JAKARTA - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Muhammad Syafi’i menegaskan tidak ada santri di pondok pesantren yang akan tertinggal dari program makan bergizi gratis (MBG).
Pernyataan ini disampaikan usai pertemuannya dengan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang. “Kementerian Agama akan bergerak cepat. Kita ingin memastikan tidak ada satu pun santri yang tertinggal dalam program makan bergizi gratis,” ujar Syafi’i.
Menurut Wamenag, pondok pesantren merupakan bagian penting dari sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, pemenuhan gizi santri menjadi prioritas yang harus diawasi secara seksama. Pemetaan pesantren-pesantren yang belum terlayani MBG akan segera dilakukan agar distribusi program tepat sasaran.
“Kami akan berkoordinasi dengan tim terkait dan menelusuri lebih lanjut tentang hal ini. Distribusi program harus berjalan sesuai target,” tambahnya.
Cakupan MBG Masih Rendah di Pesantren
Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyebut data dari Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR menunjukkan cakupan MBG di pesantren masih rendah. Dari 11 juta santri di seluruh Indonesia, baru sekitar 2 persen yang menerima manfaat MBG.
Data ini mendorong BGN untuk menelusuri pesantren-pesantren yang belum mendapatkan MBG dan bekerja sama dengan Kemenag agar seluruh santri dapat mengakses program tersebut.
“Kami mau telusuri nanti di mana saja pesantren-pesantren yang belum ada MBG-nya. Itu yang akan kami kerja samakan dengan Kementerian Agama supaya seluruh anak-anak pondok pesantren dipastikan mendapatkan makan bergizi gratis,” jelas Nanik.
Langkah ini menjadi penting untuk memastikan bahwa distribusi MBG tidak hanya terpusat di wilayah tertentu, tetapi juga menjangkau pesantren di daerah 3T (tertinggal, terpencil, terluar).
Pembangunan Dapur Pesantren Jadi Prioritas
Selain distribusi makanan, pembangunan dapur di pesantren menjadi kunci sukses pelaksanaan MBG. Nanik menekankan bahwa anak-anak pondok tidak boleh berbeda perlakuan, sehingga dapur MBG harus tersedia di seluruh pesantren.
“Kalau mereka ada di wilayah 3T, mereka diperbolehkan membangun sendiri dapurnya dan dapurnya akan dibiayai negara,” ujarnya.
Pembangunan dapur ini juga memerlukan sertifikasi laik higiene sanitasi untuk memastikan standar gizi dan kebersihan terpenuhi. Dengan fasilitas dapur yang memadai, santri bisa menerima MBG sesuai standar kesehatan dan gizi yang dianjurkan.
Kolaborasi Kemenag dan BGN Perlu Ditingkatkan
Program MBG menjadi bukti pentingnya kolaborasi lintas lembaga. Kemenag dan BGN perlu terus berkoordinasi untuk memperluas jangkauan program hingga semua pesantren di Indonesia dapat terlayani.
Selain itu, monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara rutin agar setiap santri memperoleh manfaat yang sama, tanpa terkecuali. Pendekatan ini juga membantu mengidentifikasi hambatan, mulai dari logistik, distribusi, hingga kesadaran pihak pesantren untuk ikut program MBG.
Dengan sinergi antara Kemenag dan BGN, diharapkan seluruh anak di pondok pesantren dapat menikmati makan bergizi gratis, mendukung kesehatan, pertumbuhan, dan prestasi belajar mereka.
Program ini juga menjadi langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan pesantren melalui pemenuhan gizi santri yang merata.