JAKARTA - Pendekatan pemerintah dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil kini menonjol sebagai langkah penegasan prinsip negara hukum.
Pemerintah memastikan penghormatan terhadap keputusan tersebut sebagai bagian dari upaya menjaga ketertiban regulasi dan memperkuat tata kelola kelembagaan.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menindaklanjuti putusan tersebut, meskipun saat ini pihaknya masih menunggu salinan resmi demi memastikan langkah-langkah yang diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan menjadikan putusan tersebut sebagai pedoman tetap.
“Ya, kan keputusannya baru tadi ya. Kita juga belum mendapatkan petikan keputusannya. Nanti kalau kita sudah mendapat ya, nanti kita pelajari kan. Tapi sebagaimana namanya keputusan MK ini kan final and binding,” ujarnya kepada wartawan.
Ketika ditanya mengenai posisi pemerintah terkait penerapan putusan tersebut, Prasetyo menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pemerintah untuk mengambil sikap lain selain menjalankan putusan tersebut sebagaimana mestinya.
Ia menyatakan bahwa keputusan MK bersifat mengikat dan harus menjadi dasar pelaksanaan kebijakan. “Ya iyalah, sesuai aturan kan seperti itu,” ucapnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah ingin memastikan keteraturan hukum tetap berjalan, terutama dalam konteks pengaturan jabatan sipil yang selama ini juga melibatkan anggota kepolisian aktif.
Salah satu langkah awal yang akan ditempuh pemerintah adalah meminta anggota Polri aktif yang saat ini bertugas di kementerian maupun lembaga untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Prasetyo menegaskan bahwa hal itu dilakukan untuk memastikan seluruh penugasan pejabat sesuai dengan batasan hukum yang ditegaskan oleh MK. “Ya kalau aturannya seperti itu,” katanya. Pemerintah memandang penyesuaian ini sebagai bagian dari penerapan kebijakan yang selaras dengan keputusan lembaga yudikatif tersebut.
Putusan MK dan Penegasan Batas Kewenangan Jabatan
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dikabulkan melalui perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menjadi titik penting dalam penegasan batas kewenangan anggota Polri terkait jabatan sipil.
Putusan tersebut menyoroti ketentuan Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang sebelumnya dijadikan dasar penugasan anggota Polri aktif di luar lingkungan kepolisian.
Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa penempatan anggota aktif di jabatan sipil tidak sesuai dengan prinsip pemisahan fungsi lembaga negara. Penegasan tersebut memberikan kepastian hukum mengenai batasan pengabdian anggota Polri, sekaligus memperkuat profesionalitas aparatur negara.
Keputusan MK sekaligus menjawab perdebatan yang berkembang terkait posisi anggota Polri dalam struktur pemerintahan sipil.
Dalam argumentasinya, MK menilai keberadaan anggota polisi aktif di jabatan sipil berpotensi menciptakan ketidakseimbangan struktur birokrasi dan mengaburkan pembagian fungsi antara lembaga kepolisian dan lembaga sipil. Dengan demikian, putusan ini menjadi dasar perbaikan yang lebih sistematis dalam tata kelola pemerintahan.
Putusan MK yang bersifat final dan mengikat memiliki konsekuensi langsung terhadap penataan pejabat di berbagai kementerian dan lembaga. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah strategis agar proses penyesuaian berjalan efektif dan tetap menjaga keberlangsungan pelayanan publik.
Dalam konteks ini, pemerintah memandang bahwa penarikan anggota Polri aktif dari jabatan sipil merupakan langkah yang tak terhindarkan dan menjadi bagian dari penghormatan terhadap sistem konstitusi.
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya pada Penataan Aparatur
Penerapan putusan MK tersebut membawa dampak signifikan terhadap struktur aparatur sipil yang selama ini diisi oleh anggota kepolisian aktif.
Pemerintah menilai bahwa proses pengunduran diri dari jabatan sipil bukan hanya sekadar pemenuhan ketentuan hukum, tetapi juga bagian dari penegasan profesionalisme dalam tubuh Polri.
Dengan dikembalikannya anggota aktif ke institusi kepolisian, diharapkan masing-masing lembaga dapat berfungsi lebih optimal sesuai mandatnya.
Dalam penerapannya, pemerintah perlu memastikan bahwa pergantian jabatan sipil yang sebelumnya ditempati anggota polisi aktif dilakukan secara bertahap dan terukur agar tidak mengganggu kelancaran manajemen pemerintahan.
Langkah tersebut juga menjadi peluang untuk memperkuat kapasitas aparatur sipil negara (ASN) sebagai pengemban tugas pemerintahan. Dengan demikian, reposisi jabatan dapat sekaligus meningkatkan kualitas layanan publik.
Di sisi lain, pemerintah menekankan bahwa seluruh proses akan dilakukan dengan memperhatikan aspek regulasi serta kesiapan teknis lembaga yang terlibat. Prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi dasar dalam penyusunan mekanisme pelaksanaan agar tidak menimbulkan kendala dalam ekosistem birokrasi.
Melalui pendekatan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh kebijakan mencerminkan penghormatan terhadap sistem hukum sekaligus menjaga stabilitas pemerintahan.
Penguatan Sistem Pemerintahan melalui Kepatuhan Hukum
Langkah pemerintah dalam menghormati putusan MK tidak hanya mencerminkan kepatuhan terhadap konstitusi, tetapi juga memperlihatkan komitmen memperkuat sistem pemerintahan yang tertib dan berintegritas.
Dengan memastikan bahwa anggota Polri aktif tidak lagi menduduki jabatan sipil, pemerintah menegaskan upaya pemurnian fungsi lembaga negara sehingga masing-masing institusi dapat menjalankan perannya secara proporsional.
Putusan MK dalam perkara ini menjadi pengingat bahwa setiap lembaga negara memiliki batas kewenangan yang harus dihormati.
Pemerintah memandang keputusan tersebut sebagai dorongan untuk meningkatkan disiplin struktural, memperkuat tata kelola pemerintahan, serta memastikan relasi antarlembaga tetap sejalan dengan prinsip konstitusional.
Dengan langkah-langkah tindak lanjut yang akan dijalankan setelah salinan resmi diterima, pemerintah berharap proses penyesuaian berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan negara.
Sikap pemerintah yang memilih mengikuti putusan MK menunjukkan bahwa integritas sistem hukum menjadi prioritas dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang solid, akuntabel, dan konsisten dengan kerangka konstitusi.