JAKARTA - Langkah pengusaha Happy Hapsoro melepas sebagian kepemilikannya di PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) menandai strategi diversifikasi portofolio yang kian aktif di kalangan investor besar dalam negeri.
Dengan total penjualan mencapai 709,82 juta saham senilai sekitar Rp578,50 miliar, manuver Hapsoro menunjukkan pendekatan investasi yang tidak sekadar mencari keuntungan, tetapi juga penyelarasan aset di tengah dinamika pasar modal.
Dalam laporan resmi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hapsoro menjelaskan bahwa transaksi divestasi dilakukan pada 15 Oktober 2025 dalam satu kali transaksi besar.
“Tujuan dari transaksi tersebut adalah untuk realisasi keuntungan dan penyelarasan portofolio,” tulisnya dalam keterangannya.
Pasca transaksi tersebut, kepemilikan Hapsoro atas BUVA turun signifikan dari 820,67 juta saham (3,99% hak suara) menjadi 110,85 juta saham atau setara 0,54%.
Meski begitu, suami Ketua DPR RI Puan Maharani ini masih memegang kendali strategis terhadap BUVA melalui perusahaan investasinya, PT Nusantara Utama Investama.
Masih Pegang Kendali Lewat Nusantara Utama Investama
Data registrasi pemegang efek per 30 September 2025 menunjukkan, Nusantara Utama Investama tetap menjadi pemegang saham mayoritas BUVA dengan porsi kepemilikan 67,02%. Sementara itu, saham publik tercatat sebesar 28,99%.
Kondisi ini memastikan bahwa meskipun Hapsoro secara pribadi mengurangi porsinya, kendali korporasi atas BUVA tidak bergeser dari tangan kelompok usahanya.
Langkah tersebut juga menandakan strategi manajemen modal yang terencana. Dengan tetap mempertahankan kontrol melalui perusahaan investasi, Hapsoro memiliki ruang lebih fleksibel dalam mengatur struktur kepemilikan sekaligus menjaga stabilitas nilai saham BUVA di pasar.
Serangkaian Aksi Jual Sebelumnya
Penjualan pada Oktober bukan kali pertama Hapsoro melepas sebagian saham BUVA. Dalam catatan Bisnis, selama periode 10–11 September 2025, ia sudah lebih dulu melakukan dua kali aksi jual.
Pada 10 September, Hapsoro melepas 150 juta lembar saham, disusul penjualan tambahan sebesar 333,33 juta lembar sehari kemudian.
Sebelum dua aksi tersebut, ia memegang 1,63 miliar saham atau sekitar 7,91% dari total saham BUVA. Setelah penjualan, kepemilikannya menyusut menjadi 1,15 miliar saham atau 5,56%.
Pada transaksi 10 September, ia menjual sahamnya seharga Rp200 per lembar—jauh di bawah harga pasar yang kala itu berkisar Rp344–Rp354 per saham. Dari transaksi tersebut, Hapsoro mengantongi sekitar Rp30 miliar.
Keesokan harinya, penjualan kembali dilakukan di harga Rp300 per lembar dan menghasilkan tambahan dana sekitar Rp100 miliar. Secara keseluruhan, aksi jual pada periode dua hari tersebut memberikan hasil sekitar Rp130 miliar.
Dengan demikian, jika ditotal dengan transaksi besar pada Oktober, nilai realisasi dana yang diperoleh Hapsoro sepanjang dua bulan terakhir mencapai lebih dari Rp700 miliar.
Jejak Kepemilikan dan Strategi Korporasi
Happy Hapsoro bukan sosok baru di BUVA. Ia pertama kali masuk ke jajaran pemegang saham melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement lewat PT Nusantara Utama Investama.
Manajemen BUVA, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), menjelaskan bahwa aksi private placement tersebut dilakukan pada 11 Juli 2023, bersamaan dengan pencatatan saham baru di BEI.
Jumlah saham baru yang diterbitkan kala itu mencapai 12,5 miliar lembar dengan harga pelaksanaan Rp60 per saham.
Melalui skema ini, Nusantara Utama Investama resmi menjadi kreditur baru BUVA setelah mengambil alih utang dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). Sebelumnya, bank milik Grup Djarum tersebut tercatat sebagai kreditur BUVA dan anak usahanya, PT Bukit Lagoi, sejak Desember 2011.
Struktur kepemilikan Nusantara Utama Investama pun memperlihatkan kendali penuh Hapsoro atas entitas tersebut. Sebesar 99,9% sahamnya dimiliki oleh Basis Utama Prima, sementara 0,01% sisanya dipegang oleh Bonny Harry.
Adapun Basis Utama Prima merupakan perusahaan yang dikendalikan langsung oleh Happy Hapsoro, menjadikannya pemilik manfaat utama atas Nusantara Utama Investama.
Kinerja Saham BUVA di Pasar Modal
Menariknya, di tengah aksi jual besar-besaran tersebut, saham BUVA justru menunjukkan performa impresif di bursa. Pada perdagangan Senin 20 Oktober 2025, saham emiten properti ini ditutup menguat 7,86% atau naik 55 poin ke level Rp755 per lembar.
Dalam satu bulan terakhir, saham BUVA telah melonjak 55,99%, bahkan mencatat kenaikan luar biasa sebesar 1.224,56% sejak awal tahun 2025.
Kenaikan tajam ini menunjukkan minat investor terhadap prospek bisnis BUVA yang bergerak di sektor properti dan pariwisata, terutama setelah meningkatnya kunjungan wisatawan pascapandemi.
Optimisme pasar ini kemungkinan turut menjadi alasan strategis bagi Hapsoro dalam melakukan realisasi keuntungan.
Realisasi Keuntungan dan Konsolidasi Portofolio
Melihat dari serangkaian langkah tersebut, jelas bahwa penjualan saham BUVA oleh Happy Hapsoro bukan sekadar aksi lepas aset, melainkan bagian dari strategi pengelolaan portofolio yang matang.
Dengan menjaga kendali melalui entitas investasi utama dan melakukan penyesuaian kepemilikan langsung, ia memanfaatkan momentum kenaikan harga saham untuk memperkuat posisi finansialnya.
Bagi pasar, langkah Hapsoro ini sekaligus menjadi cerminan strategi yang banyak dilakukan investor besar: menjaga control perusahaan sambil merealisasikan capital gain saat valuasi aset meningkat signifikan.
Dalam konteks BUVA, strategi semacam ini juga memberi sinyal bahwa perusahaan masih memiliki prospek pertumbuhan kuat, terutama jika manajemen mampu menjaga momentum positif yang tercermin dari lonjakan harga saham di sepanjang tahun 2025.