JAKARTA - Kabar menggembirakan datang dari perairan jernih Pantai Mali, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Untuk pertama kalinya, masyarakat pesisir setempat berhasil merekam kemunculan bayi dugong (Dugong dugon) bersama dua ekor dugong dewasa — jantan bernama Mawar dan betina Melati — yang selama ini dikenal sebagai penghuni tetap kawasan tersebut.
Penampakan langka ini tidak hanya menjadi momen istimewa bagi warga Alor, tetapi juga menjadi simbol keberhasilan konservasi laut berbasis masyarakat yang telah lama dilakukan di wilayah itu.
Ketua Forum Komunikasi Nelayan Kabola, Onesimus La’a, mengonfirmasi bahwa anggotanya berhasil mendokumentasikan momen ketika tiga dugong itu berenang dan bermain di sekitar kapal nelayan.
“Kemarin anggota forum berhasil mendokumentasikan kemunculan ketiga ekor dugong tersebut bermain di dekat kapal. Jadi kami ingin pastikan lamunnya cukup untuk tiga ekor dugong,” ujarnya di Jakarta, Jumat.
Menurut Onesimus, Mawar memang kerap terlihat di perairan Pantai Mali karena ketersediaan makanan yang melimpah di kawasan itu.
Ia juga menegaskan kesiapan kelompok nelayan untuk membantu apabila diperlukan rehabilitasi padang lamun, yang merupakan habitat dan sumber pakan utama dugong.
Tanda Ekosistem Laut Alor Makin Sehat
Kabar munculnya bayi dugong ini disambut antusias oleh berbagai pihak, terutama pemerintah pusat. Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sarmintohadi, menyebut bahwa kehadiran dua individu baru dugong di Alor adalah hasil nyata dari upaya bersama menjaga kelestarian laut.
“Adanya dua individu baru dugong di Alor adalah bukti nyata bahwa upaya menjaga ekosistem laut, khususnya padang lamun, membuahkan hasil,” katanya.
Ia menambahkan, KKP terus memperkuat komitmen dalam konservasi dugong melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan, pemantauan populasi dan pengawasan habitat, serta peningkatan kesadaran masyarakat pesisir.
Sarmintohadi mengingatkan bahwa dugong termasuk spesies yang rentan (vulnerable) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Karena itu, keberhasilan dugong berkembang biak di alam liar merupakan kabar yang sangat positif bagi upaya pelestarian satwa laut mamalia ini.
Ia pun mengapresiasi peran aktif masyarakat dan berbagai lembaga konservasi yang secara konsisten menjaga laut Alor. “Kemunculan bayi dugong ini adalah simbol keberhasilan konservasi berbasis masyarakat di Alor,” tegasnya.
WWF-Indonesia: Bukti Padang Lamun di Alor Masih Kaya dan Sehat
Pendapat senada datang dari Koordinator Nasional Program Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah Yayasan WWF-Indonesia, Ranny R. Yuneni. Ia menilai kemunculan tiga dugong di Pantai Mali membuktikan bahwa kondisi ekologis padang lamun di kawasan tersebut masih sangat baik.
“Kehadiran dua individu dugong lain selain Mawar membuktikan bahwa ekosistem lamun di Pantai Mali memiliki kualitas ekologis yang mampu menyediakan ruang hidup dan sumber pakan bagi dugong,” jelasnya.
WWF-Indonesia, bersama pemerintah dan masyarakat lokal, berencana menindaklanjuti temuan ini dengan survei mamalia laut di Alor pada tahun ini.
Survei tersebut akan mencakup pemantauan populasi dugong, lumba-lumba, dan paus di perairan Alor untuk memperkuat dasar ilmiah pengelolaan habitat mamalia laut di wilayah tersebut.
“Survei ini akan memperkuat dasar ilmiah pengelolaan habitat mamalia laut di Alor, dengan mengaitkan data populasi dan perilaku dugong serta mamalia laut lainnya dengan kondisi padang lamun sebagai habitat utamanya,” terang Ranny.
Lamun di Pantai Mali Masuk Kategori Sehat
Sejak 2024, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelola Taman Perairan Kepulauan Alor dan Laut Sekitarnya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT telah melaksanakan survei awal untuk mendukung program rehabilitasi lamun di Pantai Mali.
Hasil survei tersebut menunjukkan kondisi padang lamun di kawasan itu termasuk kategori padat hingga sangat padat atau tergolong kaya dan sehat, dengan tingkat tutupan mencapai 73–76 persen.
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa keberhasilan populasi dugong di Alor tidak terlepas dari kualitas habitatnya yang baik dan terjaga.
WWF juga mengingatkan bahwa meningkatnya aktivitas wisata di sekitar habitat dugong perlu diimbangi dengan penerapan kode etik wisata dugong yang ketat, agar keberadaan satwa laut ini tidak terganggu perilaku alaminya.
Harmoni Alam dan Masyarakat Pesisir
Masyarakat nelayan Alor selama ini dikenal memiliki hubungan yang harmonis dengan laut. Kehadiran Mawar dan Melati, dua dugong yang sudah lama menjadi “ikon” Pantai Mali, bahkan sering dijadikan simbol kedamaian dan keseimbangan antara manusia dengan alam.
Ketua Forum Nelayan Kabola, Onesimus La’a, menegaskan bahwa komunitasnya berkomitmen menjaga keseimbangan tersebut. “Kalau perlu dilakukan rehabilitasi lamun, kelompok kami siap membantu. Kami ingin dugong tetap bisa hidup di laut ini, karena ini rumah mereka,” katanya.
Hubungan erat antara masyarakat pesisir dan ekosistem laut inilah yang dinilai para ahli sebagai kunci keberhasilan konservasi berbasis komunitas. Pendekatan yang menekankan partisipasi warga dalam menjaga laut terbukti lebih efektif dibandingkan kebijakan top-down semata.
Simbol Harapan Bagi Konservasi Laut Indonesia
Kemunculan bayi dugong di Pantai Mali menjadi kabar baik di tengah kekhawatiran terhadap populasi mamalia laut di Indonesia yang terus menurun akibat kerusakan habitat dan aktivitas manusia.
Di sisi lain, peristiwa ini juga menegaskan bahwa upaya konservasi yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat mampu menghasilkan dampak nyata bagi keberlanjutan ekosistem laut.
Melalui sinergi antara pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat lokal, Alor kini menjadi contoh sukses wilayah pesisir yang berhasil menjaga keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam.
Dugong kecil yang lahir di perairan tenang Pantai Mali itu bukan sekadar bayi mamalia laut — ia adalah simbol harapan baru bagi kelestarian laut Indonesia, yang membuktikan bahwa alam akan selalu memberi balasan ketika dijaga dengan cinta dan kesadaran bersama.