Investasi

Lonjakan Investasi Teknologi Hijau 2025: Dorongan Baru dari Ledakan Data Center Global

Lonjakan Investasi Teknologi Hijau 2025: Dorongan Baru dari Ledakan Data Center Global
Lonjakan Investasi Teknologi Hijau 2025: Dorongan Baru dari Ledakan Data Center Global

JAKARTA - Investasi di sektor teknologi hijau kembali menunjukkan kebangkitan yang luar biasa sepanjang 2025. Setelah tiga tahun melambat, tren positif ini muncul seiring meningkatnya kebutuhan energi bersih yang dipicu oleh ekspansi masif pusat data (data center) di berbagai negara. 

Hingga September 2025, investasi global di sektor teknologi ramah lingkungan telah menembus angka US$56 miliar, melampaui capaian sepanjang 2024 yang hanya sekitar US$51 miliar.

Menurut laporan terbaru BloombergNEF (BNEF), dana besar tersebut berasal dari investor publik dan swasta yang menyalurkan modal ke infrastruktur energi bersih, penyimpanan energi, hingga kendaraan listrik. 

Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pasar mulai pulih dan kembali memandang sektor hijau sebagai motor penting pertumbuhan ekonomi jangka panjang, meski masih ada ketidakpastian akibat kebijakan iklim global yang berpotensi berubah arah.

Permintaan Energi Melonjak Akibat Ekspansi Data Center

Kebutuhan energi global melonjak tajam seiring ledakan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan layanan berbasis cloud, yang mendorong pembangunan data center berskala besar di berbagai belahan dunia. Fenomena inilah yang disebut menjadi salah satu pendorong utama investasi di sektor energi bersih.

Investor kini melihat peluang strategis dalam proyek-proyek energi rendah karbon untuk menopang kebutuhan daya yang terus meningkat. 

Transaksi energi bersih dan penyimpanan energi mendominasi aliran modal, bahkan ketika komitmen global terhadap iklim menghadapi tantangan politik, terutama dari langkah mundur pemerintahan Trump terhadap kebijakan energi hijau.

Raksasa Energi dan Teknologi Pimpin Gelombang Investasi

Kebangkitan investasi ini juga tidak lepas dari langkah strategis beberapa perusahaan besar. Raksasa baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL), misalnya, sukses mengumpulkan US$5 miliar lewat penawaran saham perdana di Hong Kong pada Mei lalu.

Sementara itu, produsen kendaraan listrik terbesar di Tiongkok, BYD Co., juga menghimpun US$5,2 miliar dari penjualan saham pada Maret. Perusahaan energi terbarukan asal Spanyol, Iberdrola SA, menambah deretan pemain besar dengan meraup US$5,9 miliar dari aksi korporasi serupa pada Juli.

Selain energi terbarukan konvensional, sektor energi nuklir kini mulai menarik perhatian besar, menyerap hampir 20% dari total pendanaan modal ventura iklim. 

Menurut analis BNEF Musfika Mishi, minat ini turut dipicu oleh fenomena AI hype, di mana kebutuhan energi besar untuk operasional sistem AI mendorong permintaan terhadap sumber daya alternatif berdaya tinggi dan beremisi rendah.

Salah satu contohnya adalah Commonwealth Fusion, perusahaan fusi nuklir yang berhasil meraih US$863 juta dari pendanaan ventura, sebagian di antaranya berasal dari unit investasi Nvidia Corp.

Investor Institusional Kembali Serius Dukung Sektor Hijau

Kembalinya investor institusional juga menjadi sinyal penting dalam gelombang investasi hijau 2025. Banyak lembaga keuangan besar kini mengalihkan sebagian portofolionya ke teknologi yang dapat memperkuat kemandirian energi sekaligus mendukung keamanan nasional.

Awal Oktober lalu, Brookfield Asset Management mengumumkan penggalangan dana senilai US$20 miliar untuk mendukung proyek transisi energi bersih global. 

Di waktu hampir bersamaan, JPMorgan Chase & Co. juga menyatakan komitmen untuk menyalurkan hingga US$10 miliar dalam bentuk investasi ekuitas langsung dan modal ventura. 

Pendanaan ini menjadi bagian dari inisiatif raksasa senilai US$1,5 triliun untuk memperkuat industri strategis, termasuk sektor baterai, nuklir, dan teknologi surya.

Dengan dukungan institusi keuangan besar tersebut, saham-saham energi bersih kini mulai menunjukkan kinerja yang mengungguli indeks saham utama dunia. Pasar pun menilai sektor hijau sebagai peluang jangka panjang yang menjanjikan di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap isu keberlanjutan.

Potensi dan Tantangan Menuju 2026

Kendati tren investasi teknologi hijau terlihat menguat, analis memperingatkan bahwa arah kebijakan global akan menjadi faktor penentu keberlanjutannya.

Musfika Mishi menilai kebijakan anti-energi terbarukan dari pemerintahan Trump berpotensi menekan kepercayaan investor terhadap proyek-proyek baru, terutama di Amerika Serikat yang selama ini menjadi pusat inovasi teknologi bersih.

Meski demikian, BNEF tetap memperkirakan bahwa pendanaan modal ventura (VC) di sektor ini akan bertahan cukup solid. Hingga akhir 2025, total pendanaan VC diperkirakan mencapai sekitar US$25 miliar, hanya sedikit menurun dibandingkan US$31,7 miliar pada 2024.

Penurunan ini dianggap masih wajar mengingat adanya pergeseran fokus investor dari startup energi bersih tahap awal ke proyek-proyek infrastruktur besar yang lebih stabil dan menjanjikan imbal hasil jangka panjang.

Momentum Baru bagi Ekonomi Hijau Dunia

Lonjakan investasi hijau di 2025 menandai titik balik penting bagi industri global. Di tengah ketegangan geopolitik dan perubahan arah kebijakan iklim, minat terhadap teknologi bersih tetap tinggi karena kebutuhan energi global yang terus meningkat.

Dengan semakin banyaknya proyek energi bersih, baterai, nuklir, dan penyimpanan energi yang mendapat dukungan finansial besar, dunia tampak memasuki babak baru dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Apabila tren positif ini berlanjut hingga 2026, sektor teknologi hijau berpotensi menjadi poros utama pertumbuhan ekonomi global sekaligus motor percepatan transisi energi yang lebih berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index