Memahami Hipertensi dan Cara Menjaga Kesehatan Tubuh Lebih Optimal

Rabu, 26 November 2025 | 10:31:03 WIB
Memahami Hipertensi dan Cara Menjaga Kesehatan Tubuh Lebih Optimal

JAKARTA - Masyarakat sering memandang hipertensi hanya sebagai kondisi ketika angka tekanan darah naik dari batas normal. 

Padahal, gangguan ini jauh lebih kompleks dan dapat memicu berbagai komplikasi serius bila tidak dikendalikan dengan tepat. Meski begitu, kondisi tersebut masih kerap diabaikan karena banyak orang tidak merasakan gejalanya sejak awal.

Saat ini, 1 dari 3 orang dewasa hidup dengan tekanan darah tinggi. Dari jumlah tersebut, hanya 18,9 persen pasien yang berhasil mencapai tekanan darah terkontrol.

Kondisi ini menunjukkan bahwa jutaan orang hidup dengan risiko lebih besar terhadap strok, serangan jantung, dan gagal ginjal tanpa menyadarinya. Gambaran ini mempertegas bahwa hipertensi adalah masalah kesehatan publik yang memerlukan perhatian lebih besar.

Data global menunjukkan hampir 1,4 miliar orang berusia 30–79 tahun mengalami hipertensi. Meskipun sebagian besar sudah terdiagnosis dan menjalani pengobatan, hanya sekitar 23 persen yang benar-benar mengendalikannya. 

Tantangan inilah yang membuat pengendalian hipertensi menjadi prioritas kesehatan yang tidak boleh diabaikan.

Di Indonesia, prevalensi hipertensi mencapai 30,8 persen pada penduduk usia 18 tahun ke atas. Namun, hanya 8,6 persen yang terdiagnosis dokter, dan dari jumlah itu tidak semua menjalankan pengobatan secara rutin. Bahkan, dari yang rutin mengonsumsi obat, hanya 18,9 persen yang mencapai tekanan darah terkontrol.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi, Tunggul D. Situmorang, menegaskan bahwa tekanan darah tinggi sering terabaikan karena tidak menunjukkan gejala jelas.

“Hipertensi dijuluki ‘the silent killer’ bukan tanpa alasan. Kondisi ini sering tidak bergejala, tetapi diam-diam dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah. Bahkan, sebagian besar pasien baru menyadari mereka mengidap hipertensi setelah mengalami komplikasi serius, seperti strok, kerusakan ginjal, dan serangan jantung,” ungkapnya.

Tantangan terbesar lainnya adalah rendahnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan serta minimnya pemantauan tekanan darah secara mandiri.

Morning Surge dan Risiko yang Sering Tak Disadari

Tekanan darah manusia mengikuti ritme sirkadian tubuh. Salah satu fase yang paling kritis adalah morning surge, yaitu lonjakan tekanan darah tajam antara pukul 06.00–10.00 pagi. Pada momen ini, tekanan darah kerap meningkat drastis setelah bangun tidur.

Tunggul menjelaskan bahwa morning surge merupakan periode yang dapat memicu kondisi berbahaya.

Ia menekankan bahwa lonjakan tekanan darah di pagi hari dapat memicu strok atau serangan jantung, terutama pada pasien hipertensi derajat 2 dan 3. Inilah sebabnya pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri, baik pagi maupun malam hari, agar perubahan tekanan dapat dipantau secara lebih akurat.

Selain itu, kepatuhan terhadap pengobatan menjadi kunci menjaga kestabilan tekanan darah selama 24 jam. Konsistensi minum obat membantu melindungi tubuh dari lonjakan tekanan darah yang tiba-tiba. Hipertensi terjadi ketika tekanan darah arteri secara konsisten berada di atas 130/85 mmHg dan berlangsung kronis.

Pengendalian kondisi ini membutuhkan pendekatan menyeluruh. Pasien dianjurkan menjaga berat badan ideal melalui pola makan seimbang, memperbanyak konsumsi sayur, buah, dan protein, serta membatasi garam. 

Aktivitas fisik rutin minimal 30 menit per hari selama 3–5 hari per minggu juga diperlukan untuk membantu menjaga aliran darah tetap optimal.

Selain itu, pembatasan alkohol dan berhenti merokok menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi.

Peran Pasien dalam Mengendalikan Tekanan Darah

Tunggul menegaskan bahwa keberhasilan terapi hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter, tetapi juga pada keterlibatan aktif pasien.

“Pengelolaan hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter, pasien memegang peranan utama. Pemantauan mandiri, kepatuhan mengonsumsi obat, dan pencatatan tekanan darah harian menjadi dasar bagi dokter untuk mengevaluasi terapi,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa dokter hanya dapat menilai kondisi berdasarkan informasi yang diberikan pasien. Mulai dari angka tekanan darah, kepatuhan mengonsumsi obat, hingga keluhan harian. Semakin lengkap data tersebut, semakin tepat penyesuaian terapi yang bisa diberikan.

Data ini membantu menentukan apakah pasien membutuhkan intensifikasi terapi, pergantian obat, atau perubahan gaya hidup tertentu. Oleh karena itu, komunikasi aktif antara pasien dan tenaga medis sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pengendalian hipertensi.

Obat anti hipertensi pun perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien. Obat yang ideal harus terjangkau, aman, dan memiliki bukti manfaat nyata bagi pasien.

Dampak Positif Pengendalian Hipertensi yang Konsisten

Penelitian klinis menunjukkan bahwa penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik dapat mengurangi risiko strok hingga 27 persen, menurunkan kejadian kardiovaskular mayor hingga 20 persen, serta mengurangi risiko gagal jantung hingga 28 persen.

Data tersebut menegaskan bahwa upaya sederhana seperti meminum obat secara teratur dan memantau tekanan darah harian dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan jangka panjang.

Dengan strategi pengelolaan yang tepat, pasien hipertensi dapat menjalani hidup lebih sehat dan produktif. Konsistensi dalam menjaga tekanan darah tetap stabil menjadi langkah utama untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Terkini