JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk tunduk pada setiap ketentuan hukum yang diberlakukan negara, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi mengenai larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Dalam penjelasannya, Polri menekankan bahwa institusi tetap menunggu salinan resmi putusan tersebut agar dapat mempelajari rincian pasal dan mekanisme implementasinya. Sikap ini menjadi penanda bahwa Polri mengedepankan kepastian hukum dan transparansi dalam menjalankan kewenangan lembaga negara.
Kepala Divisi Humas Polri Sandi Nugroho menyampaikan bahwa hingga saat ini salinan resmi putusan MK belum diterima, sehingga langkah selanjutnya masih menunggu dokumen tersebut untuk disampaikan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Ia menegaskan bahwa Polri selalu menghormati putusan pengadilan, terlebih yang berkaitan dengan prinsip netralitas dan mekanisme kelembagaan.
“Hal yang pasti bahwa kami belum menerima putusannya sampai saat ini. Tetapi polisi selalu akan menghormati putusan yang sudah ditetapkan oleh pengadilan,” ujar Sandi kepada awak media.
Pernyataan itu menjadi bentuk kejelasan bahwa kepolisian tetap memegang teguh prinsip hukum dalam setiap penyesuaian terhadap aturan jabatan yang bersinggungan dengan struktur sipil.
Di sisi lain, Polri menyebutkan bahwa institusi sebenarnya telah memiliki peraturan internal mengenai penempatan anggota di luar struktur organisasi. Aturan tersebut menetapkan bahwa penugasan hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan lembaga lain dan wajib mendapatkan izin dari Kapolri.
Sandi menjelaskan bahwa hal ini menjadi dasar yang selama ini mengatur pergerakan anggota dalam menjalankan tugas di luar struktur kepolisian.
Menurutnya, Polri kini menunggu bentuk final bunyi putusan yang dikeluarkan MK agar dapat mempelajari detail kewajiban yang harus dijalankan.
“Namun demikian kita sudah mendengar atau kita sudah melihat ada putusan hari ini kita tinggal menunggu seperti apa nanti konkrit putusannya sehingga bisa dipelajari apa yang harus dikerjakan kepolisian,” ujarnya. Dengan demikian, proses adaptasi aturan internal dapat dilakukan secara tepat sesuai ketetapan konstitusi.
Polemik Regulasi Penempatan Anggota Polri di Jabatan Sipil
Putusan Mahkamah Konstitusi muncul setelah adanya permohonan uji materi yang diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite terhadap Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kedua pemohon menilai bahwa frasa penjelasan pasal tersebut membuka celah bagi anggota polisi aktif untuk tetap menduduki jabatan sipil, sehingga menciptakan kerancuan dalam pelaksanaan aturan.
Beleid yang diuji berbunyi bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa jabatan tersebut adalah posisi yang tidak berhubungan dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Bagian frasa inilah yang dinilai pemohon sebagai celah hukum yang memungkinkan anggota tetap aktif meski menjabat posisi sipil.
MK kemudian sependapat dengan pemohon bahwa ketentuan tersebut dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan berpotensi mengganggu prinsip netralitas aparatur negara.
Kehadiran anggota polisi yang masih aktif dalam jabatan sipil dinilai dapat memperlemah meritokrasi dan mengganggu profesionalisme instansi lain dalam struktur pemerintahan.
Sebagai tindak lanjut, MK menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang menjadi bagian penjelasan pasal. Mahkamah menilai frasa tersebut tidak memperjelas makna pasal dan justru memperluas norma yang dapat menimbulkan tafsir berbeda.
Perubahan ini menguatkan ketentuan bahwa pengisian jabatan sipil hanya dapat dilakukan setelah anggota benar-benar mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan bahwa keberadaan frasa tersebut tidak memberikan kejelasan hukum yang seharusnya menjadi landasan setiap aturan dalam konstitusi. Ia menambahkan bahwa norma tersebut membuka peluang ketidakpastian yang dapat berdampak pada tata kelola aparatur negara.
“[Frasa tersebut] telah menimbulkan kerancuan dan memperluas norma pasal a quo. Dengan demikian, ketentuan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,” kata Ridwan.
Ketentuan Internal Polri dan Penugasan Luar Struktur
Dalam struktur internal Polri, penugasan anggota di luar organisasi telah diatur melalui Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 4 Tahun 2017.
Aturan tersebut menegaskan bahwa anggota dapat ditempatkan di luar struktur Polri berdasarkan syarat umum, syarat khusus, dan syarat administrasi. Salah satu persyaratannya adalah harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang akan diemban.
Penempatan anggota ini biasanya dilakukan atas permintaan resmi dari instansi lain yang membutuhkan kehadiran Polri.
Setiap permohonan harus melewati prosedur tertentu dan mendapatkan izin langsung dari Kapolri. Prosedur ini dilakukan agar penempatan tersebut tetap berada dalam batas profesionalisme dan tidak menimbulkan benturan kepentingan.
Dengan munculnya putusan MK, Polri perlu menyesuaikan mekanisme tersebut agar tidak bertentangan dengan konstitusi. Penyesuaian ini diperkirakan tidak hanya menyangkut prosedur internal, tetapi juga adaptasi pola penugasan yang selama ini menjadi bagian dari upaya Polri mendukung tugas lintas kelembagaan.
Implikasi Putusan MK terhadap Kelembagaan dan Tata Kelola
Putusan Mahkamah Konstitusi membawa implikasi cukup luas bagi tata kelola penugasan anggota kepolisian. Kewajiban untuk mengundurkan diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan sipil menjadi batasan baru yang akan memengaruhi pola kebijakan kepegawaian Polri.
Dengan adanya aturan tersebut, posisi polisi aktif dalam jabatan sipil akan dihentikan agar tidak lagi menimbulkan potensi konflik norma maupun ketidakpastian hukum.
Di sisi lain, putusan ini dinilai memperkuat netralitas aparatur negara dengan memberikan garis tegas antara fungsi kepolisian dan fungsi administrasi sipil. Pembagian ini dianggap penting untuk mencegah tumpang-tindih kewenangan serta memastikan profesionalisme dalam setiap lembaga negara.
Polri menyambut langkah tersebut sebagai bentuk pemurnian fungsi agar setiap aparatur dapat bekerja dalam batas tugas yang lebih jelas.
Dengan menunggu salinan resmi putusan, Polri berkomitmen menyesuaikan aturan internal serta memastikan bahwa implementasinya berjalan sesuai ketentuan konstitusional.
Langkah tersebut menjadi bagian dari upaya institusi untuk terus menjaga kredibilitas hukum, profesionalisme, dan netralitas dalam menjalankan perannya sebagai alat negara.