JAKARTA - Dalam menghadapi dinamika pasar global yang penuh ketidakpastian, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kondisi rupiah masih berada dalam koridor stabil.
Meskipun tekanan eksternal terus membayangi, otoritas moneter memastikan bahwa langkah-langkah stabilisasi sudah dijalankan secara terukur.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah pada posisi terbaru tercatat di Rp16.735 per dolar AS, yang menunjukkan pelemahan 0,69 persen dibandingkan periode akhir bulan sebelumnya.
Ia menuturkan bahwa perubahan tersebut masih sejalan dengan pergerakan mata uang di kawasan, khususnya negara-negara mitra dagang Indonesia yang mengalami tekanan serupa.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, BI telah melakukan rangkaian intervensi strategis. Langkah-langkah tersebut meliputi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri, disertai intervensi melalui pasar spot serta Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar dalam negeri.
Selain itu, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder tetap dilakukan sebagai bagian dari upaya meredam tekanan yang datang dari eksternal.
Perry menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi bauran BI untuk memastikan stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
Ia juga menambahkan bahwa meningkatnya suplai valuta asing dari eksportir, salah satunya berkat penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), ikut mendorong kestabilan pergerakan rupiah.
Selain itu, suplai dari berbagai korporasi turut menjaga kecukupan valas di pasar domestik. Menurutnya, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap stabil didukung imbal hasil aset domestik yang menarik, inflasi rendah, serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus menunjukkan optimisme.
BI juga berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi terukur di berbagai kanal, baik di pasar spot, off-shore NDF, DNDF domestik, maupun pembelian SBN, yang berjalan seiring upaya pengendalian inflasi.
Rupiah Bergerak Stabil Menjelang Rilis Data Ekonomi AS
Pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada sesi perdagangan terkini menunjukkan kecenderungan stabil setelah sebelumnya diprediksi melemah. Pada pembukaan perdagangan, rupiah terpantau berada di posisi 16.751 per dolar AS.
Kondisi tersebut tidak terlepas dari sikap investor yang tengah mencermati serangkaian data ekonomi Amerika Serikat yang akan dirilis. Para pelaku pasar dinilai menunggu hasil data tersebut sebagai tolok ukur arah kebijakan The Federal Reserve, terutama terkait ruang penyesuaian suku bunga ke depan.
Ekonom Josua menyampaikan bahwa kondisi tenaga kerja AS menunjukkan tanda pelemahan, berdasarkan rilis data Automatic Data Processing (ADP) dan klaim pengangguran. Laporan ADP mencatat rata-rata kehilangan 2.500 pekerjaan per minggu dalam empat pekan yang berakhir awal November.
Selain itu, Initial Jobless Claims untuk periode terbaru mencapai 232 ribu, lebih tinggi dibandingkan laporan sebelumnya. Data tersebut menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih berada dalam pola pelemahan yang dapat mempengaruhi penilaian investor terkait kebijakan lanjutan The Fed.
Namun, menurut Josua, potensi depresiasi dolar AS masih terbatas karena investor menimbang kemungkinan bahwa data lain bisa mengurangi ruang The Fed untuk melakukan pelonggaran kebijakan lebih lanjut.
Beberapa pejabat The Fed bahkan telah menyuarakan kehati-hatian mengenai perlunya pemangkasan suku bunga tambahan.
Kondisi tersebut membuat pelaku pasar tetap berhati-hati, sehingga pergerakan nilai tukar regional, termasuk rupiah, cenderung stabil dalam beberapa sesi terakhir. Meskipun demikian, pasar masih mewaspadai potensi perubahan sentimen usai rilis data ekonomi lanjutan dari AS.
Sentimen Ekspor Emas dan Risiko Tekanan Tambahan
Selain faktor global, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen domestik, termasuk pengumuman rencana tarif ekspor emas. Rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran baru mengenai potensi hambatan terhadap performa ekspor, yang berisiko menambah tekanan terhadap transaksi berjalan.
Menurut Josua, kebijakan tersebut dapat memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah apabila pasar menilai dampaknya berpengaruh signifikan terhadap arus perdagangan komoditas. Ia menyebut bahwa rupiah diproyeksikan bergerak dalam kisaran 16.675 hingga 16.775 per dolar AS.
Proyeksi tersebut mempertimbangkan kombinasi faktor global dan domestik, termasuk dinamika kebijakan moneter, sentimen investor, serta arah kebijakan AS yang masih belum sepenuhnya pasti.
Sementara itu, BI tetap menjaga koordinasi erat dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memastikan stabilitas nilai tukar tidak terganggu oleh perubahan-perubahan kebijakan yang tengah dipersiapkan.