JAKARTA - Banyak orang merasa senang mengunyah es batu karena sensasi dinginnya menyegarkan, terutama saat menikmati minuman dingin.
Namun, kebiasaan ini tidak sekadar menyenangkan; secara medis dikenal dengan istilah pagophagia, yaitu dorongan kuat untuk terus-menerus mengunyah es batu.
Pagophagia termasuk dalam kelompok pica, yakni keinginan makan benda yang tidak bernutrisi seperti tanah, kertas, atau es batu. Jika kebiasaan ini terjadi secara terus-menerus dan sulit dikendalikan, sejumlah risiko kesehatan bisa muncul. Salah satunya terkait masalah gizi.
Meskipun es batu membantu hidrasi, kandungan nutrisinya hampir nol. Bila seseorang menggantikan makanan atau minuman bergizi dengan mengunyah es dalam jumlah banyak, risiko kekurangan nutrisi meningkat.
Pada sebagian orang, dorongan mengunyah es batu bisa menjadi indikasi anemia defisiensi zat besi, yang jika tidak ditangani dapat memperburuk kondisi kesehatan secara keseluruhan.
Dampak pada Gigi dan Mulut
Kebiasaan mengunyah es batu tidak hanya memengaruhi nutrisi, tetapi juga berisiko merusak gigi. Meskipun es meleleh, tekanan saat dikunyah dapat menimbulkan gigi retak, nyeri, dan meningkatkan sensitivitas terhadap dingin. Retakan kecil pada enamel, jika tidak diperhatikan, dapat berkembang menjadi kerusakan lebih besar.
Selain itu, es batu berpotensi merusak tambalan atau crown gigi. Kerusakan ini membuka jalan bagi bakteri masuk ke gigi dan menyebabkan infeksi. Kondisi ini menandakan bahwa sensasi menyegarkan dari es batu dapat membawa efek jangka panjang pada kesehatan mulut.
Kebiasaan ini pun berkaitan dengan komplikasi anemia pada orang yang memang sudah kekurangan zat besi. Dorongan untuk mengunyah es batu bisa menjadi tanda tubuh memerlukan perhatian medis lebih lanjut, karena jika anemia tidak ditangani, dampaknya bisa serius, mulai dari gangguan jantung hingga komplikasi kehamilan.
Risiko pada Tenggorokan dan Saluran Pencernaan
Mengunyah es batu secara rutin juga bisa memengaruhi tenggorokan dan kerongkongan. Paparan suhu dingin terus-menerus dapat menimbulkan iritasi atau peradangan. Dalam beberapa kasus, jaringan halus pada area tersebut mengalami kerusakan, sehingga menimbulkan rasa sakit berkepanjangan.
Selain itu, es batu berukuran besar atau tidak dikunyah dengan benar meningkatkan risiko tersedak, yang dapat menjadi kondisi darurat jika es menyumbat saluran napas.
Tak hanya itu, konsumsi es batu yang berlebihan bisa memengaruhi sistem pencernaan. Suhu yang terlalu dingin memicu kram perut, kembung, rasa tidak nyaman, dan gangguan pencernaan lainnya.
Kebiasaan ini menegaskan bahwa meski terasa menyegarkan, mengunyah es batu memiliki dampak fisiologis yang signifikan. Keseimbangan antara kesenangan sesaat dan kesehatan tubuh menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Tips Menjaga Kesehatan dan Mengurangi Kebiasaan
Untuk tetap menikmati minuman dingin tanpa risiko berlebihan, penting mengatur kebiasaan mengunyah es batu. Memilih minuman tanpa es atau mengganti es batu dengan potongan buah beku bisa menjadi alternatif menyegarkan yang lebih aman.
Jika dorongan untuk mengunyah es batu terlalu kuat, khususnya bagi individu dengan anemia, konsultasi ke tenaga medis sangat dianjurkan. Tenaga kesehatan dapat membantu menilai kondisi gizi, kadar zat besi, dan memberikan rekomendasi perawatan yang tepat.
Memahami risiko dari kebiasaan ini juga menekankan pentingnya pola makan seimbang dan hidrasi optimal. Dengan demikian, tubuh tetap sehat, gigi terlindungi, dan sistem pencernaan tidak terganggu.
Kesadaran ini membantu mengurangi rutinitas yang tampaknya sepele tetapi berpotensi membahayakan, sambil tetap bisa menikmati sensasi menyegarkan dari minuman dingin dengan cara lebih aman.
Dengan langkah pencegahan dan pengawasan diri, kebiasaan mengunyah es batu bisa diminimalkan, sehingga tubuh dan organ vital tetap terjaga. Mengunyah es batu bukan hanya masalah kesenangan semata, tetapi juga indikator kesehatan yang perlu diperhatikan secara serius.