Kelezatan Pantiaw Khas Bangka yang Tetap Dijaga Keasliannya dari Generasi ke Generasi

Minggu, 16 November 2025 | 11:17:10 WIB
Kelezatan Pantiaw Khas Bangka yang Tetap Dijaga Keasliannya dari Generasi ke Generasi

JAKARTA - Kuliner tradisional Pulau Bangka memiliki keragaman cita rasa yang terus memikat banyak orang, dan pantiaw menjadi salah satu hidangan yang kian menonjol sebagai pilihan favorit warga lokal maupun wisatawan. 

Sajian ini mirip kwetiau, tetapi memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan tepung beras sebagai bahan utama, berbeda dengan kwetiau Tionghoa yang berbahan tepung gandum.

Dalam bahasa Hakka, pantiaw memiliki makna setengah berat, sebuah istilah yang dulu digunakan karena hidangan ini dianggap sebagai pengganjal perut sebelum nasi.

Hingga kini, masyarakat Bangka masih menjadikan pantiaw sebagai menu sarapan yang ringan sekaligus mengenyangkan, bahkan menjadi kudapan yang dinikmati di berbagai waktu.

Pengaruh budaya Melayu yang kental dengan hasil laut terlihat jelas pada kuah pantiaw yang terbuat dari ikan giling. Inilah yang membuat sajian ini kerap disebut pantiaw kuah ikan. Rasanya dikenal gurih, segar, dan kaya aroma laut, menjadi alasan mengapa banyak orang penasaran mencobanya.

Di Pangkalpinang, terdapat satu tempat yang menjadi rujukan pencinta kuliner tradisional, yaitu Pantiyau Tutut. Warung sederhana ini telah menyajikan pantiaw kuah ikan sejak lama dan tetap mempertahankan kesan klasik dari penyajiannya. Lokasinya tidak jauh dari jalan utama, masuk melalui gang kecil dan berada tidak jauh dari sebuah sekolah.

Ruangan warungnya kecil, hanya berisi beberapa meja yang mampu menampung sekitar belasan pengunjung. Di bagian depan kedai, terdapat gerobak yang digunakan untuk meracik pantiaw secara langsung di hadapan pembeli, menghadirkan pengalaman kuliner yang hangat dan tradisional.

Saat sepiring pantiaw tersaji, penampilannya mungkin sederhana, tetapi aromanya langsung menggugah selera. Lemparan pantiaw lembut dipadukan tauge segar, bumbu ikan giling, daun seledri, serta bawang goreng, kemudian disiram kuah panas mendidih. 

Tambahan jeruk kunci dan sambal cabai memberikan sentuhan segar dan pedas yang memadukan gurih, manis, asam, dan pedas dalam satu suapan.

Racikan Kuah Ikan yang Tetap Konsisten Sejak Dulu

Keunikan pantiaw tidak hanya terletak pada bentuknya, tetapi juga kuah ikan yang tidak amis dan punya rasa khas. Syamsudin atau Pak Ula, pemilik Pantiyau Tutut, menyampaikan bahwa ia menggunakan ikan dencis atau sarden yang dipadukan dengan ikan parang-parang sebagai bahan utama kuah.

Ikan direbus terlebih dahulu untuk menghilangkan bau amis dan memudahkan proses pemisahan duri. Setelah itu, ikan digiling bersama bawang merah, bawang putih, sahang atau lada, garam dan gula. Ia mengatakan, rasa manis gurih pada kuah disesuaikan dengan penggunaan gula yang cukup banyak.

Menurut penuturan Pak Ula, sepuluh kilogram ikan biasanya dicampur dengan dua kilogram gula, sehingga menghasilkan kuah yang memiliki karakter kuat namun tetap seimbang. Campuran bumbu yang kaya inilah yang membuat pantiaw memiliki rasa khas yang sulit ditemui di tempat lain.

Di Bangka, kuah ikan giling sebenarnya dapat dipadukan dengan mie kuning. Namun, sejak awal berjualan, Pak Ula memilih pantiaw sebagai bahan utama agar hidangan lebih nyaman disantap berbagai usia, termasuk para lansia.

Proses pembuatan pantiaw terbilang cukup panjang. Beras harus direndam selama berjam-jam sebelum digiling dan dicampur sagu, garam, serta air hingga membentuk adonan. Adonan itu kemudian dikukus menjadi lembaran tipis yang digulung dan dipotong menyerupai kwetiau pipih.

Resep pantiaw yang ada di warungnya merupakan hidangan keluarga yang diwariskan oleh mendiang istrinya, Tutut. Ia memperoleh resep tersebut dari sang ibu yang merupakan keturunan peranakan Tionghoa-Melayu. Inilah sebabnya warung tersebut dinamai Pantiyau Tutut.

Hingga kini, Pak Ula memastikan bahwa racikan pantiaw tetap sama. Ia tidak pernah mengurangi komposisi bahan meski harga ikan naik. Putrinya, Aulia, kini turut membantu mengelola warung dan telah mempelajari racikan kuah ikan sampai mendapatkan cita rasa setara dengan buatan ibunya.

Pantiyau Tutut Menjadi Pilihan Favorit Banyak Pelanggan

Konsistensi rasa yang dipertahankan membuat Pantiyau Tutut memiliki pelanggan tetap. Setiap hari, warung ini mampu menghabiskan belasan kilogram pantiaw. Tidak sedikit pengunjung yang merasa hidangan ini memiliki karakter rasa yang sulit ditandingi pedagang lain.

Aria, salah satu pelanggan yang telah dua tahun rutin sarapan di tempat tersebut, mengatakan bahwa tidak banyak penjual pantiaw kuah ikan yang mempertahankan keaslian rasa. Ia menyebut kuah ikan di Pantiyau Tutut memiliki cita rasa yang “ngerasok”, sebuah istilah Bangka untuk menyatakan rasa gurih yang kuat namun tetap pas.

Harga seporsi pantiaw sangat terjangkau, dan pelanggan dapat menambahkan telur rebus dengan harga sedikit lebih tinggi. Warung ini buka setiap Senin hingga Sabtu pada pagi hingga siang hari, menjadikannya pilihan tepat untuk sarapan maupun makan siang bagi warga sekitar.

Pantiaw Sebagai Warisan Rasa yang Terus Dilestarikan

Pantiaw bukan sekadar hidangan tradisional, tetapi juga menjadi simbol keberlanjutan kuliner keluarga yang dijaga turun-temurun. Dengan proses pembuatan yang tetap mempertahankan cara lama, sajian ini terus menjadi favorit bagi siapa pun yang merindukan cita rasa otentik Bangka.

Pantiyau Tutut bukan hanya menawarkan makanan, tetapi juga pengalaman menyelami warisan kuliner lokal. Generasi berikutnya kini mulai melanjutkan usaha ini, dan cita rasa khas pantiaw diyakini akan terus dinikmati banyak orang di masa mendatang.

Terkini