JAKARTA - Memasuki setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, catatan tidak hanya tertuju pada Presiden, tetapi juga Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Pengamat politik Iqbal Themi menilai, selama setahun menjabat, Gibran belum sepenuhnya mampu mewujudkan harapan besar anak muda yang mendukung langkah politiknya. Sosok yang dulu dielu-elukan sebagai ikon generasi baru itu dianggap belum tampil sebagai suara anak muda di puncak kekuasaan.
Iqbal menyoroti adanya dua narasi besar yang saling bertentangan terkait sosok Gibran. Di satu sisi, publik mengharapkan wajah baru politik muda yang progresif; di sisi lain, ia dibaca sebagai simbol keberlanjutan dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo.
Pertentangan narasi ini membuat langkah politik Gibran terkesan gamang dan kehilangan arah. "Gibran seperti berdiri di antara dua dunia kekuasaan, yakni generasi lama yang masih dominan dan generasi muda yang mulai kecewa karena tak merasa diwakili," kata Iqbal.
Akibatnya, gagasan besar yang menandai arah politiknya sendiri belum terlihat. Iqbal menambahkan bahwa selama setahun ini belum ada program atau inisiatif yang dapat diasosiasikan sebagai karya khas Gibran yang relevan dengan kebutuhan anak muda.
Satu-satunya program yang sempat mencuat adalah 'Lapor Mas Wapres', tetapi dalam praktiknya belum mampu menjadi ruang bagi anak muda mengekspresikan aspirasi dan kritik terhadap kekuasaan secara efektif.
Peran Seremonial dan Agenda Strategis
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai Gibran lebih banyak terlihat dalam acara seremonial. "Peran wapres belum kelihatan signifikan. Hanya terlihat di sejumlah acara seremonial dan beberapa kunjungan," kata Adi.
Menurutnya, belum ada peran spesifik yang dikerjakan Gibran, berbeda dengan pendahulu seperti Ma’ruf Amin yang fokus di ekonomi syariah, atau Jusuf Kalla yang fokus ekonomi makro.
Meski begitu, Gibran beberapa kali menyinggung hilirisasi dan digitalisasi sebagai kebutuhan nasional. Ia menekankan perlunya gerakan untuk mendukung talenta digital lokal agar dapat berinovasi dan bersaing, menciptakan champion-champion digital yang menjadi kebanggaan bangsa.
Dalam debat cawapres, Gibran juga menekankan hilirisasi digital di semua sektor, mulai dari pertanian hingga industri, sebagai upaya membuka lapangan kerja untuk generasi muda.
Selain itu, beberapa program strategis diumumkan sejak awal masa jabatannya, seperti dana abadi pesantren, kredit start-up milenial, kartu Indonesia Sehat khusus lansia dan anak, serta hilirisasi industri, ekonomi, dan energi hijau.
Namun publik lebih mengingat janji soal 19 juta lapangan kerja dan 'Lapor Mas Wapres'. Program ini diharapkan menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi secara langsung, meski implementasinya hingga kini belum terlihat secara nyata.
Fokus Tugas Domestik dan Adaptasi Politik
Gibran menghadapi dilema posisi sebagai wapres. Aktivitas proaktif bisa dianggap mendahului presiden, sementara sikap pasif dinilai tidak bekerja. Para pengamat menilai cara paling efektif adalah bersikap adaptif, responsif, dan sensitif terhadap isu yang berkembang.
Salah satu peran penting adalah mengawal program pemerintah, misalnya turun langsung ke lokasi ketika ada permasalahan, sehingga langkah pemerintah lebih nyata dan terkontrol.
Menurut Pasal 8 Ayat 1 UUD 1945, wapres memiliki tanggung jawab menggantikan presiden bila tidak dapat menjalankan tugasnya, serta dalam UU Kementerian Negara, tugasnya mencakup memberi saran, menjalankan tugas yang diberikan presiden, dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Praktiknya bisa dilakukan melalui rapat koordinasi antar lembaga, mengawal program prioritas nasional, hingga mewakili presiden dalam tugas kenegaraan.
Tugas Khusus Papua dan Peran Strategis Wapres
Salah satu tanggung jawab khusus yang diberikan Presiden Prabowo kepada Gibran adalah memimpin Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3).
Posisi ini penting untuk melanjutkan pembangunan di Indonesia Timur, melanjutkan langkah yang dulu dijalankan Presiden Joko Widodo. Meski keputusan resmi belum diterbitkan, Gibran siap menjalankan tugas tersebut.
Sehari-hari, Gibran lebih banyak meninjau program strategis di daerah, seperti makan bergizi gratis, cek kesehatan, dan program sekolah khusus. Pengamat menilai fokus tugas domestik ini membantu presiden untuk konsentrasi pada isu makro dan diplomasi luar negeri.
Pembagian tugas ini dipandang efektif: presiden menangani persoalan strategis, sementara wapres fokus pada urusan mikro yang mendetail. Dengan begitu, Gibran dapat menguatkan peran anak muda dalam pemerintahan dan memperlihatkan komitmen terhadap pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.