Kemenhut

Kemenhut Tingkatkan Ekonomi Masyarakat dengan Pengakuan Hutan Adat Secara Resmi

Kemenhut Tingkatkan Ekonomi Masyarakat dengan Pengakuan Hutan Adat Secara Resmi
Kemenhut Tingkatkan Ekonomi Masyarakat dengan Pengakuan Hutan Adat Secara Resmi

JAKARTA - Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat akan sejalan dengan upaya penguatan ekonomi masyarakat adat. 

Hal ini menjadi langkah strategis untuk memastikan hak-hak masyarakat adat diakui sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka melalui akses terhadap sumber daya dan peluang usaha.

Silverius Oscar Unggul, Penasihat Utama Menteri Kehutanan, menyampaikan bahwa pemerintah menyiapkan dua skema pendanaan utama. 

Skema pertama berupa hibah untuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas, sedangkan skema kedua berupa pembiayaan bank dengan bunga rendah serta grace period panjang bagi komunitas yang telah siap secara kelembagaan.

Pendekatan ini diharapkan tidak hanya mempercepat pengakuan hutan adat, tetapi juga mendorong masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan dan produktif. Kolaborasi pemerintah dengan lembaga keuangan menjadi kunci agar skema ini berjalan efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal.

Skema Pendanaan dan Akses Pasar untuk Masyarakat

Untuk meminimalkan risiko perbankan, Kemenhut bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merancang skema back-to-back, di mana dana hibah ditempatkan sebagai deposito jaminan pinjaman. 

Dengan model ini, diharapkan masyarakat adat dapat memperoleh pembiayaan secara lebih mudah dan aman, sekaligus mendorong pengembangan usaha berbasis hutan.

Selain pendanaan, pemerintah juga fokus memperluas akses pasar bagi produk masyarakat adat. Hal ini diwujudkan melalui implementasi nota kesepahaman antara Menteri Kehutanan dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. 

Dukungan pasar ini diyakini mampu meningkatkan nilai ekonomi hutan adat sekaligus memberi insentif bagi pengelolaan yang berkelanjutan.

Silverius menegaskan, skema pendanaan dan pasar ini dirancang agar berkembang menjadi dana abadi masyarakat adat, memberikan manfaat jangka panjang, dan memperkuat kemandirian ekonomi komunitas lokal.

Target dan Percepatan Proses Hutan Adat

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menargetkan pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat dalam empat tahun ke depan. 

Komitmen ini juga diperkuat oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Hasyim Djojohadikusumo, pada Leader Summit COP30, menegaskan Indonesia serius mempercepat proses pengakuan hak masyarakat adat secara cepat, adil, dan transparan.

Sejak Maret 2025, Kementerian Kehutanan membentuk Task Force Percepatan Perizinan Hutan Adat. Tim ini terdiri dari organisasi non-pemerintah, akademisi, masyarakat adat, dan pemerintah dengan prinsip inklusivitas serta keterwakilan gender. 

Tugas utama task force adalah memastikan target 1,4 juta hektare tercapai melalui proses yang efisien namun tetap adil.

Langkah ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menciptakan regulasi yang responsif dan melibatkan berbagai pihak terkait, sehingga masyarakat adat mendapat pengakuan hak sekaligus kemudahan dalam mengelola hutan mereka.

Kolaborasi Global dan Peran Masyarakat Adat

Selain fokus nasional, Indonesia juga mendukung inisiatif global dalam pengelolaan hutan tropis. Silverius menjelaskan dukungan Indonesia terhadap Tropical Forests Financing Facility (TFFF) yang dipimpin Brasil. 

Indonesia siap berkolaborasi demi menjaga hutan tropis, yang menjadi benteng iklim dunia, dengan masyarakat adat sebagai penjaga utama.

Pendekatan ini menekankan pentingnya peran masyarakat adat sebagai pengelola hutan sekaligus penerima manfaat ekonomi dari pengelolaan berkelanjutan. Kombinasi pengakuan hukum, akses pendanaan, pasar, serta dukungan internasional diyakini akan memperkuat posisi masyarakat adat sekaligus mendorong pelestarian lingkungan.

Kolaborasi pemerintah, komunitas adat, sektor keuangan, dan mitra global diharapkan mampu menciptakan model pengelolaan hutan yang inovatif, inklusif, dan berkelanjutan. 

Langkah-langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa pengakuan hutan adat bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari strategi pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling terintegrasi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index