Pemerintah Dorong Perhutanan Sosial Jadi Penggerak Ekonomi Inklusif Nasional

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 10:44:54 WIB
Pemerintah Dorong Perhutanan Sosial Jadi Penggerak Ekonomi Inklusif Nasional

JAKARTA - Pemerintah terus memperkuat program perhutanan sosial sebagai strategi pembangunan yang tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga mendorong pemerataan ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. 

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa program ini telah memberikan kontribusi nyata terhadap terciptanya ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

“Perhutanan sosial yang paling penting dalam artian terkait dengan hajat hidup orang banyak. Perhutanan sosial memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi inklusif,” kata Raja Juli Antoni dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Program perhutanan sosial sendiri bertujuan memberikan akses legal bagi masyarakat untuk mengelola hutan negara secara berkelanjutan, sehingga mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi tanpa merusak fungsi ekologisnya.

Kontribusi Nyata terhadap Perekonomian

Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (Kemenhut), nilai transaksi ekonomi dari kegiatan masyarakat kehutanan telah mencapai Rp4,5 triliun. 

Angka ini berasal dari hasil perhitungan data yang dilaporkan oleh 3.123 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), atau sekitar 19,57 persen dari total 15.925 KUPS yang terdaftar di seluruh Indonesia.

Data tersebut menunjukkan bahwa program perhutanan sosial telah memberi dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaan dan kawasan sekitar hutan. 

Selain menciptakan lapangan kerja baru, program ini juga membantu menggerakkan sektor-sektor turunan seperti agroforestri, ekowisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta usaha mikro berbasis sumber daya lokal.

Raja Juli menilai, capaian ekonomi tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat bisa menjadi motor penggerak pembangunan jika diberikan kepercayaan dan dukungan akses kelola yang memadai.

Fokus pada Kualitas dan Kolaborasi

Meski mencatat perkembangan positif, pemerintah tidak hanya berorientasi pada peningkatan luas lahan kelola, tetapi juga pada peningkatan kualitas pengelolaan hutan oleh masyarakat. Untuk itu, Menhut menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dan kolaborasi multipihak.

“Saat ini kualitas dan kuantitas sama-sama diutamakan untuk program perhutanan sosial. Untuk itu, penting adanya kerja sama dan kolaborasi dari berbagai pihak,” ujarnya.

Kolaborasi ini melibatkan unsur pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga keuangan, perguruan tinggi, serta organisasi masyarakat sipil untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan ekologis dari setiap unit usaha perhutanan sosial.

Raja Juli menambahkan, dukungan berupa peningkatan kapasitas, pendampingan teknis, dan akses pembiayaan juga menjadi bagian penting dalam mendorong masyarakat mencapai kemandirian ekonomi berbasis hutan.

Target 12,7 Juta Hektare pada 2030

Pemerintah menargetkan agar akses kelola perhutanan sosial mencapai 12,7 juta hektare pada 2030, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023. Selain itu, ditetapkan pula sasaran pembentukan 25 ribu KUPS mandiri dan 25 ribu tenaga pendamping pada tahun yang sama.

“Target perhutanan sosial sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 menetapkan sasaran 12,7 juta hektar akses kelola, 25 ribu KUPS Mandiri, dan 25 ribu pendamping pada 2030,” ungkap Raja Juli.

Ia menambahkan bahwa masih terdapat ruang kerja yang luas untuk mencapai target tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah yang lebih cepat, terarah, dan sinergis agar manfaat program ini semakin besar bagi masyarakat.

“Artinya, masih terdapat ruang kerja yang luas yang harus kita tempuh bersama dengan langkah yang lebih cepat, lebih terarah, dan lebih sinergis,” ujarnya.

Capaian Akses dan Keterlibatan Masyarakat

Hingga saat ini, akses kelola hutan oleh masyarakat telah mencapai 8,32 juta hektare, yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Pemberian akses tersebut dilakukan melalui lebih dari 11.065 surat keputusan (SK) yang diterbitkan pemerintah.

Program perhutanan sosial telah melibatkan lebih dari 1,4 juta kepala keluarga, dengan pembentukan 15.925 KUPS yang diklasifikasikan dalam empat kategori, yaitu blue, silver, gold, dan platinum, berdasarkan tingkat kemandirian dan produktivitasnya.

Klasifikasi ini membantu pemerintah memantau perkembangan setiap kelompok usaha dan memberikan pendampingan sesuai kebutuhan. 

Kelompok dengan kategori gold dan platinum, misalnya, dinilai sudah mandiri dalam hal produksi, pemasaran, dan pengelolaan usaha, sedangkan kategori blue dan silver masih memerlukan bimbingan intensif.

Percepatan dan Penguatan Ekonomi Masyarakat

Menteri Kehutanan menegaskan bahwa percepatan program perhutanan sosial tidak boleh hanya berfokus pada perluasan lahan, tetapi juga pada peningkatan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Ia meminta agar seluruh proses dijalankan secara efektif tanpa mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan.

“Kita eksekusi dengan baik, kita percepat prosesnya, tapi secara bersamaan kita jaga betul tidak hanya memberikan akses pada masyarakat tapi memastikan ekonomi masyarakat meningkat,” ujar Raja Juli Antoni.

Pemerintah juga berupaya memastikan agar hasil produksi dari kelompok perhutanan sosial memiliki nilai tambah dan akses pasar yang lebih luas. 

Untuk itu, Kemenhut menggandeng berbagai lembaga dan mitra bisnis guna memperkuat rantai pasok dan meningkatkan daya saing produk hasil hutan rakyat di pasar nasional maupun internasional.

Mendorong Transformasi Menuju Kemandirian

Selain meningkatkan kesejahteraan, perhutanan sosial juga menjadi sarana untuk mentransformasi masyarakat desa hutan menjadi pelaku ekonomi yang mandiri. 

Dengan dukungan akses lahan, pelatihan, serta fasilitasi permodalan, masyarakat kini memiliki peluang yang lebih besar untuk membangun usaha berbasis sumber daya hutan secara legal dan berkelanjutan.

Melalui perhutanan sosial, masyarakat tidak hanya berperan sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai penjaga kelestarian ekosistem hutan. Pendekatan ini sejalan dengan paradigma pembangunan hijau (green economy) yang menyeimbangkan antara kesejahteraan sosial dan perlindungan lingkungan.

Harapan Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Ke depan, pemerintah menegaskan akan terus memperkuat implementasi program perhutanan sosial agar menjadi pilar utama dalam strategi pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan, diharapkan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan ekologi dapat terwujud, serta memberikan dampak positif jangka panjang bagi kesejahteraan rakyat dan kelestarian alam Indonesia.

Terkini