Beragam Tips agar Kakak dan Adik Akur yang Dijamin Berhasil

Beragam Tips agar Kakak dan Adik Akur yang Dijamin Berhasil
tips agar kakak dan adik akur

Tips agar kakak dan adik akur penting bagi orang tua, karena menjaga hubungan harmonis antar anak sering jadi tantangan tersendiri.

Terkadang, keinginan untuk segera mengakhiri pertengkaran membuat kita lupa bahwa membangun ikatan yang kuat antar saudara membutuhkan waktu dan usaha. 

Dengan meluangkan waktu serta memberi perhatian pada hubungan antara anak-anak, hasil positif akan terlihat seiring waktu. 

Hubungan saudara kandung memiliki peran penting dalam tumbuh kembang emosional mereka, sehingga penting bagi orang tua untuk mencari cara terbaik dalam membina dan memperkuat ikatan tersebut. 

Karena itu, memahami tips agar kakak dan adik akur sejak dini akan membantu menciptakan suasana rumah yang lebih damai dan penuh kasih.

Apakah Konflik Antar Saudara Itu Normal?

Bila seseorang tumbuh bersama saudara, ada satu hal yang hampir pasti dialami: perbedaan pendapat dan pertengkaran kerap terjadi. Hal ini merupakan bagian wajar dari tumbuh kembang dalam hubungan saudara. 

Bahkan, jika porsinya tepat, gesekan seperti ini justru bisa memberi dampak positif bagi perkembangan mereka. Meski demikian, penting untuk menjaga agar dinamika tersebut tidak melampaui batas yang wajar. 

Menciptakan interaksi yang sehat di antara mereka memang bukan hal mudah, tetapi hal itu tetap memungkinkan untuk dicapai. Penjelasan berikutnya akan membahas cara menjaga keharmonisan di antara saudara.

Tips Agar Kakak dan Adik Akur

Berikut ini akan dibahas sejumlah tips agar kakak dan adik akur yang dapat diterapkan di lingkungan rumah. Pastikan untuk menyimaknya hingga tuntas.

1. Ajari anak tentang keterampilan bergaul satu sama lain

Setiap hubungan manusia pasti mengalami konflik, dan kita tidak bisa mengira anak-anak secara otomatis tahu cara menyelesaikan masalah dengan damai. 

Namun faktanya, banyak orang dewasa pun tidak pernah belajar keterampilan sosial-emosional atau resolusi konflik yang baik saat kecil, sehingga mengajarkannya pada anak menjadi tantangan tersendiri.

Misalnya, kita sering menyuruh anak-anak untuk “menggunakan kata-kata”, tetapi mereka sering tidak tahu kosakata apa yang sebaiknya diucapkan. Saat marah, mereka tidak mampu menemukan ungkapan yang tepat.

Karenanya, orang tua perlu menetapkan batasan berkali-kali agar anak-anak mengenal kata-kata tertentu, sehingga mereka bisa mengekspresikan perasaan dengan benar. 

Dengan cara ini, persoalan bisa terselesaikan tanpa menyerang satu sama lain. Terlebih lagi, ini adalah keterampilan yang akan mereka gunakan dalam semua hubungan sepanjang hidup.

Dengan konsistensi, kita akan melihat anak-anak mulai menggunakan bahasa tersebut satu sama lain, dan orang tua tidak perlu campur tangan lagi.

Berikut tiga langkah sederhana namun sangat efektif untuk mengajarkan keterampilan ini saat menetapkan batas interaksi:

  • Akui perasaan atau keinginannya: “Kamu ingin adikmu berhenti menekan hidungmu, jadi kamu mencubitnya.”
  • Tetapkan batas: “Tidak boleh ada cubitan. Dicubit itu menyakitkan, lho.”
  • Ajarkan alternatif: “Beri tahu saudaramu seperti ini, ‘tolong/jangan mencubitku!’”

2. Latih anak untuk membela dirinya sendiri

Jika orang tua selalu membela satu anak, anak lain akan yakin bahwa orang tua lebih mencintai saudaranya. Hal ini justru memperburuk ketegangan antar saudara. Sebaiknya, latih kedua anak untuk menyampaikan kebutuhan mereka dan beri dukungan jika diperlukan.

Contoh dialog orang tua:

Ayah: “Arfan, kamu kayaknya kesal. Apa yang kamu tidak suka? Bisa bilang ke kakakmu?”

Arfan: “Aku tidak suka Kakak mendorong!”

Ayah: “Kakak, Arfan bilang dia tidak suka didorong. Bisa berhenti, atau mau main sendiri dulu?”

Terapkan giliran-giliran daripada memaksa anak untuk berbagi.

Buat aturan keluarga bahwa saat bermain, setiap anak bisa menggunakan mainannya hingga waktu makan berikutnya. Jika ia ingin berbagi sebelum itu, itu pilihan, bukan kewajiban.

Jika ia meletakkan mainan, anak lain harus bertanya, “Kamu sudah selesai bermain?” sebelum mengambilnya. Jika orang tua sedang sibuk, beri tahu mereka sebelumnya tentang aturan ini.

Inilah yang dipelajari anak-anak dari berbagi dengan paksa:

Kalau menangis cukup keras, aku mendapat apa yang kuinginkan.

Orang tua memutuskan siapa dapat apa, kapan, berdasarkan drama tangisanku.

Persaingan terus-menerus untuk mendapatkan yang diinginkan, membuatku tidak suka saudara.

Aku menang, tapi nanti akan kalah juga, jadi aku harus terus protes keras.

Inilah yang dipelajari dari giliran yang diatur sendiri:

Aku bisa meminta giliran. Kadang segera, kadang harus menunggu. Semua dapat giliran kok.

  • Menangis itu wajar, tapi bukan jaminan dapat mainan.
  • Orang tua memahami dan membantu.
  • Setelah menangis, aku merasa lega.
  • Aku senang saat saudara memberi mainan.

Memberi membuat hati senang dan mengajari nilai kemurahan hati.

Jika kamu khawatir dengan tangisan saat menunggu, ketahuilah ini normal, dan ini kesempatan untuk membantu anak mengekspresikan perasaan yang ada. 

Setelah didengar penuh kasih—misalnya, “Ibu akan membantu Kakak menunggu mainannya”—sering kali keinginan untuk mainan itu mereda. 

Setelah aturan ini dijalankan, anak-anak biasanya menyukai giliran dan tidak terlalu sering bertengkar soal berbagi.

3. Jangan pernah membandingkan anak satu sama lain atau dengan anak lain

“Kenapa kamu susah sekali diajarkan menyikat gigi? Lihat adikmu yang gampang dibimbing.”

Mungkin kita berpikir memberi motivasi, tapi apa yang didengar anak adalah: “Saudaranya lebih baik dan dia lebih disayang.”

Buat batas tanpa mengacu pada saudara.

Bahkan perbandingan positif pun bisa menjadi bumerang. Saat kita bilang, “Ayah harap adikmu bisa duduk dan mengerjakan PR seperti kamu,” anak akan berpikir: “Aku anak baik, jadi ibu mencintaiku… aku harus selalu baik agar terus dicintai.”

Akibatnya, ia mulai membandingkan dan merendahkan saudara lain. Tentu ini bukan yang kita inginkan.

4. Ciptakan suasana kebaikan dan penghargaan di rumah

Dorong anak-anak untuk saling menunjukkan kebaikan dan saling menghargai dengan menjadikannya bagian dari rutinitas keluarga. Misalnya, kamu bisa membuat jurnal yang mencatat sikap baik yang dilakukan atau disampaikan oleh mereka.

Rencanakan aktivitas keluarga, seperti liburan bersama. Bacakan kutipan inspiratif di malam Minggu atau hari libur untuk membantu anak-anak merasakan kebahagiaan saat memberi dan menerima kebaikan, sekaligus melihat saudara mereka sebagai sumber kasih sayang.

Setiap malam saat makan malam, mintalah semua anggota keluarga menyebutkan satu hal yang mereka hargai dari orang lain, seperti:

“Aku menghargai karena Adzra membantuku menyelesaikan PR hari ini.”

“Aku menghargai karena Ibu bermain permainan favoritku hari ini.”

“Aku menghargai karena Ayah memasak makanan favoritku malam ini.”

“Aku menghargai karena Afra tidak menggangguku saat teman-temanku datang.”

5. Bantu mereka menjadi sebuah tim

Tidak semua anak menyukai hadiah, tetapi mereka tetap bisa diajari untuk menghargai kerja sama dengan saudara. Coba buat mereka menjadi satu tim dalam menghindari konflik.

Contohnya, siapkan toples “kerja sama” dan masukkan koin tiap kali anak-anak saling bersikap baik atau bermain tanpa bertengkar. 

Jika mereka bisa mengekspresikan perasaan dengan tenang dan saling menghormati, beri mereka koin juga. Nantinya, mereka dapat berdiskusi bagaimana menggunakan uang tersebut bersama.

6. Pastikan masing-masing anak punya ruang pribadi yang cukup

Anak-anak berbagi banyak hal: orang tua, mainan, waktu, dan perhatian. Ini bisa jadi beban tersendiri. Berbagi kamar bisa mendekatkan mereka, tetapi kadang terasa berlebihan, apalagi jika temperamen mereka sangat berbeda.

Akan lebih baik jika mereka memiliki ruang pribadi, seperti lemari tertutup untuk barang-barang pribadi atau tempat tidur dengan tirai agar bisa menyendiri saat dibutuhkan. 

Bahkan membagi ruangan dengan garis dan mengatur furnitur bisa membantu menciptakan batas ruang pribadi yang jelas.

7. Cintai masing-masing dari mereka dengan cara terbaik

Ketika anak-anak tahu bahwa tidak ada cinta yang lebih besar daripada kasih sayang orang tuanya untuk mereka, rasa cemburu akan berkurang. Maka dari itu, fokus utama adalah memperkuat hubunganmu dengan setiap anak secara personal.

Luangkan waktu “satu lawan satu” setiap hari. Isi dengan canda tawa dan bantu anak melatih empatinya agar mampu mengungkapkan perasaannya. 

Beri arahan, bukan hukuman. Anak yang tumbuh dengan pola asuh penuh cinta cenderung lebih sehat secara emosional dan mampu membina hubungan baik dengan saudaranya. Setiap anak perlu yakin sepenuh hati bahwa:

“Ada cukup banyak cinta untukmu, tak peduli berapa banyak yang saudaramu terima. Ibu dan Ayah tidak akan pernah mencintai orang lain melebihi cintanya padamu.”

Cerita tentang Hubungan Saudara

Aku masih bisa mengingat jelas ekspresi wajah adik laki-lakiku ketika aku memukul punggungnya karena dia tidak mau ikut bermain Barbie dan Super Hero denganku. 

Padahal, permainan itu adalah hasil kreativitasku yang sangat seru, dan andai saja dia bersedia ikut, dia pasti menyadari betapa mengasyikkannya permainan tersebut.

Kadang, aku memang bisa sedikit usil, namun aku lebih suka melihat diriku sebagai kakak perempuan yang penuh kasih. Sekarang, hubungan kami sangat akrab, jadi sepertinya aku tidak terlalu buruk sebagai kakak.

Saat mengenang kembali masa-masa itu, aku takjub memikirkan bagaimana kedua orang tuaku berhasil menumbuhkan ikatan saudara yang begitu erat di antara kami. 

Meski kini kami sangat dekat, sewaktu kecil kami sering berselisih dan bertengkar dengan hebat.

Bayangkan saja betapa berharganya kenangan dan perasaan di antara saudara—itulah mengapa momen bersama mereka sebaiknya dibuat seindah mungkin agar bisa dikenang di masa depan.

Mengapa hubungan ini penting?

Hubungan antara saudara kandung adalah fondasi utama dalam sebuah keluarga. Seperti halnya orang tua dan pengasuh saling mengandalkan untuk dukungan, begitu pula dengan saudara kandung. 

Jika kita mampu membangun hubungan yang sehat dan penuh makna di rumah, maka dampak positifnya akan terasa hingga bertahun-tahun ke depan.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 mengenai hubungan antarsaudara dan dampaknya pada masa kanak-kanak serta remaja menunjukkan bahwa ada berbagai cara di mana saudara kandung memengaruhi satu sama lain selama masa pertumbuhan, di antaranya:

1. Perkembangan

Saudara kandung berperan sebagai panutan, rekan sosial, sekaligus lawan interaksi. Peran ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi, sosial, dan kognitif anak.

2. Persahabatan

Kehadiran saudara laki-laki maupun perempuan memberikan ruang bagi kita untuk memahami nilai dalam diri orang lain dan bagaimana membangun hubungan pertemanan yang sehat.

3. Dukungan

Kedekatan dan hubungan yang suportif dengan saudara bisa menjadi sistem pendukung alami ketika menghadapi tantangan hidup.

4. Kepribadian

Alfred Adler, pencetus Psikologi Individual, berpendapat bahwa struktur keluarga serta interaksi saudara sangat memengaruhi psikologi hubungan saudara dan secara tidak langsung membentuk kepribadian anak.

5. Regulasi emosi

Saudara kandung bisa saling membantu dalam belajar mengendalikan emosi dengan menjadi ‘sparring partner’. 

Lingkungan rumah menjadi tempat aman untuk melatih diri menghadapi rasa marah atau agresi sebelum berhadapan dengan situasi serupa di dunia luar.

6. Identitas

Anak-anak cenderung meniru—atau sebaliknya, menolak—minat dan perilaku saudara-saudaranya. Dinamika hubungan saudara ini berperan penting dalam proses pembentukan identitas diri.

Sebagai penutup, dengan menerapkan tips agar kakak dan adik akur, hubungan mereka bisa tumbuh lebih harmonis dan penuh kenangan indah hingga dewasa nanti.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index