Rupiah Tetap Stabil Didukung Sentimen Positif dan Kepercayaan Global

Kamis, 30 Oktober 2025 | 11:02:01 WIB
Rupiah Tetap Stabil Didukung Sentimen Positif dan Kepercayaan Global

JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pergerakan yang fluktuatif, namun tetap mengarah pada penguatan di kisaran Rp16.570 hingga Rp16.620 per dolar AS. 

Setelah sempat ditutup melemah tipis sebesar 9 poin atau 0,05% ke level Rp16.617 per dolar AS, rupiah tetap menunjukkan ketahanan di tengah pergerakan indeks dolar AS yang menguat 0,20% menjadi 98,86.

Sejumlah mata uang di kawasan Asia juga mencatatkan pergerakan bervariasi. Won Korea Selatan menguat 0,05%, sementara peso Filipina naik 0,70%. 

Di sisi lain, yen Jepang dan rupee India masing-masing terkoreksi 0,08% dan 0,05% terhadap dolar AS. Kondisi ini menggambarkan bahwa dinamika global masih memengaruhi pergerakan nilai tukar di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Kendati demikian, analis menilai stabilitas rupiah masih cukup kuat. Ketahanan ini ditopang oleh faktor fundamental ekonomi domestik yang solid, serta ekspektasi investor bahwa kebijakan moneter global, khususnya dari Amerika Serikat, akan tetap mendukung stabilitas pasar keuangan.

Ekspektasi Pasar terhadap Keputusan The Fed

Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa pelaku pasar kini menanti hasil rapat kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang berlangsung selama dua hari. 

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar memperkirakan hampir 100% peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin. Jika hal ini terealisasi, maka keputusan tersebut akan menjadi pemangkasan kedua berturut-turut setelah langkah serupa pada bulan sebelumnya.

“Investor memberikan perhatian khusus pada arahan ke depan dari para pembuat kebijakan,” ujar Ibrahim. Menurutnya, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell menjadi faktor kunci yang akan menentukan arah pergerakan pasar global. 

Jika Powell memberi sinyal jeda pemangkasan suku bunga atau menekankan risiko inflasi, hal itu dapat meningkatkan imbal hasil riil obligasi dan memperkuat posisi dolar AS.

Ekspektasi terhadap kebijakan moneter ini mendorong pelaku pasar mengambil posisi hati-hati. Namun, bagi Indonesia, peluang pemangkasan suku bunga AS dinilai dapat membawa dampak positif terhadap nilai tukar rupiah, terutama jika disertai dengan arus masuk modal asing ke pasar obligasi dan saham domestik.

Dinamika Geopolitik dan Dampaknya bagi Pasar Global

Selain faktor kebijakan moneter, kondisi geopolitik global juga turut memengaruhi arah pergerakan mata uang. Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini menetapkan sanksi baru terhadap Rusia terkait konflik di Ukraina. 

Sanksi tersebut menargetkan sejumlah perusahaan energi besar seperti Lukoil dan Rosneft, yang dinilai dapat menimbulkan tekanan baru terhadap harga energi dunia.

Namun, di sisi lain, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China menunjukkan tanda-tanda perbaikan. 

Kedua negara dilaporkan telah mencapai kerangka kerja baru terkait tarif dan kontrol ekspor logam tanah jarang. Kesepakatan ini memicu optimisme bahwa ketegangan perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut dapat mulai mereda.

Sebagai langkah lanjutan, Presiden Trump bahkan menyatakan akan memangkas tarif hingga 20% terhadap impor bahan kimia prekursor fentanil dari China. Keputusan itu diambil menjelang pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping di Korea Selatan. 

Pasar menilai perkembangan ini dapat memberikan sentimen positif terhadap stabilitas ekonomi global dan berpotensi menurunkan tekanan terhadap nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Fundamental Ekonomi Indonesia Tetap Kokoh

Dari dalam negeri, kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia kembali mendapat pengakuan internasional. Lembaga pemeringkat asal Jepang, Rating and Investment Information, Inc. (R&I), memutuskan untuk mempertahankan peringkat utang jangka panjang Indonesia (Sovereign Credit Rating). 

pada level BBB+ dengan outlook stabil. Penilaian tersebut mencerminkan keyakinan terhadap kemampuan Indonesia menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.

R&I menilai inflasi Indonesia tetap terkendali dan rasio utang pemerintah masih berada pada level yang rendah. Kebijakan fiskal dan moneter dinilai dijalankan secara hati-hati dan berimbang, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Meski begitu, lembaga tersebut juga menyoroti pentingnya langkah pemerintah dalam menjaga keseimbangan fiskal dan memperkuat pertumbuhan jangka menengah.

Dalam laporannya, R&I memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5% pada tahun berjalan, dengan inflasi tetap dalam target dan defisit transaksi berjalan sekitar 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Pemerintah diproyeksikan mampu menjaga defisit anggaran di bawah 3% dari PDB. Bank Indonesia menyambut positif keputusan tersebut dan menegaskan komitmennya untuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah demi menjaga momentum pertumbuhan dan stabilitas keuangan nasional.

Langkah-langkah tersebut dinilai akan memperkokoh posisi rupiah di tengah ketidakpastian global. Dukungan dari faktor fundamental, kepercayaan internasional, serta koordinasi kebijakan yang solid antara pemerintah dan otoritas moneter menjadikan rupiah tetap stabil dan berpotensi menguat dalam jangka menengah.

Terkini