OJK

OJK Soroti Kerugian Rp6,1 Triliun Akibat Penipuan, Dorong Dana Masuk ke Sektor Formal

OJK Soroti Kerugian Rp6,1 Triliun Akibat Penipuan, Dorong Dana Masuk ke Sektor Formal
OJK Soroti Kerugian Rp6,1 Triliun Akibat Penipuan, Dorong Dana Masuk ke Sektor Formal

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti meningkatnya kasus penipuan keuangan yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan keprihatinannya atas hilangnya dana masyarakat hingga mencapai Rp6,1 triliun akibat aksi penipuan (scam) dan kecurangan (fraud).

Menurutnya, apabila dana tersebut dapat disalurkan ke sektor keuangan formal, maka nilainya akan mampu memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah.

“Total kerugian mencapai Rp6,1 triliun dana masyarakat yang hilang akibat scam dan fraud. Padahal, kalau dana-dana itu bisa masuk ke sektor keuangan formal, tentu akan bisa menggerakkan ekonomi di daerah,” kata Friderica di Jakarta, Jumat 10 Oktober 2025.

Ribuan Kasus Penipuan Digital Ditemukan

Data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) menunjukkan bahwa sejak November 2024 hingga 30 September 2025, terdapat 274.772 laporan kasus penipuan dengan jumlah rekening dilaporkan mencapai 443.235 rekening. Dari jumlah tersebut, sebanyak 87.819 rekening telah diblokir untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.

Total kerugian masyarakat yang dilaporkan mencapai Rp6,1 triliun, sementara dana yang berhasil diblokir dari rekening pelaku baru sekitar Rp374,2 miliar. Angka ini mencerminkan masih besarnya potensi kerugian yang belum dapat dipulihkan.

Friderica menegaskan bahwa fenomena penipuan digital bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga merupakan tantangan global yang mengancam kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.

“Scam dan penipuan ini tidak hanya menjadi masalah nasional, melainkan juga global. Ini tantangan yang harus kita hadapi bersama agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan tetap terjaga,” ujarnya.

Literasi Keuangan Jadi Kunci Pencegahan

OJK menilai peningkatan literasi dan inklusi keuangan merupakan langkah strategis untuk mencegah masyarakat menjadi korban penipuan digital. Melalui edukasi, masyarakat diharapkan mampu mengenali pola penipuan, berhati-hati dalam bertransaksi, dan memilih lembaga keuangan yang legal serta diawasi otoritas.

Friderica menjelaskan bahwa selain berfungsi sebagai upaya pencegahan tindak pidana keuangan, peningkatan literasi juga berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.

“Ada satu studi yang dilakukan oleh OECD yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat literasi dan inklusi masyarakat suatu negara dengan tingkat kesejahteraannya. Jadi, ini adalah cara yang sangat baik dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah,” katanya.

Saat ini, indeks literasi keuangan nasional mencapai 66,4 persen, sementara indeks inklusi keuangan sudah berada di angka 80,51 persen. Meski mengalami kemajuan, OJK menilai masih diperlukan upaya kolaboratif agar kesadaran masyarakat semakin tinggi terhadap risiko penipuan digital.

Kolaborasi Melalui TPAKD dan Program Edukasi

Untuk mempercepat peningkatan literasi dan inklusi keuangan, OJK menggandeng pemerintah daerah dan lembaga keuangan melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Tim ini berperan penting dalam memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa program utama yang dijalankan OJK dan TPAKD di antaranya Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan), yang hingga kini telah menjangkau lebih dari 100 juta peserta di berbagai daerah.

Program ini menekankan pentingnya edukasi keuangan bagi masyarakat, pelajar, serta pelaku usaha mikro dan kecil.

Selain itu, program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) telah mencapai 58,32 juta rekening, yang bertujuan menanamkan kebiasaan menabung sejak dini.

Program Laku Pandai (branchless banking) juga telah menjangkau lebih dari 72 ribu desa, memperluas akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan tanpa harus datang ke kantor bank.

Friderica mengatakan bahwa kolaborasi lintas sektor ini menjadi kunci untuk mendorong inklusi keuangan yang lebih merata dan memperkuat ekonomi daerah. “Kami ingin seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah, bisa mendapatkan akses keuangan yang aman, mudah, dan terjangkau,” ujarnya.

Ajak Kepala Daerah Perkuat Inovasi Keuangan

Dalam kesempatan tersebut, Friderica juga mengajak seluruh kepala daerah untuk aktif memperkuat inovasi keuangan di wilayah masing-masing. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendukung ekosistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

“OJK mengajak seluruh kepala daerah untuk terus memperkuat inovasi keuangan di wilayahnya demi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kolaborasi antara OJK, pemerintah daerah, dan pelaku industri keuangan merupakan langkah penting untuk mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif. 

“Mari menjadi pemimpin tangguh yang menuntun daerahnya menuju pembangunan berkelanjutan yang melahirkan kemakmuran serta kesejahteraan bersama. Bersama TPAKD, kita pasti bisa mencapai itu,” kata Friderica menutup pernyataannya.

Dengan semakin maraknya kejahatan digital dan meningkatnya kerugian akibat penipuan, OJK berharap penguatan literasi keuangan masyarakat dapat menjadi benteng utama dalam menjaga keamanan finansial. 

Dana masyarakat yang semestinya berputar di sektor formal diharapkan tidak lagi hilang karena penipuan, melainkan dapat menjadi penggerak ekonomi daerah dan penopang kesejahteraan nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index