SPPG Jatijajar Depok: Dapur MBG yang Pemberdayakan Difabel

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 11:48:52 WIB
SPPG Jatijajar Depok: Dapur MBG yang Pemberdayakan Difabel

JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) meresmikan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Jatijajar di Kota Depok, Jawa Barat, Jumat 10 Oktober 2025. 

Yang membuat dapur ini unik bukan hanya fungsinya sebagai penyedia makanan bergizi, tetapi juga komitmennya memberdayakan kaum difabel dalam operasional sehari-hari.

Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayat, menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam program ini. Ia menyoroti peran dua difabel yang bekerja di dapur, yang turut memberikan kontribusi signifikan bagi jalannya pelayanan MBG. 

“Ini menjadi hal yang patut diapresiasi. Artinya, SPPG ini tidak hanya melayani masyarakat, tapi juga memberi ruang bagi semua untuk berdaya,” kata Hidayat.

Program MBG sendiri bertujuan memberikan akses makanan bergizi bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan warga kurang mampu. Di SPPG Jatijajar, setiap aspek operasional diperhatikan dengan detail, termasuk pengelolaan limbah makanan. 

Sisa makanan yang tidak tersaji dimanfaatkan sebagai pakan ikan dan lele, sebuah praktik sederhana namun berdampak positif bagi lingkungan. Hidayat menyebut inisiatif ini sebagai contoh manajemen dapur yang inovatif dan berkelanjutan.

Bahan baku yang digunakan di dapur ini pun memiliki cerita panjang. Beras yang digunakan berasal dari hasil panen lahan seluas 20 hektare, bagian dari program cetak sawah nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto.

 Hidayat menekankan pentingnya keterhubungan antara produksi pangan dan pelayanan publik. “Dari sawah sampai dapur, semuanya punya cerita panjang dan gotong royong di dalamnya. Hal-hal seperti ini membuat kami di BGN merasa bangga,” ujarnya.

Selain fokus pada kualitas bahan, SPPG Jatijajar juga menekankan keamanan pangan. Hidayat berharap dapur ini bisa menjadi contoh bagi unit MBG lainnya di Indonesia. Ia menekankan bahwa pelayanan harus terus dijalankan dengan konsisten, menjaga kualitas makanan, serta selalu berinovasi. 

“Yang penting, tetap semangat melayani, menjaga kualitas, tidak boleh ada masalah keamanan pangan, dan terus berinovasi dengan cara sederhana tapi bermakna,” ujarnya.

Keterlibatan difabel di dapur MBG ini juga menjadi pesan kuat tentang inklusivitas dan pemberdayaan masyarakat. Mereka bukan hanya tenaga tambahan, melainkan bagian integral dari pelayanan publik. 

Kehadiran mereka membuktikan bahwa unit pelayanan pemerintah bisa memadukan fungsi sosial dengan pemberdayaan individu, sekaligus menumbuhkan rasa kebersamaan.

SPPG Jatijajar juga menonjolkan praktik berkelanjutan dengan pemanfaatan limbah makanan. Sisa makanan dari dapur tidak dibuang percuma, melainkan diolah menjadi pakan ikan dan lele. 

Strategi ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga mendukung ketahanan pangan lokal, menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan antara dapur MBG dan masyarakat sekitar.

Program cetak sawah yang menjadi sumber beras dapur ini menunjukkan pentingnya keterpaduan program pemerintah, dari produksi hingga konsumsi.

Dengan memanfaatkan hasil panen sendiri, SPPG Jatijajar menegaskan konsep keberlanjutan dalam setiap aspek pelayanan, sekaligus memperkuat semangat gotong royong di masyarakat.

Kegiatan SPPG Jatijajar diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi unit dapur MBG lain di berbagai wilayah. Tidak hanya sebagai penyedia makanan bergizi, tetapi juga sebagai tempat pemberdayaan masyarakat, inklusif terhadap difabel, dan ramah lingkungan.

 Program ini menekankan bahwa pelayanan publik bisa bersifat multifungsi: melayani, memberdayakan, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan keberlanjutan.

Melalui SPPG Jatijajar, Badan Gizi Nasional menunjukkan komitmen nyata dalam membangun masyarakat sehat, produktif, dan inklusif. Setiap langkah dalam pengelolaan dapur, dari pemilihan bahan baku hingga pengolahan limbah, dirancang untuk memberikan dampak positif yang luas. 

Keterlibatan difabel, pengelolaan limbah yang inovatif, dan penggunaan beras lokal dari program cetak sawah menjadi simbol konkret bahwa pelayanan publik bisa berpadu dengan pemberdayaan dan keberlanjutan.

Dengan demikian, SPPG Jatijajar bukan hanya sekadar dapur MBG biasa. Ia menjadi representasi bagaimana layanan publik dapat menjadi ruang pemberdayaan, sekaligus menciptakan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi masyarakat. 

Keberadaan difabel di dapur ini membuktikan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam pembangunan komunitas yang lebih sehat dan inklusif, menjadikan SPPG Jatijajar sebagai contoh nyata integrasi pelayanan publik, keberlanjutan, dan pemberdayaan sosial.

Terkini