Belanja Online

Dari Kasur ke Keranjang: Mengatur Belanja Online Agar Tetap Terkendali

Dari Kasur ke Keranjang: Mengatur Belanja Online Agar Tetap Terkendali
Dari Kasur ke Keranjang: Mengatur Belanja Online Agar Tetap Terkendali

JAKARTA - Belanja kini telah berubah drastis dari sekadar memenuhi kebutuhan menjadi pengalaman digital yang serba praktis. 

Dahulu, orang harus pergi ke pasar atau mal, memilih barang, dan membawa pulang belanjaan sendiri. Kini, cukup dengan genggaman ponsel, berbagai produk tersedia lengkap. Kemudahan ini membuat belanja terasa instan dan nyaman, apalagi di era promo besar dan flash sale.

Transaksi e-commerce di Indonesia mengalami lonjakan signifikan dalam lima tahun terakhir. Data menunjukkan nilai transaksi meningkat dari Rp205,5 triliun pada 2019 menjadi Rp487,01 triliun pada 2024. 

Pertumbuhan ini menandakan masyarakat semakin bergantung pada belanja digital. Namun, kemudahan tersebut menimbulkan pertanyaan penting: apakah konsumen membeli kebutuhan nyata atau sekadar tergoda kesempatan diskon?

Belanja Impulsif karena Diskon

Kebiasaan membeli barang bukan karena perlu tetapi tergiur promo menjadi fenomena umum. Barang yang awalnya tidak masuk daftar belanja tiba-tiba masuk keranjang saat melihat harga miring. Banyak orang merasa rugi jika melewatkan kesempatan, sehingga checkout dilakukan meski barang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Pengalaman sehari-hari menunjukkan pola ini sangat umum. Banyak konsumen, termasuk mahasiswa atau pekerja muda, rutin mendapatkan paket meski tidak semua barang penting. 

Alasan klasik selalu muncul: "Lumayan ada promo, rugi kalau dilewatkan." Live selling dan flash sale menjadi pemicu utama, di mana konsumen bisa membeli barang saat melakukan aktivitas lain, seperti menonton video atau scroll media sosial.

Kebiasaan ini menegaskan bahwa belanja kini lebih dipicu kesempatan daripada kebutuhan. Barang yang tadinya dianggap tidak penting, tiba-tiba terasa mendesak saat melihat diskon. Pola ini membuat belanja menjadi kegiatan impulsif, bukan strategi pengelolaan kebutuhan yang bijak.

Belanja Sebagai Hiburan dan Pelarian

Selain karena diskon, belanja online kini berperan sebagai hiburan. Saat suntuk atau bosan, membuka aplikasi belanja menjadi distraksi menyenangkan. Aktivitas scroll-scroll melihat produk menarik memberi sensasi kepuasan, ditambah rasa senang saat paket tiba di rumah.

Namun, sensasi ini sering bersifat sementara. Kesenangan awal bisa berubah menjadi penyesalan setelah menyadari barang yang dibeli tidak benar-benar dibutuhkan. Fenomena ini dikenal sebagai jebakan belanja impulsif, di mana kesenangan sesaat tidak diikuti kepuasan jangka panjang.

Meski demikian, sisi positifnya adalah pengalaman belanja dapat memicu rasa bahagia sementara, asal tetap terkendali. Jika dilakukan dengan sadar, belanja online bisa menjadi hiburan sehat yang tidak mengganggu finansial.

Dampak pada Pasar Tradisional dan Tips Belanja Bijak

Perkembangan belanja online membawa dampak nyata pada pasar tradisional. Tempat yang dulu ramai kini mulai sepi, memaksa pedagang mencari strategi baru agar dagangannya tetap laku. Pergeseran ini mempengaruhi ekonomi lokal, mulai dari pedagang hingga pemasok barang.

Meski belanja online membawa kemudahan, konsumen tetap perlu bijak. Beberapa langkah bisa dilakukan agar tetap praktis tanpa kehilangan kontrol:

-Belanja hanya saat kebutuhan nyata muncul, bukan sekadar tergoda promo.

-Tunda keputusan checkout, diamkan beberapa jam atau sehari untuk menilai urgensi barang.

-Cek kembali barang yang sudah dimiliki, pastikan tidak membeli barang duplikat atau tidak penting.

Kebiasaan sederhana ini membantu mengontrol pengeluaran sekaligus tetap menikmati kemudahan belanja digital. Konsumen dapat memanfaatkan teknologi tanpa menjadi konsumtif, menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan.

Pada akhirnya, belanja online adalah alat yang mempermudah hidup. Jika digunakan dengan bijak, kemudahan ini memberi manfaat tanpa risiko. 

Namun, ketidaksadaran bisa menimbulkan masalah, mulai dari dompet menipis, barang menumpuk, hingga pasar tradisional kehilangan pengunjung. Mengatur batas dan prioritas menjadi kunci agar pengalaman belanja tetap menyenangkan dan bermanfaat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index