Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tergelincir ke zona merah pada perdagangan hari Senin, 10 Februari 2025. Pelemahan ini kembali dipicu oleh saham-saham yang berada di bawah naungan konglomerat Prajogo Pangestu. Hingga pukul 10.50 WIB, IHSG terpantau terkoreksi sebesar 1,70% hingga menyentuh level 6.627,56.
Jika tren ini berlanjut hingga sesi penutupan, IHSG akan mencatatkan rekor empat hari berturut-turut di zona merah dan akumulasi penurunan sebanyak 6,38% sejak awal tahun. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi salah satu yang paling menekan indeks, menyumbang penurunan hingga 37,58 poin. Harga saham BREN anjlok hampir 14% ke posisi Rp16.050 per lembar.
Saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) bahkan lebih terpuruk dengan mengalami penurunan mencapai Auto Reject Bawah (ARB) sebesar 20%, menunjukkan harga per lembar menjadi Rp9.075. Penurunan ini turut menambah tekanan pada IHSG dengan menurunkan indeks sebesar 9,41 poin.
Faktor Penyebab Penurunan
Koreksi tajam saham BREN dan CUAN disebabkan oleh kabar bahwa Morgan Stanley Capital International (MSCI) tidak memasukkan emiten konglomerasi Prajogo Pangestu ke dalam indeks MSCI Investable Market pada review yang dijadwalkan bulan Februari 2025. Keputusan ini diambil setelah MSCI melakukan analisis dan menerima masukan terkait adanya kendala dalam investibility saham-saham tersebut. Kendala ini juga dibahas dalam kalangan analis.
"Masih ada kendala yang perlu diatasi untuk memastikan saham tersebut layak masuk indeks MSCI," ungkap salah satu analis yang tidak ingin disebutkan namanya.
Review indeks ini merupakan bagian dari rebalancing atau kocok ulang yang dilakukan MSCI setiap tahun pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Sebelumnya, ada rumor bahwa BREN akan masuk ke dalam indeks, namun ternyata hal ini gagal terwujud.
MSCI dan Indeks Saham
MSCI merupakan salah satu acuan penting bagi investor asing dalam menentukan alokasi investasi di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Kriteria penilaian MSCI memiliki pengaruh kuat terhadap pergerakan saham-saham di pasar finansial Indonesia.
Spekulasi mengenai tiga saham konglomerat yang akan masuk menjadi bagian divisi MSCI Indonesia Large-Cap semakin santer terdengar. Namun, masuknya saham-saham ini ke indeks belum dapat dipastikan setelah perkembangan terakhir.
Beredar pula rumor bahwa BREN sebelumnya gagal masuk indeks FTSE karena masalah serupa, yakni tidak memenuhi syarat free float minimal 5%. Penilaian FTSE pada waktu itu menunjukkan bahwa 97% saham BREN terkonsentrasi pada empat pemegang saham utama. Namun, pihak manajemen BREN menolak temuan ini dan meminta FTSE Russell untuk melakukan klarifikasi lebih lanjut.
Dampak Lanjutan di Pasar
Kondisi ini membuat investor semakin berhati-hati dalam menghadapi dinamika dan sentimen pasar yang berkembang akhir-akhir ini. IHSG, sebagai barometer utama ekonomi nasional, sering kali mencerminkan perubahan sentimen investor yang dipengaruhi oleh keputusan internasional seperti kocok ulang indeks MSCI.
Sidarta Utama, seorang pakar pasar modal dari Universitas Indonesia, berkomentar bahwa volatilitas seperti ini cenderung wajar dalam pasar saham, terutama ketika ada berita besar yang mempengaruhi persepsi pasar. “Investor perlu memperhatikan berita dan keputusan penting yang mempengaruhi pasar untuk membuat keputusan investasi yang tepat,” katanya.
Ke Depan
Pasar saham Indonesia tampaknya akan terus mengalami tantangan seiring dengan perkembangan berita dan sentimen global. Untuk itu, perlu adanya strategi mitigasi risiko yang efektif bagi investor dalam menghadapi ketidakpastian ini. Pemerintah dan otoritas pasar diharapkan dapat bekerja sama dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan terhadap pasar saham Indonesia.
Dengan adanya pengumuman MSCI yang akan datang, para pelaku pasar harus tetap waspada dan siap untuk menghadapi kemungkinan perubahan yang dapat mempengaruhi strategi investasi mereka di masa mendatang.