Pengertian pasar modal syariah merujuk pada salah satu alternatif bagi mereka yang ingin bertransaksi surat berharga tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah Islam.
Saat ini, pasar modal syariah menjadi bagian integral dari pasar modal Indonesia dan operasionalnya sejalan dengan kegiatan pasar modal secara umum.
Namun, pasar modal syariah memiliki ciri khas tersendiri, di mana setiap produk dan transaksi yang terjadi harus mematuhi ketentuan syariah.
Pengertian pasar modal syariah di Indonesia juga tidak terlepas dari peraturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM).
Pengertian Pasar Modal Syariah
Pengertian pasar modal syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) mencakup kegiatan yang berkaitan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang terkait dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berhubungan dengan Efek.
Pasar modal syariah pada dasarnya merujuk pada kegiatan dalam pasar modal yang telah diatur dalam UUPM namun tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah sistem terpisah, melainkan bagian dari sistem pasar modal yang lebih luas.
Meskipun kegiatan pasar modal syariah pada umumnya tidak berbeda jauh dengan pasar modal konvensional, terdapat karakteristik khusus, yaitu produk dan transaksi yang dilakukan harus sesuai dengan syariah.
Penerapan prinsip syariah ini berlandaskan pada Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW, yang ditafsirkan oleh ulama melalui ilmu fiqih, khususnya fiqih muamalah, yang mengatur hubungan antara individu dalam hal perniagaan.
Salah satu prinsip dalam fiqih muamalah adalah bahwa pada dasarnya semua jenis muamalah boleh dilakukan, kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Konsep ini menjadi dasar hukum pasar modal syariah di Indonesia.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia menunjukkan angka yang menggembirakan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aktiva bersih (NAB) reksadana syariah pada akhir Maret 2020 tercatat mencapai Rp57,42 triliun, mengalami kenaikan sebesar 6,87 persen dibandingkan dengan NAB pada akhir Desember 2019 yang tercatat sebesar Rp53,73 triliun.
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai pada 3 Juli 1997 dengan penerbitan reksadana syariah oleh PT Danareksa Investment Management.
Kemudian, pada 3 Juli 2000, Bursa Efek Indonesia (sebelumnya dikenal sebagai Bursa Efek Jakarta) bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management untuk meluncurkan Jakarta Islamic Index.
Indeks ini bertujuan untuk memberi panduan kepada investor yang ingin berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah, dengan menyediakan wadah bagi saham-saham yang memenuhi kriteria syariah.
Pada 18 April 2001, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 yang mengatur Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah.
Selanjutnya, pada awal September 2002, PT Indosat Tbk menerbitkan Obligasi Syariah pertama dengan akad mudharabah.
Dalam hal pengaturan Pasar Modal Syariah, perkembangan institusional juga memainkan peran penting. MoU antara Bapepam dan DSN-MUI yang ditandatangani pada 14 Maret 2003 menandai komitmen untuk mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia.
Selain itu, pada 2003, Bapepam-LK membentuk Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah. Pada 2004, pengembangan pasar modal syariah dimasukkan dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dilaksanakan oleh unit eselon IV yang khusus menangani hal ini.
Seiring waktu, pada 2006, unit ini ditingkatkan menjadi eselon III, dan pada 23 November 2006, Bapepam-LK mengeluarkan paket peraturan terkait pasar modal syariah, termasuk Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad dalam Penerbitan Efek Syariah.
Perkembangan lainnya terjadi pada 31 Agustus 2007, ketika Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, dan pada 12 September 2007, peluncuran Daftar Efek Syariah yang pertama.
Pada 7 Mei 2008, pasar modal syariah mencapai tonggak penting dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yang memberikan landasan hukum untuk penerbitan sukuk negara.
Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002 pada 26 Agustus 2008. Terakhir, pada 30 Juni 2009, Bapepam-LK melakukan penyempurnaan terhadap peraturan yang ada.
Dasar Hukum Pasar Modal Syariah
Kegiatan dalam pasar modal yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksananya, seperti Peraturan Bapepam-LK, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lainnya.
Pasar modal syariah ini termasuk dalam sistem pasar modal Indonesia. Sebagai otoritas yang mengatur pasar modal di Indonesia, Bapepam-LK menetapkan beberapa peraturan khusus yang berkaitan dengan pasar modal syariah, di antaranya:
Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah.
Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah.
Prinsip Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah pada dasarnya merupakan bagian dari pasar modal umum, di mana aktivitas yang terlibat mencakup jual beli saham, sukuk, dan reksadana.
Aktivitas keuangan ini merupakan bagian dari muamalah, yang mengatur hubungan antar sesama manusia.
Kegiatan dalam pasar modal juga termasuk dalam kategori muamalah, sehingga transaksi dalam pasar modal diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Terdapat beberapa karakteristik pasar modal syariah, di antaranya produk dan mekanisme transaksinya harus sesuai dengan prinsip syariah.
Pasar modal syariah memberikan jaminan bahwa transaksi jual beli yang dilakukan halal, dengan menghindari unsur gharar (ketidakpastian) dan riba.
Oleh karena itu, sifat pasar modal syariah bersifat universal, yang dapat dimanfaatkan oleh semua golongan, suku, dan agama.
Prinsip kerja pasar modal syariah didasarkan pada hukum Islam, yang dirumuskan dalam fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Fatwa DSN-MUI, baik yang sudah ditetapkan maupun yang belum diatur dalam peraturan Bapepam dan LK, menjadi acuan dalam pelaksanaan pasar modal syariah.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur prinsip-prinsip tersebut.
1. Investasi Halal dan Sesuai Syariah
Pasar modal syariah mengusung prinsip dasar syariat Islam, menawarkan produk atau instrumen investasi yang halal, khususnya bagi umat Islam.
Dengan investasi yang halal, pasar modal ini bertujuan untuk mengatasi kecemasan masyarakat terhadap investasi yang mengandung riba atau unsur haram lainnya.
Kegiatan dalam pasar modal ini termasuk dalam kategori muamalah, sehingga transaksi yang dilakukan diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Kegiatan yang dilarang dalam muamalah adalah spekulasi dan manipulasi yang mengandung unsur gharar, riba, maisir, risywah, maksiat, dan kezaliman.
2. Menggunakan Uang sebagai Alat Pertukaran Nilai
Dalam pasar modal syariah, uang berfungsi sebagai alat pertukaran nilai saat berinvestasi. Dengan cara ini, investor akan mendapatkan imbal hasil (return) sesuai porsi tertentu.
Namun, investasi tersebut harus dilakukan menggunakan mata uang yang sama dengan yang digunakan dalam pembukuan.
3. Risiko Kerugian Relatif Rendah
Pasar modal syariah memungkinkan investor dan emiten untuk bekerja sama dengan risiko yang lebih rendah. Artinya, kedua belah pihak dapat terhindar dari kerugian yang signifikan, menjadikan investasi ini lebih aman dan stabil.
4. Transaksi Menggunakan Akad
Dalam pasar modal syariah, setiap transaksi dilakukan dengan menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariat Islam. Ini memastikan bahwa kegiatan jual-beli berlangsung dengan jelas dan transparan, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.
5. Mekanisme yang Jelas
Mekanisme dalam pasar modal syariah difokuskan pada transparansi dan kejelasan sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini mencegah terjadinya keraguan atau prasangka dalam transaksi, memberikan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat.
Manfaat Pasar Modal Syariah
Prinsip dan cara kerja pasar modal syariah mengikuti syariat Islam yang berlaku, sehingga manfaatnya sangat jelas, terutama bagi umat Islam. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pasar modal syariah antara lain:
Menyediakan wadah bagi para investor untuk berpartisipasi dalam kegiatan bisnis, memperoleh keuntungan, serta menanggung risiko yang ada.
Memberikan ruang bagi emiten untuk mendapatkan modal dari pihak luar guna mendukung kebutuhan operasional dan ekspansi bisnis mereka.
Menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah melalui pajak, yang juga berkontribusi pada penguatan ekonomi nasional.
Fungsi Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah memiliki dua fungsi utama dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai berikut.
1. Fungsi Ekonomi
Pasar modal syariah bertindak sebagai perantara yang menghubungkan antara investor dan pihak yang membutuhkan dana.
Seluruh proses transaksi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama.
2. Fungsi Keuangan
Fungsi keuangan pasar modal syariah memberikan peluang bagi pemilik dana untuk memperoleh imbal hasil (return) sesuai dengan jenis investasi yang dipilih.
Meskipun berlandaskan prinsip syariah dan diatur oleh hukum Islam, pasar modal syariah tetap bersifat inklusif, dapat diakses oleh siapa saja tanpa membedakan suku, agama, atau ras.
Tujuan dari pasar modal syariah adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, memberi kesempatan bagi perusahaan untuk memperoleh dana langsung dari masyarakat, menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi sektor usaha, serta menciptakan lapangan pekerjaan dengan profesi yang berkualitas dan menarik.
Kegiatan yang Dilarang di Dalam Pasar Modal Syariah
Keuntungan yang diperoleh dari pasar modal syariah berasal dari bagi hasil yang disebut dengan nisbah. Namun, ada beberapa tindakan yang bertentangan dengan prinsip syariah, sesuai dengan fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011, antara lain sebagai berikut.
1. Tadlis
Merupakan tindakan menyembunyikan cacat pada objek akad dengan tujuan mengelabui pembeli agar objek tersebut terlihat baik.
2. Taghrir
Adalah upaya mempengaruhi orang lain dengan ucapan atau tindakan yang berisi kebohongan, biasanya untuk mendorong orang melakukan transaksi.
3. Tanajusy atau Najsy
Mengacu pada tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak berniat untuk membelinya, dengan tujuan menciptakan kesan bahwa banyak pihak berminat.
4. Ikhtikar
Merupakan praktik membeli barang yang dibutuhkan masyarakat pada harga tinggi, kemudian menimbunnya untuk dijual kembali saat harga meningkat.
5. Ghisysy
Salah satu bentuk dari tadlis, di mana penjual menonjolkan keunggulan barang namun menyembunyikan cacatnya.
6. Ghabn
Terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara dua barang yang dipertukarkan dalam akad, baik dalam kualitas maupun kuantitas.
7. Bai’ Alma’dum
Penjualan barang yang belum dimiliki atau melakukan short selling.
8. Riba
Merupakan tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang ribawi atau tambahan pada pokok utang yang diberikan sebagai imbalan atas penundaan pembayaran.
Keuntungan Investasi di Pasar Modal Syariah
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari investasi di pasar modal syariah, yang sesuai dengan prinsip syariat, antara lain seperti berikut.
1. Keuntungan Lebih Pasti
Keuntungan yang dihasilkan dari pasar modal syariah dianggap lebih pasti karena mengikuti prinsip syariat. Selain itu, investasi di pasar ini terhindar dari unsur ketidakpastian (gharar), sehingga investor merasa lebih aman.
2. Bebas Riba
Sesuai dengan syariat Islam, investasi di pasar modal syariah bebas dari riba, yang merupakan salah satu hal yang wajib dihindari dalam hukum Islam.
3. Diperkuat Payung Hukum
Pasar modal syariah memiliki dasar hukum yang kuat, yang mencakup 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang pasar modal syariah, Undang-Undang Sukuk Negara (SBSN), serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Meskipun pasar modal syariah dan konvensional memiliki cara kerja yang mirip, perbedaannya terletak pada prinsip syariah yang menjadi dasar operasional pasar modal syariah.
Sebagai penutup, pengertian pasar modal syariah menunjukkan bagaimana sistem ini menggabungkan prinsip-prinsip syariat Islam dengan kegiatan pasar modal, memberikan kesempatan investasi yang halal dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.