.
Kementerian PUPR menargetkan, mulai 2026, implementasi BSPS akan lebih cepat, tepat sasaran, dan diperluas cakupannya, termasuk melalui sinergi dengan BSPS Swasta dan konsep “Berbaginomics” yang tengah digodok.
Jika target tahun ini tercapai, maka hingga akhir 2025 lebih dari 45.000 keluarga akan memiliki rumah yang aman, layak, dan sehat — sekaligus menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju Indonesia tanpa kemiskinan ekstrem pada 2030.