JAKARTA - Indonesia tengah menatap peluang penerapan Domestic Market Obligation (DMO) emas untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat.
Pasokan emas sempat terganggu akibat longsornya tambang Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia, sehingga rencana DMO menjadi strategi penting pemerintah. Langkah ini diharapkan menstabilkan pasokan sekaligus mendorong pertumbuhan industri pengolahan emas dalam negeri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan sebagian besar produksi emas nasional masih bersumber dari PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Kedua perusahaan ini menguasai kapasitas pengolahan konsentrat tembaga yang dapat menghasilkan emas dalam jumlah besar. Bahlil menekankan, kapasitas ini menjadi kunci untuk menjaga ketersediaan emas di pasar domestik.
Bahlil menjelaskan Freeport mampu mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun, setara menghasilkan 50–60 ton emas. Sementara itu, AMNT mengolah 970 ribu ton konsentrat yang menghasilkan 18–20 ton emas. Dengan demikian, kedua perusahaan mampu menyuplai total sekitar 80 ton emas per tahun melalui smelter mereka.
Rencana DMO emas dianggap sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan. Pemerintah menilai ketersediaan emas domestik harus lebih optimal agar kebutuhan industri dan masyarakat dapat terpenuhi tanpa tergantung impor.
Kebijakan ini juga mendorong perusahaan tambang untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pengolahan emas mereka.
PT Freeport Indonesia (PTFI)
PT Freeport Indonesia tetap menjadi produsen emas terbesar di Indonesia meski mengalami kendala longsor pada awal tahun. Freeport menargetkan produksi emas 50–60 ton per tahun dari konsentrat tembaga yang diolah di smelter mereka.
Smelter PT Freeport berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur, dan memiliki ekosistem pengolahan emas terintegrasi dari hulu hingga hilir.
VP Corporate Communications Freeport, Katri Krisnati, menyebut perusahaan menargetkan produksi emas tahun ini mencapai 1,65 juta ons atau sekitar 46,78 ton.
Freeport berkomitmen beroperasi sesuai izin pertambangan dan memberikan kontribusi signifikan bagi negara serta pemegang saham. Infrastruktur baru seperti Precious Metal Refinery (PMR) memperkuat posisi Freeport sebagai pemain utama pengolahan emas nasional.
Kehadiran Freeport dalam skema DMO diharapkan menjadi pondasi bagi pasokan emas domestik. Selain kapasitas produksi yang besar, pengolahan terintegrasi Freeport memudahkan distribusi emas ke pasar dalam negeri, sekaligus mendukung pembangunan industri hilir berbasis logam mulia.
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN)
AMMN melalui PT Amman Mineral Nusa Tenggara mengelola tambang Batu Hijau, dengan produksi emas sekitar 22,76 ton per tahun. Direktur Utama AMMN, Alexander Ramlie, menegaskan capaian ini merupakan hasil pemanfaatan bijih berkadar tinggi dari Fase 7, yang mendongkrak produktivitas tambang.
Perusahaan menargetkan produksi konsentrat tembaga 430 ribu metrik ton kering untuk menghasilkan 228 juta pon tembaga dan 90.000 ons emas. VP Corporate Communications Amman, Kartika Octaviana, menekankan AMMN tetap fokus meningkatkan produktivitas sambil menjaga kualitas emas yang dihasilkan.
Dengan kapasitas produksi tersebut, AMMN menjadi pendukung utama skema DMO, menyediakan pasokan emas yang cukup untuk pasar domestik. Integrasi operasi tambang dan smelter memungkinkan pengolahan konsentrat menjadi emas batangan siap edar, memperkuat posisi AMMN di industri emas nasional.
PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)
Produksi emas PT Merdeka Copper Gold mencapai 3,6 ton sepanjang 2024, dan ditargetkan antara 100.000–110.000 ons tahun ini. Proyek baru, Pani di Gorontalo, diperkirakan dapat menghasilkan hingga 500.000 ons emas per tahun saat beroperasi penuh.
GM Communications MDKA, Tom Malik, menyampaikan Proyek Pani akan memulai produksi perdana kuartal I-2026. Dengan kapasitas besar ini, MDKA siap menjadi penopang tambahan pasokan emas nasional, khususnya mendukung DMO. Proyek ini juga meningkatkan cadangan emas domestik dan memperluas basis industri pengolahan logam mulia.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Perusahaan Lainnya
ANTM mengelola tambang Emas Pongkor, menghasilkan 1 ton per tahun, dan mengambil suplai buyback sekitar 2,5 ton per tahun. Direktur Utama ANTAM, Achmad Ardianto, menjelaskan perseroan juga mengimpor emas untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pasar.
ANTAM membangun fasilitas manufaktur logam mulia baru di JIIPE, Gresik, dengan kapasitas 5 juta keping logam mulia batangan dan koin. Selain ANTAM, PT Bumi Resources Minerals, PT United Tractors, dan PT J Resources Asia Pasifik menjadi pemain tambahan dalam industri emas nasional.
BRMS menargetkan produksi emas 68.000–73.000 oz tahun ini, UNTR mencapai 4,68 ton, dan PSAB mencatat 2,85 ton. Kontribusi perusahaan-perusahaan ini penting untuk stabilitas pasokan emas di dalam negeri dan mendukung skema DMO.
Dengan kolaborasi produsen besar dan proyek baru, Indonesia memiliki kapasitas memadai untuk memenuhi permintaan emas domestik. Skema DMO emas diharapkan menjadi katalis pertumbuhan industri pengolahan emas, meningkatkan kemandirian, sekaligus menjaga harga dan ketersediaan emas untuk masyarakat dan industri nasional.