JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi melakukan penyesuaian kebijakan terkait batasan Auto Rejection Bawah (ARB) dan mekanisme penghentian sementara perdagangan (trading halt). Perubahan ini dilakukan untuk merespons dinamika pasar keuangan global yang kian bergejolak serta meningkatkan perlindungan terhadap investor.
Berdasarkan kebijakan terbaru, BEI menetapkan batasan ARB sebesar 15 persen bagi efek berupa saham yang tercatat di Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru, termasuk juga produk seperti Exchange-Traded Fund (ETF) dan Dana Investasi Real Estat (DIRE), berlaku untuk seluruh rentang harga.
Di sisi lain, kebijakan trading halt juga diperbarui secara signifikan. BEI akan menghentikan perdagangan selama 30 menit apabila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan lebih dari 8 persen dalam satu hari bursa. Sebelumnya, batas penurunan untuk memicu trading halt adalah 5 persen.
Apabila IHSG terus turun hingga lebih dari 15 persen, maka trading halt akan kembali diberlakukan selama 30 menit. Jika penurunan masih berlanjut hingga melebihi 20 persen, BEI akan melakukan suspensi pasar hingga akhir sesi perdagangan atau bahkan lebih dari satu sesi.
Tujuan Penyesuaian: Price Recovery dan Perlindungan Investor
OJK menegaskan bahwa penyesuaian kebijakan ini tidak semata-mata untuk membatasi pergerakan pasar, tetapi untuk memberikan waktu dan ruang bagi mekanisme pasar agar dapat menyesuaikan harga secara lebih sehat dan terukur.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk respons terhadap volatilitas yang meningkat.
"Pasar yang saat ini sebenarnya adalah pasar yang tetap bisa bergerak dan dengan trading halt yang lebih fleksibel diharapkan dapat memberikan ruang bagi mekanisme penyesuaian harga yang lebih baik, namun dengan tetap menjaga keteraturan, kewajaran, serta kenormalan saat terjadi lonjakan harga yang cukup tinggi," ujar Aditya dalam konferensi pers, Selasa, 8 April 2025.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kebijakan asimetris auto-rejection ditujukan untuk mencegah penurunan harga yang masif dan irasional dalam waktu singkat.
"Kombinasi kebijakan tersebut bukan hanya untuk mengakomodasi masukan dari pelaku pasar, namun juga mengacu pada praktik global di berbagai negara yang merupakan upaya progresif dan berimbang dalam menjaga fungsi price recovery yang sehat. Sekaligus memberikan perlindungan bagi investor dan kestabilan pasar secara menyeluruh," tambahnya.
Respons terhadap Gejolak Global
Aditya juga menyoroti bahwa kondisi pasar global belakangan ini mengalami tekanan signifikan akibat berbagai faktor eksternal, seperti arah kebijakan moneter The Fed, ketegangan geopolitik, serta kondisi ekonomi makro global yang penuh ketidakpastian.
"Ini semua masih dipenuhi dengan uncertainty yang pada gilirannya tentunya memiliki atau memicu gejolak pada rantai pasok dan pasar komoditi. Dampaknya terasa di seluruh bursa regional dan global, ditandai oleh meningkatnya fluktuasi harga, sensitivitas terhadap berita global, dan potensi transaksi yang terganggu," jelas Aditya.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, OJK bersama dengan Self-Regulatory Organization (SRO) seperti BEI telah melakukan koordinasi intensif guna memperkuat soliditas antar-regulator dalam menjaga stabilitas pasar modal Indonesia.
"Kami memiliki pandangan bahwa dalam kondisi seperti ini dibutuhkan respon yang tepat, terukur, dan akuntabel. Kami tidak memilih untuk membatasi pasar, tapi memilih untuk mengatur ritmenya agar tetap stabil. Dengan melakukan berbagai asesmen, mitigasi, dan pengeluaran risiko terhadap volatilitas pasar dengan cara yang adaptif dan berimbang," pungkasnya.
Langkah Progresif Menuju Pasar yang Lebih Resilien
Kebijakan baru ini diharapkan mampu memperkuat daya tahan (resiliensi) pasar modal Indonesia terhadap guncangan eksternal, sembari tetap menjaga daya tariknya bagi investor domestik maupun asing.
Dengan ARB yang lebih longgar namun terukur, serta mekanisme trading halt yang fleksibel, BEI dan OJK berupaya menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih adil, wajar, dan efisien.
Langkah ini juga selaras dengan praktik global yang mengedepankan stabilitas tanpa mengorbankan dinamika pasar. Para pelaku pasar diharapkan dapat memahami arah kebijakan ini sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi eksternal yang tidak menentu.