OJK Dorong Bank Swasta dan BPD Secara Aktif Kembangkan Kredit Hijau Nasional

Selasa, 25 November 2025 | 12:37:23 WIB
OJK Dorong Bank Swasta dan BPD Secara Aktif Kembangkan Kredit Hijau Nasional

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa penyaluran kredit hijau di Indonesia saat ini masih didominasi oleh bank-bank besar, terutama Himbara.

Namun, tren positif mulai terlihat dari bank swasta nasional dan bank pembangunan daerah (BPD) yang mulai mengembangkan portofolio hijau dan produk berorientasi ESG (Environmental, Social, and Governance). 

Meskipun skalanya masih terbatas, langkah ini menunjukkan bahwa kesadaran perbankan terhadap keberlanjutan dan dampak lingkungan mulai meningkat.

Data OJK hingga 2024 mencatat total penyaluran kredit berkelanjutan (KUBL) mencapai Rp2.074 triliun, atau sekitar 26,24 persen dari total kredit nasional. 

Mayoritas portofolio disalurkan kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar 69,01 persen, diikuti sektor keanekaragaman hayati 16,59 persen, dan kegiatan berwawasan lingkungan 3,34 persen. 

Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan berkelanjutan masih berakar pada sektor produktif rakyat dan kegiatan ekonomi yang bersentuhan langsung dengan alam, membuka potensi untuk dikembangkan menjadi green lending yang lebih terarah.

Selain itu, peningkatan peran bank swasta dan BPD dalam kredit hijau menandai kesadaran yang tumbuh di sektor perbankan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. 

Munculnya produk hijau di kalangan bank non-Himbara juga menjadi sinyal positif bahwa pembiayaan berkelanjutan tidak lagi terbatas pada institusi besar saja, tetapi mulai menyebar ke berbagai lini perbankan nasional.

Risiko dan Peluang Perubahan Iklim pada Sektor Keuangan

Perubahan iklim yang semakin nyata memberikan dampak signifikan pada sektor yang bergantung pada kondisi alam, seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan. OJK menekankan bahwa dari perspektif regulator, hal ini menimbulkan dua sisi bagi sektor keuangan.

Sisi pertama adalah risiko iklim, baik fisik maupun transisi, yang dapat meningkatkan ketidakpastian kinerja sektor-sektor tersebut. Risiko gagal panen, gangguan rantai pasok, dan penurunan produktivitas dapat berdampak pada peningkatan risiko kredit. 

Karena itu, OJK mendorong bank untuk mengintegrasikan analisis risiko iklim ke dalam proses penyaluran kredit melalui Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS).

Di sisi lain, perubahan iklim juga membuka peluang investasi baru dalam jangka menengah hingga panjang. Investasi berbasis alam (nature-based solutions), pertanian berkelanjutan, energi terbarukan di wilayah pedesaan, dan infrastruktur adaptasi iklim menjadi segmen potensial untuk mengembangkan green lending yang lebih luas.

Tren ini memberi kesempatan bagi sektor keuangan untuk berperan aktif dalam mendukung transisi ekonomi hijau sekaligus melindungi portofolio mereka dari risiko iklim.

Kebijakan Keuangan Berkelanjutan dan Taksonomi Hijau

OJK menegaskan bahwa sektor keuangan tidak hanya harus melindungi diri dari risiko iklim, tetapi juga berperan aktif dalam pembiayaan transisi menuju ekonomi hijau dan berketahanan iklim. 

Hal ini selaras dengan kebijakan keuangan berkelanjutan yang diterapkan regulator, termasuk CRMS dan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).

Selain itu, OJK tengah mengembangkan revisi Peraturan OJK (POJK) Keuangan Berkelanjutan, yakni POJK No. 51/2017.

Revisi ini bertujuan memperkuat kerangka kerja green banking, memperluas cakupan pembiayaan berkelanjutan, dan memberikan panduan yang lebih jelas bagi bank dalam mengelola risiko serta peluang dari ekonomi hijau.

Implementasi taksonomi hijau dan revisi POJK diharapkan dapat memperluas skema kredit hijau di seluruh perbankan nasional, termasuk bank swasta dan BPD. 

Dengan demikian, pembiayaan berkelanjutan tidak hanya menjadi instrumen mitigasi risiko, tetapi juga sebagai katalis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.

Potensi UMKM dan Sektor Produktif dalam Kredit Hijau

Data OJK menunjukkan bahwa UMKM masih menjadi tulang punggung kredit hijau nasional. Dengan proporsi 69,01 persen dari total KUBL, sektor ini menjadi sasaran utama pengembangan pembiayaan berkelanjutan. 

Dukungan bank melalui kredit hijau memungkinkan UMKM meningkatkan produktivitas, menerapkan praktik ramah lingkungan, dan berkontribusi pada ekonomi hijau secara luas.

Selain UMKM, sektor keanekaragaman hayati dan kegiatan berwawasan lingkungan menunjukkan potensi pertumbuhan yang menjanjikan. Bank yang memanfaatkan peluang ini dapat menggabungkan tujuan profitabilitas dengan dampak positif lingkungan. 

Dengan strategi ini, perbankan berperan ganda: menumbuhkan portofolio bisnis yang aman sekaligus mendorong keberlanjutan ekonomi dan sosial.

Secara keseluruhan, tren positif pada bank swasta dan BPD, integrasi analisis risiko iklim, dan penguatan regulasi menjadi fondasi penting untuk memperluas kredit hijau di Indonesia. 

Pembiayaan berkelanjutan diproyeksikan akan semakin berkembang, memberikan peluang bagi sektor keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di masa depan.

Terkini