Pemerintah tidak akan mengeluarkan aturan peyeragaman bungkus rokok. Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza menegaskan dirinya sudah berkomunikasi dengan Wakil Menteri Kesehatan terkait hal tersebut dan terbuka untuk membatalkan wacana penyeragaman bungkus rokok.
"Kebetulan saya membahas secara khusus dengan Wakil Menteri Kesehatan supaya industri rokok berjalan dengan baik. Beliau terbuka, termasuk misalnya penyeragaman bungkus rokok itu tidak akan terjadi," ungkap Faisol kepada wartawan di Jakarta Selatan pada 8 Mei 2025.
Hingga saat ini, aturan terkait rokok masih sedang dalam pembahasan. Faisol menyebut industri rokok sudah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai sehingga pemerintah memberikan perhatian agar industri rokok berjalan dengan baik.
"Kita paham industri rokok meyumbang besar sekali kepada PDB melalui pajak dan lain-lain," tegas Faisol.
Faisol memahami di sisi lain ada isu kesehatan yang selama ini menjadi perhatian Kementerian Kesehatan dan beberapa lembaga kesehatan global. "Dua hal tersebut harus bisa dicarikan jalan keluar supaya dua-duanya bisa jalan," kata dia.
Sementara Anggota DPR Fraksi PDIP Sofwan Dedy Ardyanto mengatakan ada dua kluster industri, yakni industri yang sudah stabil dan industri yang belum stabil. Menurut Sofwan, industri rokok merupakan industri yang sangat stabil sehingga bisa berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.
"Sudah nyata-nyata berkontribusi besar. Tetapi akhir-akhir ini terobok-obok, terganggu," ujar Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah itu.
Sofwan mencontohkan, cukai rokok saat ini jauh melampaui kontribusi BUMN dalam hal penerimaan negara. Namun, akhir-akhir ini industri ini terganggu oleh regulasi yang berbasis isu kesehatan dan ratifikasi konvensi internasional. Dampaknya, di daerah seperti Temanggung, Gudang Garam yang biasanya membeli sekitar 600 ribu keranjang tembakau senilai Rp1,5 triliun per tahun, tahun lalu tidak membeli sama sekali. Hal ini menyebabkan perputaran uang menurun drastis, pasar sepi, dan keresahan meningkat. "Katanya omsetnya menurun karena terobok-obok oleh aturan yang atas nama kesehatan," ujar dia.
Ekonom Piter Abdullah Redjalam menyebut pemerintah mendua terhadap industri rokok. Di satu sisi mengakui kontribusi industri tembakau terhadap penerimaan negara, tapi di sisi lain ingin mengurangi preferensi perokok. "Tapi dengan memanfaatkan cukai yang dinaikkan," kata Piter.
Sementara pemerintah tidak serius menurunkan prevalensi merokok. Hal ini dibuktikan dengan terus dinaikkannya target penerimaan dari cukai rokok, yang kini mencapai lebih dari Rp220 triliun—angka yang jauh melampaui dividen BUMN yang hanya sekitar Rp85 triliun. Jika tujuan utama menaikkan cukai adalah untuk mengurangi perokok, penerimaan dari cukai seharusnya menurun. Tetapi karena penerimaan terus dinaikkan, artinya pemerintah tetap mengandalkan masyarakat untuk merokok agar pemasukan negara stabil.
"Cukai rokok tidak menurunkan preferensi merokok. Tapi justru dampak negatifnya adalah memunculkan rokok ilegal," kata Piter.
Ia mengkritik bahwa instrumen-instrumen selain cukai—seperti pembatasan iklan, penjualan, dan ruang merokok—tidak diterapkan secara optimal. Oleh sebab itu, ia kembali menekankan perlunya kebijakan yang mencari titik tengah: tetap mengikuti konvensi internasional untuk pengendalian tembakau, namun tidak mematikan industri yang memiliki kontribusi besar baik dalam penerimaan negara maupun penyerapan tenaga kerja.
Waketum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Andreas Hua mengatakan industri hasil tembakau atau rokok adalah contoh ideal pengembangan industri mandiri Indonesia. Industri rokok menggunakan bahan baku lokal sepenuhnya dan konsumen dalam negeri sehingga sektor ini tahan terhadap resesi global dan krisis ekonomi.
"Industri hasil tembakau merupakan industri mandiri Indonesia karena bahan-bahannya 80 persen ada di sini. Konsumennya juga ada di sini," kata Andreas.
Andreas berharap pemerintah memiliki roadmap industri hasil tembakau. Sebetulnya dia pernah berdiskusi di Kementerian Perindustrian pada 2016 untuk membuat roadmap terkait industri rokok. "Namun roadmap itu dibatalkan oleh Kementerian Kesehatan," ujar dia.