JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor kelapa utuh dinilai bisa menjadi langkah penting dalam memperkuat hilirisasi industri kelapa nasional.
Namun, agar kebijakan ini berdampak positif, diperlukan strategi menyeluruh, terutama dalam pemetaan kebutuhan bahan baku dan pembenahan tata niaga di sektor kelapa.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa Indonesia tidak akan lagi mengekspor kelapa utuh. Seluruh hasil panen akan diolah di dalam negeri menjadi produk bernilai tambah seperti minyak kelapa murni, santan, dan berbagai turunan lainnya.
Langkah ini diharapkan mampu memperluas peluang ekonomi dan membuka lapangan kerja baru bagi pelaku industri lokal.
Krisis Pasokan Jadi Tantangan Utama Industri Pengolahan Kelapa
Menurut pengamat pertanian Eliza Mardian dari CORE Indonesia, industri pengolahan kelapa dalam negeri tengah menghadapi kendala serius berupa krisis pasokan bahan baku. Kondisi ini membuat sejumlah perusahaan terpaksa mengurangi kapasitas produksinya bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Ada industri yang hanya beroperasi 33% dari kapasitas maksimal karena kesulitan bahan baku. Kalau ekspor kelapa utuh dihentikan dan bahan bakunya bisa diserap industri, idle capacity (kapasitas kosong) bisa berkurang,” ujarnya.
Kelangkaan bahan baku ini, lanjut Eliza, bukan hanya disebabkan oleh faktor cuaca ekstrem seperti El Nino yang menekan produktivitas, tetapi juga akibat meningkatnya ekspor kelapa utuh yang menyerap sebagian besar hasil panen petani. Hal ini membuat kebutuhan industri domestik tak bisa terpenuhi dengan maksimal.
Data Ekspor Kelapa Menunjukkan Peningkatan Signifikan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kelapa bulat sepanjang 2024 mencapai 432.000 ton, naik dari 381.000 ton pada 2023. Dalam dua bulan pertama 2025 saja, jumlah ekspor sudah menembus 71.000 ton. Sepanjang kuartal I-2025, nilai ekspor kelapa bulat mencapai US$ 46 juta, tumbuh hingga 146% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir kelapa bulat terbesar ketiga di dunia, dengan negara tujuan utama seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Namun, di sisi lain, peningkatan ekspor ini juga menciptakan ironi. Di tengah melonjaknya volume ekspor, industri pengolahan di dalam negeri justru kesulitan mendapatkan bahan baku.
“Ini ironis, ketika pemerintah ingin mendorong hilirisasi kelapa, justru industri eksisting kesulitan mendapatkan bahan baku,” kata Eliza.
Diperlukan Strategi Terpadu agar Hilirisasi Tak Sekadar Wacana
Eliza menilai, penghentian ekspor kelapa utuh memang berpotensi memperkuat industri pengolahan nasional. Namun, kebijakan ini hanya akan efektif jika pemerintah memastikan bahan baku terserap secara optimal oleh pelaku industri dalam negeri.
Ia menekankan pentingnya langkah lanjutan berupa pemetaan kebutuhan industri, penyesuaian kapasitas hilirisasi, serta pemberian insentif bagi produk turunan kelapa. Selama ini, insentif untuk industri olahan kelapa masih sangat terbatas, sehingga tidak mendorong inovasi maupun ekspansi produksi.
Selain itu, dukungan terhadap aspek pemasaran juga dinilai krusial. Produk turunan kelapa perlu diintegrasikan dengan sektor industri lain, sekaligus diarahkan pada pasar ekspor bernilai tambah tinggi. Dengan cara ini, Indonesia dapat beralih dari eksportir bahan mentah menjadi pemain utama dalam perdagangan produk olahan kelapa dunia.
“Kalau pemerintah tidak mampu connecting the dots (menghubungkan rantai hulu ke hilir), bisa kacau. Kelapa tidak terserap optimal, pasar terlihat oversupply, dan harga jatuh. Akhirnya petani yang rugi,” tegas Eliza.
Menjadikan Hilirisasi Kelapa Sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi
Rencana penghentian ekspor kelapa utuh sejatinya membuka peluang besar untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui industri berbasis sumber daya alam. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, petani kelapa bisa menikmati harga jual yang lebih stabil, sementara pelaku industri dapat memaksimalkan kapasitas produksinya.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong nilai tambah di sektor pertanian dan perkebunan. Melalui hilirisasi yang terarah, Indonesia tak hanya menjaga keberlanjutan ekonomi petani, tetapi juga memperluas kesempatan ekspor produk olahan yang memiliki daya saing global.
Dengan demikian, penghentian ekspor kelapa utuh bukan semata kebijakan pembatasan, melainkan langkah strategis untuk menciptakan kemandirian ekonomi nasional berbasis komoditas unggulan daerah.