JAKARTA - Industri panas bumi di Indonesia memiliki peluang besar untuk mendukung pencapaian target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) nasional.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menekankan bahwa pengembangan panas bumi dapat mempercepat realisasi target kapasitas pembangkit EBT pemerintah.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034, pemerintah menargetkan perluasan kapasitas pembangkit EBT hingga 76 persen dari total kapasitas tambahan sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Dari angka tersebut, 42,6 GW berasal dari pembangkit EBT, dan panas bumi ditargetkan menyumbang 5,2 GW. Fabby menyebut, potensi panas bumi Indonesia mencapai 24 GW, namun baru dimanfaatkan sekitar 10 persen atau 2.200–2.300 MW. Hal ini menunjukkan masih banyak peluang pengembangan untuk memperkuat energi bersih nasional.
Tantangan Waktu dan Eksplorasi
Meski memiliki prospek cerah, industri panas bumi menghadapi kendala signifikan terkait waktu pembangunan. Satu proyek pembangkit panas bumi berkapasitas 100 MW dapat memakan waktu 10–12 tahun hingga beroperasi.
Menurut Fabby, agar target 5,2 GW dapat tercapai tepat waktu, pemerintah perlu menerapkan pendekatan lebih progresif pada fase eksplorasi.
Eksplorasi menjadi fase krusial karena menyangkut risiko teknis dan biaya tinggi. Jika fase ini berjalan lambat, keseluruhan pengembangan panas bumi akan tersendat.
Fabby menekankan perlunya strategi pemerintah yang lebih aktif, termasuk pendanaan langsung untuk kegiatan eksplorasi dan dukungan terhadap perusahaan yang berpengalaman dalam pengembangan panas bumi.
Peran Pemerintah dalam Mempercepat Pengembangan
Fabby menilai pemerintah harus mengambil peran lebih besar dalam mempercepat eksplorasi. “Kalau punya target besar, pemerintah perlu mengeluarkan dana untuk eksplorasi panas bumi,” ujarnya.
Pemerintah dapat menunjuk perusahaan global yang memiliki kemampuan melakukan eksplorasi dengan biaya lebih rendah dan risiko minimal. Setelah cadangan terbukti ditemukan, pengembangan pembangkit dapat dilakukan lebih cepat dan efisien.
Fabby mencontohkan keterlibatan lembaga seperti Danantara sebagai salah satu langkah strategis. Dengan dukungan pemerintah pada tahap awal, proyek panas bumi dapat berjalan lebih lancar dan risiko kegagalan berkurang.
Menurut Fabby, pendekatan ini akan membuat industri panas bumi “lari lebih kencang” dan mendorong pencapaian target EBT nasional.
PT Pertamina Geothermal Energy dan Masa Depan Panas Bumi
Selain peran pemerintah, Fabby menyoroti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) sebagai pengembang panas bumi yang memiliki prospek kuat.
PGE memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun dan cadangan energi besar, membuatnya mampu mengelola output pembangkit sesuai kapasitas yang dimiliki. Dengan pengalaman dan kapasitas ini, PGE dapat menjadi motor penggerak pengembangan panas bumi di Indonesia.
Keberhasilan pengembangan panas bumi tidak hanya meningkatkan kapasitas energi bersih nasional, tetapi juga memperkuat ketahanan energi dan mendukung target penurunan emisi.
Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan perusahaan global menjadi kunci agar potensi panas bumi yang besar dapat dimanfaatkan secara optimal, mempercepat transisi energi, dan menyediakan listrik bersih yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Fabby menekankan bahwa dengan penanganan tepat pada fase eksplorasi dan dukungan aktif pemerintah, industri panas bumi dapat berkembang pesat. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi investasi, teknologi, dan penciptaan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan.