Kolaborasi Sertifikasi Hutan Perkuat Nilai Tambah dan Mutu Produk Indonesia

Kamis, 27 November 2025 | 09:30:52 WIB
Kolaborasi Sertifikasi Hutan Perkuat Nilai Tambah dan Mutu Produk Indonesia

JAKARTA - Indonesia terus menunjukkan komitmen memperkuat posisi produk hasil hutan di pasar internasional melalui harmonisasi kebijakan dan sertifikasi berstandar global. 

Seminar yang digelar oleh Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) bertujuan mempromosikan hutan lestari sekaligus meningkatkan keberterimaan produk kayu Indonesia di pasar dunia. 

Kegiatan ini dihadiri oleh Kementerian Kehutanan, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), lembaga sertifikasi, dan para pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sebagai perwakilan industri kehutanan nasional.

Seminar menjadi ajang strategis untuk memperkuat sinergi sertifikasi kehutanan nasional sekaligus memperluas akses pasar global bagi produk Indonesia. Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari, Laksmi Wijayanti, menekankan pentingnya sertifikasi sebagai instrumen menghadapi tantangan global. 

Ia menjelaskan meski beberapa komoditas hutan menunjukkan pertumbuhan stagnan, sektor kehutanan tetap memberi kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional.

Laksmi menambahkan, Indonesia memiliki regulasi dan praktik pengelolaan hutan yang kuat, namun tantangan reputasi masih muncul. 

Komunikasi berbasis data dan konsisten sangat diperlukan untuk menegaskan bahwa hutan Indonesia dikelola sebagai aset terbarukan yang dapat ditelusuri. “Sertifikasi menjadi simpul penting dalam memastikan integritas, ketelusuran, dan akuntabilitas produk kayu Indonesia,” ujarnya.

Sinergi Lembaga Sertifikasi untuk Standar Internasional

Ketua Umum IFCC, Saniah Widuri, menekankan peran IFCC sebagai badan pengatur nasional dalam menjaga kredibilitas sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan rantai pasok. 

Standar IFCC dibangun berdasarkan kondisi nasional, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan menuntut kepatuhan pada regulasi, termasuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Hingga saat ini, lebih dari lima juta hektare hutan dan 66 industri telah memperoleh sertifikat Chain of Custody (CoC) IFCC, yang berkontribusi pada peningkatan ekspor produk pulp dan paper hingga 3 miliar dolar AS. 

Penerapan standar internasional semakin penting menjelang implementasi regulasi Uni Eropa, termasuk EUDR, yang menekankan ketelusuran asal kayu serta pemenuhan aspek sosial dan lingkungan.

Saniah menambahkan, IFCC akan melakukan review standar pada 2026 untuk memperkuat integritas sistem dan memastikan kesesuaian dengan tuntutan global. 

“Sinergi dengan Ditjen PHL dan APHI merupakan langkah strategis untuk memperluas penerapan sertifikasi IFCC-PEFC sekaligus memperkuat keberterimaan produk Indonesia,” jelasnya.

Kolaborasi Industri dan Pemerintah

Ketua Umum APHI, Soewarso, menyambut positif kolaborasi dengan IFCC sebagai upaya memperkuat posisi industri kehutanan nasional. Mayoritas PBPH anggota APHI telah berkomitmen menerapkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan membutuhkan dukungan sertifikasi yang kredibel serta diakui internasional.

Melalui MoU dengan IFCC, APHI menargetkan peningkatan kapasitas anggota dalam penerapan sertifikasi, perluasan sosialisasi, serta percepatan penguatan rantai pasok bersertifikat di seluruh Indonesia. 

Soewarso menekankan urgensi menghadapi EUDR dan regulasi global lain yang menuntut standar ketelusuran dan keberlanjutan tinggi.

Sertifikasi IFCC-PEFC menjadi instrumen strategis untuk menjaga akses pasar sekaligus meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia. Penandatanganan MoU ini menjadi simbol komitmen nyata sektor kehutanan untuk menghadapi tantangan global dan memperkuat keberterimaan produk Indonesia di pasar internasional.

Menuju Hutan Berkelanjutan dan Ekonomi Maju

Kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, dan lembaga sertifikasi diyakini dapat memastikan praktik pengelolaan hutan terus berjalan sesuai prinsip keberlanjutan. Laksmi menegaskan perlunya dialog terbuka, transparan, dan berkelanjutan untuk menunjukkan kualitas pengelolaan hutan Indonesia.

Penerapan sertifikasi yang kredibel tidak hanya menjaga integritas produk, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, meningkatkan nilai tambah produk kayu, dan memperluas peluang ekspor. 

Saniah menambahkan, review standar IFCC pada 2026 akan mempertimbangkan seluruh aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi agar produk Indonesia semakin diterima di pasar global.

Dengan demikian, sinergi antar-pemangku kepentingan menjadi fondasi bagi pengelolaan hutan yang lestari sekaligus memperkuat daya saing ekonomi nasional melalui sektor kehutanan. 

Upaya kolektif ini mencerminkan komitmen nyata Indonesia dalam menghadapi tantangan global dan memperkuat keberlanjutan hutan demi masa depan yang lebih sejahtera.

Terkini