Investasi

Hilirisasi Dorong Lonjakan Investasi, Pemerintah Fokus pada Kualitas Pertumbuhan

Hilirisasi Dorong Lonjakan Investasi, Pemerintah Fokus pada Kualitas Pertumbuhan
Hilirisasi Dorong Lonjakan Investasi, Pemerintah Fokus pada Kualitas Pertumbuhan

JAKARTA - Upaya hilirisasi yang dijalankan pemerintah kini menunjukkan hasil nyata. 

Dalam beberapa tahun terakhir, strategi ini tidak hanya meningkatkan nilai tambah industri nasional, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. 

Pemerintah menilai bahwa proses hilirisasi, terutama di sektor tembaga dan nikel, telah memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian investasi nasional. Namun, langkah tersebut tetap harus ditempuh secara hati-hati dengan menitikberatkan pada kualitas dan keberlanjutan.

Hingga kuartal ketiga tahun ini, kebijakan hilirisasi kembali menjadi salah satu penopang utama realisasi investasi nasional. Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, total investasi di sektor hilirisasi mencapai Rp150,6 triliun atau sekitar 30,6% dari total investasi nasional. 

Angka tersebut meningkat signifikan, yakni 64,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian ini menegaskan bahwa hilirisasi bukan hanya kebijakan ekonomi semata, tetapi juga strategi jangka panjang untuk memperkuat fondasi industri nasional.

Sektor mineral menjadi penyumbang investasi terbesar dengan nilai Rp97,8 triliun, disusul sektor perkebunan dan kehutanan sebesar Rp35,9 triliun, minyak dan gas bumi Rp15,4 triliun, serta sektor perikanan dan kelautan Rp1,5 triliun. 

Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa capaian tersebut tidak semata dinilai dari angka, tetapi juga dari kualitas investasi yang berkelanjutan dan berdampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah Dorong Investasi Berkualitas dan Berkelanjutan

Rosan Roeslani menjelaskan bahwa pemerintah terus memastikan setiap investasi yang masuk memberikan efek positif bagi perekonomian nasional, terutama dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia dan menciptakan tenaga kerja baru. 

Upaya tersebut sejalan dengan mandat Holding Industri Pertambangan, MIND ID, yang berperan penting menjaga kesinambungan dan kualitas proses hilirisasi di dalam negeri.

MIND ID memiliki peran sentral dalam memastikan integrasi rantai pasok hilirisasi seluruh mineral strategis Indonesia dari hulu hingga hilir. Melalui perusahaan anggota holding, MIND ID tidak hanya berfokus pada produksi bahan mentah, tetapi juga mendorong pembangunan infrastruktur pengolahan lanjutan. 

Sejumlah proyek besar tengah dijalankan, seperti pembangunan smelter tembaga serta fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek ini diharapkan mampu memperkuat industrialisasi dan meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.

Pemerintah melihat bahwa investasi berorientasi hilirisasi bukan sekadar mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi kuat bagi transformasi ekonomi nasional. Dengan dukungan regulasi yang jelas, Indonesia menargetkan terciptanya ekosistem industri berbasis nilai tambah yang berkelanjutan.

Pengamat Nilai Hilirisasi Harus Seimbang dan Tidak Sekadar Kuantitas

Di sisi lain, pengamat ekonomi energi Ferdy Hasiman menilai bahwa hilirisasi harus diarahkan menjadi langkah strategis menuju industrialisasi sejati. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan investasi dan daya serap industri nasional agar kebijakan ini tidak hanya bersifat simbolik. 

Menurutnya, kualitas investasi lebih penting dibandingkan sekadar mengejar angka pertumbuhan ekonomi.

“Hilirisasi jalan tapi jangan dilakukan secara ugal-ugalan hanya demi target pertumbuhan ekonomi 8%. Hilirisasi seharusnya ditakar berdasarkan kualitas bukan kuantitas,” ujar Ferdy. Ia menyoroti bahwa kebijakan ini harus dijalankan dengan mempertimbangkan kapasitas industri dalam negeri agar manfaatnya lebih merata.

Sebagai bagian dari evaluasi setahun pemerintahan Prabowo–Gibran, Ferdy menilai proyek hilirisasi tembaga telah menunjukkan hasil positif. PT Freeport Indonesia misalnya, kini telah memasuki tahap komersial. Meski begitu, kontribusi ekonomi dari hilirisasi tembaga masih tergolong kecil, dengan nilai tambah sekitar 7–8%. 

Ia juga mencermati ketimpangan porsi investasi antarsektor, di mana proyek hilirisasi nikel masih mendominasi dibanding sektor lainnya. Ketergantungan terhadap satu komoditas dinilai berpotensi menimbulkan risiko ekonomi jika terjadi perlambatan investasi di sektor tersebut.

Arah Baru Hilirisasi: Industrialisasi dan Kemandirian Nasional

Ferdy menegaskan bahwa cadangan nikel nasional harus dikelola dengan hati-hati agar tetap berkelanjutan. Tanpa pengelolaan konservatif, Indonesia berisiko kehilangan sebagian besar cadangan dalam waktu satu dekade ke depan. 

Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan daya dukung sumber daya alam serta kesiapan rantai pasok domestik agar tidak menciptakan ketidakseimbangan baru.

Ia menambahkan bahwa sebagian besar perusahaan tambang sudah memenuhi kewajiban hilirisasi sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun, tantangan terbesar justru terletak pada kesiapan industri hilir untuk menyerap produk hasil olahan tambang. 

Saat ini, banyak produk setengah jadi seperti feronikel masih harus diekspor kembali karena belum adanya industri manufaktur hilir yang memadai. 

“Perusahaan tambang sudah memproduksi feronikel untuk stainless steel. Pertanyaannya, siapa yang menyerap hasilnya? Industri kita belum siap, sehingga produk intermediate itu akhirnya diekspor lagi,” kata Ferdy.

Menurutnya, arah kebijakan hilirisasi ke depan harus difokuskan pada penguatan industri manufaktur nasional. Dengan membangun industri yang mampu memanfaatkan hasil olahan tambang secara langsung, Indonesia akan mendapatkan nilai tambah lebih besar.

Langkah ini juga akan memperluas lapangan kerja, menekan defisit perdagangan, dan memperkuat daya saing ekonomi nasional di pasar global.

Penerapan strategi industrialisasi yang komprehensif menjadi kunci untuk memperbaiki struktur ekonomi nasional. Selain menekan ketergantungan terhadap impor, kebijakan hilirisasi yang terarah akan menciptakan nilai tambah optimal dari kekayaan sumber daya alam Indonesia dan mengantarkan bangsa menuju kemandirian industri berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index