JAKARTA - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) menegaskan percepatan pengentasan wilayah tertinggal sebagai prioritas utama.
Saat ini, masih ada sekitar 30 kabupaten yang membutuhkan perhatian khusus, terutama di kawasan timur Indonesia dan Papua.
Direktur Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Investasi Desa dan Daerah Tertinggal Kemendes PDT, Rafdinal, menjelaskan bahwa dari total 199 daerah tertinggal yang pernah ditetapkan pemerintah, sebagian besar telah berhasil naik status.
Namun, 30 wilayah sisanya masih memerlukan intervensi program pembangunan secara lebih intensif agar dapat mengejar ketertinggalan.
Menurut Rafdinal, fokus kerja pemerintah ke depan adalah memastikan intervensi yang diberikan tepat sasaran dan dapat membawa perubahan signifikan bagi masyarakat di daerah tersebut.
Upaya ini menjadi langkah strategis untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah dan mempercepat pemerataan kesejahteraan.
Intervensi Pembangunan yang Terintegrasi
Percepatan pembangunan daerah tertinggal akan dilakukan melalui sejumlah intervensi, di antaranya penguatan ketahanan pangan, hilirisasi produk lokal, dan pembangunan infrastruktur dasar. Langkah ini dimaksudkan sebagai fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan membuka peluang usaha bagi masyarakat.
Rafdinal menekankan pentingnya kebijakan lintas sektor yang terintegrasi. “Sering kali program masuk berdasarkan sektor masing-masing tanpa melihat potensi dan masalah daerah secara menyeluruh.
Ke depan, sinkronisasi lintas kementerian sangat penting,” ujarnya. Dengan pendekatan holistik, setiap program diharapkan mampu memberikan dampak nyata yang sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
Selain itu, intervensi harus memperhatikan karakteristik masing-masing daerah. Setiap wilayah memiliki potensi unik yang dapat dikembangkan menjadi pengungkit ekonomi.
Integrasi program pembangunan menjadi kunci agar sumber daya lokal dapat dimanfaatkan secara maksimal dan mendorong percepatan keluar dari status tertinggal.
Optimalisasi Potensi Lokal dan Hilirisasi Produk
Rafdinal menyoroti pentingnya desa-desa tertinggal untuk memaksimalkan potensi lokal yang dimiliki. Hilirisasi di sektor pertanian, perikanan, dan komoditas unggulan daerah diyakini mampu meningkatkan nilai tambah produk lokal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi desa.
Pemerintah menyiapkan berbagai skema penguatan kelembagaan ekonomi desa dan kemitraan lokal untuk membantu desa mengelola potensi secara optimal.
Pendekatan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru serta menumbuhkan ekosistem ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan.
Selain itu, pengembangan kapasitas SDM lokal menjadi prioritas. Pelatihan, pendampingan, dan akses ke teknologi menjadi bagian dari strategi memperkuat desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan tertinggal.
Dengan pemberdayaan masyarakat lokal, desa-desa tertinggal diharapkan mampu mandiri dan bersaing di tingkat nasional.
Kelembagaan Desa sebagai Kunci Percepatan
Menurut Rafdinal, keberhasilan percepatan pembangunan daerah tertinggal sangat bergantung pada penguatan kelembagaan desa. Desa yang kuat secara ekonomi dan kelembagaan mampu menjadi pengungkit percepatan pembangunan kawasan secara keseluruhan.
Skema kemitraan antardesa dan kolaborasi dengan sektor swasta juga menjadi salah satu strategi penting. Sinergi ini bertujuan meningkatkan akses pasar, mengembangkan usaha lokal, dan memperluas jaringan ekonomi desa.
Dengan demikian, desa tidak hanya menjadi unit administrasi, tetapi juga pusat inovasi ekonomi yang berkelanjutan.
Rafdinal menekankan bahwa percepatan pengentasan daerah tertinggal merupakan upaya jangka panjang yang memerlukan kerja sama seluruh pihak. Ketika desa kuat, kawasan tertinggal akan lebih cepat maju.
Pendekatan yang terstruktur dan kolaboratif diyakini mampu menghadirkan perubahan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat serta pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.