MANFAAT TOMAT

Manfaat Tomat untuk Prostat Menurut Dokter Urologi

Manfaat Tomat untuk Prostat Menurut Dokter Urologi
Manfaat Tomat untuk Prostat Menurut Dokter Urologi

JAKARTA - Di tengah maraknya informasi kesehatan yang beredar, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa konsumsi tomat secara rutin dapat membantu mencegah berbagai masalah pada prostat. 

Keyakinan ini kerap membuat banyak pria menganggap tomat sebagai “obat alami” untuk mencegah pembengkakan kelenjar prostat. Namun, pandangan tersebut tidak sepenuhnya tepat. Penjelasan dari para dokter urologi menunjukkan bahwa manfaat tomat memang ada, tetapi tidak berlaku untuk semua jenis gangguan prostat. Untuk memahami hal ini, penting melihat apa yang sebenarnya dikatakan para ahlinya.

Dalam sebuah siaran langsung Healthy Monday EMC Healthcare bersama Liputan6.com bertajuk “Pria Sehat, Subur dan Makin Percaya Diri!”, dokter spesialis urologi Gideon Frederick Parulian Tampubolon memberikan klarifikasi mengenai anggapan tersebut. 

Ia memaparkan bahwa meskipun tomat memiliki kandungan nutrisi yang baik, tidak semua manfaat yang sering diklaim masyarakat terbukti secara ilmiah. Hal ini terutama terkait perbedaan antara pembesaran prostat jinak dan kanker prostat.

Hubungan Konsumsi Tomat dengan Risiko Kanker Prostat

Menurut Gideon, tomat memang memiliki kandungan penting yang bermanfaat bagi kesehatan. Buah ini kaya akan antioksidan, terutama likopen, zat yang memberi warna merah cerah pada tomat. Ia menjelaskan bahwa berbagai penelitian menyoroti manfaat likopen dalam menurunkan risiko kanker prostat. “Dari penelitian memang begini, hubungannya bukan ke pembesaran prostat jinak, tapi ke arah cancer ya, kanker prostat. Kita tahu bahwa buah tomat itu mengandung banyak antioksidan yang kita sebut likopen ya, itu yang merah itu tomat merah ya. Nah itu memang dari penelitian bisa mengurangi risiko terjadinya kanker prostat,” ujar Gideon.

Dengan kata lain, likopen memang berperan dalam membantu menurunkan risiko kanker prostat, tetapi tidak mencegah pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). 

Selain tomat, Gideon juga menyebutkan bahwa beberapa sayuran lain seperti wortel dan paprika merah memiliki manfaat serupa karena kandungan antioksidannya. Ini menunjukkan bahwa pola makan yang berfokus pada makanan kaya nutrisi memang baik untuk kesehatan prostat secara keseluruhan, namun tidak dapat dijadikan satu-satunya cara mengatasi masalah prostat tertentu.

Gideon menambahkan bahwa pembesaran prostat jinak pada banyak kasus dapat mengecil dengan sendirinya. Karena itulah, pasien sering disarankan menunggu sambil menerapkan gaya hidup sehat. 

Perubahan gaya hidup seperti menjaga berat badan, mengurangi konsumsi kafein, serta menjaga kualitas tidur juga berperan dalam membantu mengurangi keluhan terkait prostat.

Risiko Genetik dan Pentingnya Kewaspadaan Pria

Meski gaya hidup sehat penting, faktor genetik juga menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Gideon mengingatkan bahwa risiko pembesaran prostat bisa meningkat drastis ketika ada riwayat keluarga yang mengalami kondisi tersebut. “Tapi yang waspada tentu kalau yang memiliki ayah terkena pembesaran kelenjar prostat, tentu harus lebih aware ya. Lebih waspada,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan pentingnya kewaspadaan bagi pria yang memiliki orangtua atau saudara laki-laki yang pernah mengalami pembesaran prostat atau gangguan prostat lainnya. Kondisi seperti ini tidak dapat sepenuhnya dicegah karena merupakan bawaan genetik, namun deteksi dini dapat membuat penanganannya lebih efektif. Dengan memahami riwayat keluarga, pria dapat lebih rutin melakukan pemeriksaan dan berkonsultasi lebih awal ketika muncul gejala.

Selain itu, Gideon menjelaskan bahwa prosedur medis kadang meninggalkan dampak lain, seperti disfungsi ereksi setelah operasi prostat. Untuk kondisi ini, terdapat beberapa pilihan penanganan yang dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Dalam sesi yang sama, dokter spesialis urologi Isaac Ardianson Deswanto turut memaparkan penanganan awal yang biasanya diberikan kepada pasien dengan masalah tersebut.

Pilihan Pengobatan Disfungsi Ereksi Setelah Operasi

Dalam penanganan disfungsi ereksi, Isaac menjelaskan bahwa langkah pertama adalah menilai apakah masalah tersebut disebabkan oleh faktor psikologis. Jika memang demikian, pendekatan psikoterapi sering diperlukan bersamaan dengan perawatan medis. Namun, langkah pertama dalam terapi medis biasanya dimulai dengan pemberian obat.

 “Untuk penanganan masalah disfungsi ereksi sih ya, pertama-tama kita harus melihat masalah psikogenik, tapi yang first line treatment yang kita bisa berikan adalah obat-obatan. Jadi obat minum ini, kita juga berikan itu bisa dalam bentuk once daily. Jadi setiap hari diminum dengan dosis yang lebih rendah dan lebih baik,” jelasnya.

Pemberian obat harian membantu meningkatkan fungsi ereksi secara bertahap dan lebih stabil. Bila obat tidak memberikan respons yang memadai, pasien dapat mempertimbangkan pilihan lain seperti suntikan atau alat bantu seksual sesuai rekomendasi dokter.

Peran Terapi Regeneratif sebagai Pilihan Lanjutan

Isaac juga menambahkan bahwa ada opsi lanjutan bagi pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap obat. “Terapi regeneratif” menjadi salah satu pendekatan yang semakin banyak direkomendasikan. Terapi ini menggunakan low-intensity shockwave atau gelombang kejut intensitas rendah yang diarahkan pada jaringan penis.

“Gelombang kejut ini akan menciptakan pembentukan pembuluh darah baru. Dengan harapan pembuluh darah baru yang terbuat ini bisa meningkatkan ereksinya kembali,” pungkas Isaac.

Metode ini bekerja dengan menstimulasi tubuh membentuk jaringan baru sehingga fungsi ereksi dapat meningkat secara alami. Terapi regeneratif menjadi pilihan yang semakin banyak digunakan karena sifatnya yang non-invasif dan tidak memerlukan prosedur bedah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index