Setahun Prabowo-Gibran, Supremasi Hukum Masih Jauh dari Harapan

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 10:44:45 WIB
Setahun Prabowo-Gibran, Supremasi Hukum Masih Jauh dari Harapan

JAKARTA - Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, publik kembali menyoroti janji besar yang disampaikan dalam pidato pelantikan pada 20 Oktober 2024: menjadikan hukum sebagai panglima. 

Janji itu sempat menumbuhkan harapan baru bagi masyarakat yang sudah lama menginginkan keadilan tanpa tebang pilih. Namun, setelah hampir setahun berjalan, cita-cita supremasi hukum tampak masih belum sepenuhnya terwujud.

Hukum memang berjalan, tetapi belum berdaulat. Ia hadir dalam berbagai kebijakan dan penegakan perkara, namun masih terlihat lemah menghadapi intervensi kekuasaan. Prinsip negara hukum yang ideal belum sepenuhnya menjadi kenyataan di lapangan.

Reformasi Hukum yang Belum Menyentuh Akar

Dalam misi pemerintahan yang tertuang dalam Asta Cita, reformasi hukum dan pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama. Salah satu program yang dijanjikan Presiden Prabowo adalah pembentukan Komite Reformasi Polri, lembaga independen yang diharapkan mampu memperbaiki citra kepolisian dan mengembalikan kepercayaan publik.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut bahwa sejumlah tokoh hukum senior akan dilibatkan dalam komite tersebut. Namun hingga kini, belum ada Keputusan Presiden (Keppres) yang resmi diterbitkan.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memang telah membentuk Tim Reformasi Internal Polri, tetapi sifatnya masih administratif dan internal. 

Tanpa legitimasi politik yang kuat, langkah reformasi Polri berisiko hanya menjadi program seremonial, bukan transformasi mendasar. Reformasi hukum tanpa kepemimpinan moral, pada akhirnya, hanya melahirkan birokrasi baru tanpa perubahan nyata.

KPK yang Kian Hati-hati

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjadi sorotan publik. Dalam laporan semester I 2025, KPK hanya mencatat dua operasi tangkap tangan (OTT)—angka terendah dalam beberapa tahun terakhir. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto bahkan meminta maaf kepada publik dan mengakui bahwa “penjahatnya kini lebih pintar”.

KPK memang menambah tiga OTT di paruh kedua tahun ini dan memulihkan sekitar Rp500 miliar uang negara, namun masyarakat menilai lembaga antirasuah ini kini terlalu berhati-hati. 

Lembaga yang dulu berani mengguncang kekuasaan kini lebih banyak diam. Keberanian KPK dianggap menurun bukan karena hukum melemah, melainkan karena politik semakin kuat mencengkeram.

Kejaksaan Aktif, tapi Masih di Zona Aman

Berbeda dengan KPK, Kejaksaan Agung tampil aktif dalam upaya pemberantasan korupsi. Di bawah pimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, lembaga ini berhasil memulihkan aset kasus Jiwasraya senilai Rp5,56 triliun, serta menangkap sejumlah buronan korupsi.

Meski prestasi tersebut patut diapresiasi, publik mencatat bahwa sebagian besar kasus yang ditangani berada di sektor ekonomi dan teknis. Belum banyak perkara besar yang menyentuh lingkar kekuasaan. Akibatnya, keberhasilan itu lebih tampak sebagai pencapaian administratif, bukan keberanian moral.

Penegakan hukum yang hanya berfokus pada kasus ekonomi memang memperlihatkan kinerja, tetapi belum menunjukkan independensi penuh terhadap kekuasaan.

Legislasi Hukum yang Masih Menuai Kritik

Pemerintah juga tengah mendorong pembahasan dua rancangan undang-undang besar: RUU Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan RUU Perampasan Aset.

RUU KUHAP diharapkan memperbarui sistem peradilan agar lebih efisien, namun sejumlah kalangan mengingatkan adanya perluasan kewenangan penyidik tanpa pengawasan yudisial yang memadai. 

Sedangkan RUU Perampasan Aset, meski bertujuan mempercepat pemulihan kerugian negara, dinilai berpotensi disalahgunakan bila tak diawasi ketat.

RUU yang tergesa-gesa tanpa kontrol publik berisiko melahirkan hukum yang otoriter. Hukum pidana semestinya menyeimbangkan antara kekuatan dalam menindak dan kehati-hatian dalam berkuasa.

Ketimpangan Keadilan Masih Terlihat

Hukum yang berdaulat seharusnya menjamin kesetaraan di depan hukum. Namun, laporan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) pada Agustus 2025 mencatat, lebih dari 70 persen perkara pidana di pengadilan masih berasal dari pelanggaran ringan.

Kondisi ini menunjukkan ketimpangan klasik: hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rakyat kecil mudah dijerat, sementara perkara besar yang melibatkan pejabat atau korporasi kerap lamban diselesaikan.

Di tengah ketimpangan tersebut, muncul pula wacana pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan uang hasil kejahatan. Ide ini, meski dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan aset negara, justru menimbulkan kritik karena dianggap mengaburkan moralitas hukum.

Korupsi bukan sekadar pelanggaran administratif yang bisa ditebus dengan uang, melainkan kejahatan moral terhadap bangsa. Bila negara memberi pengampunan hanya karena uang dikembalikan, maka keadilan berubah menjadi komoditas yang bisa dinegosiasikan.

Tantangan Tahun Kedua: Dari Wacana ke Aksi

Satu tahun pemerintahan adalah waktu yang cukup untuk menilai arah kebijakan hukum, meski belum cukup untuk menilai hasilnya. Arah itu kini terlihat jelas: penegakan hukum masih berhenti di tataran teknis dan belum menyentuh akar moral serta politiknya.

KPK perlu menemukan kembali keberaniannya, Kejaksaan harus membuktikan independensinya, dan Polri mesti menjalankan reformasi yang nyata di lapangan, bukan di ruang rapat.

Pada akhirnya, tanggung jawab terbesar ada pada Presiden sebagai pemimpin tertinggi. Publik menanti bukan hanya komite reformasi atau laporan kerja, tetapi langkah konkret yang menunjukkan keberanian menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Hukum yang berdaulat tidak lahir dari kekuasaan yang kuat, tetapi dari pemimpin yang jujur dan aparat yang berintegritas.

Menjelang satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran, hukum di Indonesia masih berjuang untuk merdeka. Ia berdiri, tapi belum berwibawa. Namun selama masih ada aparat penegak hukum yang bekerja dengan nurani, harapan terhadap tegaknya keadilan belum sepenuhnya padam.

Terkini