JAKARTA - Fenomena saham berharga rendah atau kerap disebut “saham receh” kembali menjadi sorotan di pasar modal Indonesia.
Saham-saham ini, yang diperdagangkan di bawah Rp50, menarik perhatian investor ritel karena harganya yang sangat murah dan potensi keuntungannya yang tampak menggiurkan.
Berdasarkan data riset, tercatat ada 94 saham yang kini diperdagangkan pada kisaran harga Rp1 hingga Rp50 per lembar. Banyak investor menilai bahwa saham-saham tersebut bisa menjadi peluang emas bila harganya naik meski hanya sedikit.
Namun, di balik daya tarik harga rendah, risiko fundamental perusahaan sering kali tinggi dan perlu menjadi perhatian utama.
Salah satu contoh yang menonjol adalah saham PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), yang kini berada di harga Rp15 per lembar. Emiten ini menunjukkan kondisi keuangan yang tertekan dan kinerja yang menurun, membuat harga sahamnya sulit naik dari posisi tersebut.
Kinerja Keuangan TAXI Masih Dihantui Kerugian Berkelanjutan
Kinerja keuangan TAXI pada semester I-2025 menunjukkan tantangan yang cukup berat. Pendapatan utama dari jasa sewa kendaraan menurun signifikan, memperlihatkan bahwa pemulihan bisnis transportasi belum berjalan mulus.
Pendapatan perusahaan tercatat merosot 27,8% menjadi Rp1,53 miliar dibandingkan Rp2,12 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meski beban pokok pendapatan ikut turun menjadi Rp3,29 miliar, angka ini masih jauh di atas pendapatan yang diperoleh.
Akibatnya, rugi bruto membengkak hingga Rp1,76 miliar, diikuti rugi usaha sebesar Rp2,25 miliar dan rugi bersih Rp2,92 miliar, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,74 miliar.
Selain itu, kondisi neraca perusahaan juga memperlihatkan tekanan besar pada sisi likuiditas dan modal. Kas dan setara kas menurun dari Rp5,54 miliar menjadi Rp1,69 miliar, sementara ekuitas terus tergerus hingga tersisa Rp52,34 miliar.
Yang paling mengkhawatirkan, saldo rugi belum dicadangkan telah mencapai Rp1,29 triliun, menggambarkan akumulasi kerugian jangka panjang yang belum teratasi.
Arus Kas Negatif dan Peringatan Going Concern Auditor
Selain menurunnya kinerja pendapatan, arus kas operasional TAXI juga menunjukkan hasil negatif. Aktivitas utama perusahaan masih “membakar uang”, dengan arus kas operasi minus Rp2,28 miliar pada enam bulan pertama 2025, memburuk dari periode sebelumnya.
Perusahaan juga melakukan investasi pada aset hak guna sebesar Rp920 juta dan aset tetap sebesar Rp312 juta, yang semakin menekan posisi kas. Dalam enam bulan, jumlah kas berkurang drastis hingga Rp3,85 miliar, memperlihatkan keterbatasan kemampuan pendanaan internal.
Kondisi tersebut diperparah dengan peringatan auditor independen terkait keberlanjutan usaha perusahaan. Auditor menyebut adanya “Ketidakpastian Material yang Terkait dengan Kelangsungan Usaha”, yang mengindikasikan keraguan atas kemampuan perusahaan bertahan dalam jangka panjang.
Faktor ini menjadi sinyal merah bagi investor dan semakin menekan persepsi pasar terhadap saham TAXI.
Harga Saham Mencerminkan Risiko, Bukan Sekadar Murahnya Nilai
Harga saham TAXI yang kini hanya Rp15 per lembar bukan semata karena faktor spekulatif, melainkan cerminan langsung dari risiko fundamental perusahaan. Pasar menilai bahwa tantangan yang dihadapi perusahaan, baik dari sisi operasional maupun keuangan, sangat tinggi.
Kinerja yang terus merugi, kas yang menipis, hingga defisit triliunan rupiah menjadi indikator bahwa pemulihan bisnis TAXI membutuhkan waktu panjang dan strategi yang matang.
Ditambah dengan peringatan “going concern” dari auditor, banyak investor menilai bahwa risiko investasi pada saham ini jauh lebih besar dibanding potensi keuntungan jangka pendek.
Meski manajemen berupaya melakukan optimalisasi aset seperti pengelolaan bus pariwisata, efisiensi biaya, dan mencari kerja sama baru, tantangan industri transportasi darat tetap berat.
Persaingan ketat dengan layanan transportasi digital dan perubahan pola mobilitas masyarakat membuat bisnis taksi konvensional berada dalam tekanan tinggi.
Investor Didorong untuk Cermat Menilai Saham Berharga Murah
Fenomena saham receh memang menarik di mata investor ritel yang ingin memperoleh keuntungan cepat. Namun, penting bagi setiap investor untuk tidak hanya melihat harga saham yang murah, melainkan juga menilai kondisi keuangan, prospek bisnis, dan risiko yang melekat pada perusahaan.
Banyak saham berharga rendah mencerminkan masalah mendasar yang belum terselesaikan. Dalam kasus TAXI, harga rendah justru menandakan tekanan besar terhadap keberlangsungan usaha. Investor disarankan untuk lebih berhati-hati dan memahami laporan keuangan sebelum mengambil keputusan membeli saham jenis ini.
Meskipun begitu, kehadiran saham-saham dengan harga rendah tetap menjadi bagian penting dari ekosistem pasar modal.
Selama investor mampu melakukan analisis dengan bijak, peluang keuntungan tetap ada, tetapi selalu disertai risiko tinggi. Dunia investasi menuntut kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam, bukan hanya pada angka harga, tetapi pada kondisi nyata di baliknya.